jpnn.com, JAKARTA - Sejumlah pihak mendesak penghentian proyek pembangunan enam ruas jalan tol dalam kota sepanjang 69,77 kilometer dengan anggaran anggaran Rp 41,17 triliun.
Sebab, jalan berbayar tersebut dinilai tidak akan berpengaruh untuk mengurangi kemacetan, tetapi justru menambah kemacetan baru di ibu kota. Tidak hanya itu, tol dalam kota ini juga bakal memperparah pencemaran udara di Jakarta.
BACA JUGA: Belum Tentu JK Dukung Anies Maju di Pilpres 2019
“Berdasarkan aplikasi Air IQ, hampir setiap harinya Jakarta selalu berada dalam 3 besar kota dengan pencemaran udara tertinggi di dunia dengan kategori tidak sehat. Untuk itu kami meminta proyek 6 ruas jalan tol dalam kota segera dihentikan,” ujar Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jakarta M Islah, pada INDOPOS, Jumat (13/6).
Islah mengatakan, dari awal koalisi yang terdiri dari WALHI, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Rujak Center for Urban Study, dan Komite Pembebasan Bensin Bertimbal (KPBB), telah memprotes proyek enam ruas jalan tol dalam kota.
BACA JUGA: Demokrat Tak Mungkin Menolak Anies - AHY
“Bahkan proyek juga sudah sempat dihentikan. Tapi entah mengapa kini proyek tersebut kembali berjalan,” katanya.
Diterangkan Islah, proyek 6 ruas jalan tol dalam juga sangat kontradiktif dengan komitmen Presiden Joko Widodo dalam Paris Agreement untuk memotong emisi hingga 29 persen hingga 2030, dan juga Gubernur Anies Baswedan untuk memotong emisi hingga 30 persen di RPJMD 2018-2022.
BACA JUGA: Meski Mendukung Jokowi, JK Tetap Kingmaker Anies
“Proyek berpotensi menimbulkan kerugian sosial yang besar terhadap warga yang terdampak proyek,” jelasnya.
Diungkapkan Islah, riset menunjukkan bahwa pembangunan jalan baru akan menimbulkan induced demand dan justru akan memperparah kemacetan. Induced demand adalah kondisi dimana ketika terjadi peningkatan suplai, maka akan diikuti oleh peningkatan konsumsi.
Artinya semakin banyak jalan raya dibangun demi pengurangan kemacetan, justru semakin banyak mobil yang akan memakai jalan. Sehingga, menurutnya menyebabkan jalan menjadi sesak dan kondisi ini malah memaksa pembangunan lebih banyak lagi jalan raya.
Dia menyebutkan, berdasarkan data dari KPBB per 2016, kerugian warga karena sakit akibat pencemaran udara adalah Rp 51,2 triliun. Sementara jumlah pengidap penyakit ISPA dalam setahun adalah 2,7 juta jiwa bertambah 12,5 persen dibandingkan 2010.
Selain ISPA, pencemaran udara juga berdampak pada penyakit asma sebanyak 1,4 juta kasus, bronchitis 214 ribu kasus, COPD 172 ribu kasus, pneumonia dengan 373 ribu kasus dan jantung koroner sebanyak 1,4 juta kasus.
“Dampak sosial penggusuran dari 2015-2017 sebanyak 21 penggusuran, 16 persennya saja yang melalui musyawarah mufakat dan 84 persen secara sepihak atau penggusuran paksa,” bebernya.
Dia menganggap alasan pemerintah yang menyebutkan enam ruas jalan tol dalam kota tersebut memiliki fasilitas umum hanya kiasan belaka. Karena, sebagian besar 6 ruas jalan tol dalam kota akan berada pada ketinggian minimal 15 meter atau setara dengan gedung 4 lantai, yang sehingga jika adapun halte melayang, maka sangat menyulitkan integrasi dan pengguna.
Islah menegaskan, atas dampak turunan proyek tersebut, pihaknya mendesak agar pemerintah untuk menghentikan secara total proyek. “Kami mendesak pemerintah baik presiden, maupun gubernur untuk menghentikan secara total pembangunan 6 ruas jalan tol dalam kota,” tegasnya.
Direktur Rujak Center for Urban Study Elisa Sutanudjaja, meminta Pemprov DKI Jakarta segera keluar dari proyek pembangunan 6 ruas jalan tol dalam kota.
"Kalau ada jalan yang lebih banyak, pasti ada kendaaraan yang mengalir dan akhirnya macet-macet juga. Saya sebagai warga DKI memerintahkan gubernur untuk memerintahkan BUMD-nya tidak teribat dalam 6 ruas jalan tol itu," tegas Elisa.
Menurutnya, pembangunan ruas jalan tol tersebut juga dinilai akan menghambat tranportasi lainnya, seperti kereta rel listrik (KRL). Elisa mengatakan, hampir 80 persen lokasi pembangunan 6 ruas jalan tol tersebut bersinggungan dengan pelintasan KRL.
Sebelumnya, frekuensi perjalanan KRL juga tergangggu dengan dioperasikannya kereta api bandara di jalur yang sama. Elisa juga mempertanyakan pembangunan 6 ruas jalan tol tersebut yang akan digunakan sebagai jalur transportasi umum.
Dia menilai, hal itu akan sulit direalisasikan karena ketinggian jalan tol yang rata-rata di atas 15 meter. "Kalau dipasang transportasi publik, bagaimana caranya ke sana dan itu juga percuma karena banyak sekali jalur yang satu arah dengan 6 ruas jalan tol itu," ujar Elisa. (nas)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gerindra-Demokrat Berkoalisi, Peluang Anies Tertutup
Redaktur & Reporter : Adil