JAKARTA - Kuasa Hukum Mantan Dirut PT Indosat Mega Media Indar Atmanto, Luhut MP Pangaribuan kembali menegaskan bahwa dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejagung dalam perkara dugaan penyalahgunaan frekuensi Indosat-IM2 menyesatkan. Semua dakwaan itu, kata Luhut, hancur setelah mendengarkan keterangan sejumlah saksi. Pernyataan Luhut ini disampaikan usai mendengarkan keterangan saksi yang dihadirkan dalam persidangan perkara tersebut di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (4/4).
"Keterangan saksi dari awal sampai hari ini semakin meyakinkan kami bahwa dakwaan jaksa sebenarnya menyesatkan dan hancur," kata Luhut MP Pangaribuan di Pengadilan Tipikor, Jakarta.
Dua saksi yang dihadirkan dalam persidangan kali ini adalah ahli dalam bisnis telekomunikasi yakni Hasnul Husaimi dan Heroe Widjajanto. Hasnul adalah mantan Direktur Utama Indosat yang kini menjadi Direktur Utama di PT XL Axiata, operator telepon seluler XL. Sedangkan Heroe adalah ahli di bidang teknologi komunikasi.
Dalam keterangannya, Hasnul meyakinkan, model bisnis antara penyelenggara jaringan dan penyelenggara jasa itu memang dianjurkan pemerintah. Sepengetahuan Hasnul, kerjasama tersebut tidak didasarkan pada frekuensi namun kerjasama jaringan. Keterangan ini menguatkan keterangan beberapa saksi yang sebelumnya dihadirkan pada persidangan dalam perkara ini.
Hal senada juga disampaikan saksi Heroe Widjajanto. Menurutnya, tidak ditemukan adanya penggunaan bersama frekuensi milik Indosat. Dirinya menambahkan, jaringan yang digunakan oleh IM2 ini adalah jaringan yang sudah jelas harus memiliki infrastruktur, dalam hal ini BTS (base trasceiver station).
Heroe Widjajanto menegaskan bahwa dalam pengujian yang dilakukanya tidak ditemukan adanya infrastruktur milik IM2. Perusahaan IM2 justru menggunakan sepenuhnya jaringan dari perusahaan induknya, PT Indosat.
"Sewaktu saya menguji modem dengan SIM Indosat ini di Bandung, saya tidak menemukan adanya BTS milik IM2, tanpa BTS operator tidak bisa menduduki perangkat jaringan radio," ujarnya.
Lebih lanjut Heroe menjelaskan, koneksi layanan jasa internet broadband oleh IM2 menggunakan sepenuhnya jaringan yang disediakan oleh Indosat, baik jaringan 2G maupun 3G.
Menanggapi itu, kuasa hukum terdakwa, Luhut MP Pangaribuan menyatakan pihaknya semakin yakin bahwa dakwaan jaksa sebenarnya sudah hancur atas keterangan saksi-saksi persidangan.
Seperti diketahui, JPU Kejaksaan Agung mendakwa terjadi tindak pidana korupsi dalam kerjasama antara Indosat dengan anak usahanya, IM2. Dalam kasus ini, bekas Direktur Utama PT IM2 Indar Atmanto duduk sebagai terdakwa. Dalam surat dakwaan, Indar bersama-sama bekas Wakil Direktur Utama PT Indosat Kaizad B Heerjee dan dua bekas Direktur Utama PT Indosat, yakni Johnny Swandi Syam dan Harry Sasongko, disebut memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi secara melawan hukum. Menurut JPU, melalui kerjasama itu, IM2 menggunakan frekuensi radio tanpa penetapan Menteri Komunikasi dan Informatika.
JPU Kejagung berkeyakinan, langkah Indosat dan IM2 itu melanggar ketentuan yang berlaku karena yang pihak mengantongi izin jaringan dari negara adalah Indosat, bukan IM2. JPU Kejagung menyebut bahwa dalam kasus ini negara dirugikan Rp1,3 triliun yang perhitungannya didapat Kejagung dari hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
KPU Kejagung berpandangan, penyelenggara jasa penggunaan jaringan seluler 3G harus memiliki izin sendiri. Bukan seperti IM2 yang menggunakan jaringan Indosat, induk perusahaannya. Menurut JPU, IM2 menggunakan frekuensi 2,1 Ghz tanpa melalui proses lelang. Hal itu, bertentangan Pasal 2 ayat 2 Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 7 tahun 2006. Selain itu, berdasarkan Pasal 25 ayat 1 PP Nomor 53 tahun 2000, Indosat tidak dapat mengalihkan penyelenggaraan frekuensi radio 2,1 GHz kepada pihak lain tanpa izin menteri.(fuz/jpnn)
"Keterangan saksi dari awal sampai hari ini semakin meyakinkan kami bahwa dakwaan jaksa sebenarnya menyesatkan dan hancur," kata Luhut MP Pangaribuan di Pengadilan Tipikor, Jakarta.
Dua saksi yang dihadirkan dalam persidangan kali ini adalah ahli dalam bisnis telekomunikasi yakni Hasnul Husaimi dan Heroe Widjajanto. Hasnul adalah mantan Direktur Utama Indosat yang kini menjadi Direktur Utama di PT XL Axiata, operator telepon seluler XL. Sedangkan Heroe adalah ahli di bidang teknologi komunikasi.
Dalam keterangannya, Hasnul meyakinkan, model bisnis antara penyelenggara jaringan dan penyelenggara jasa itu memang dianjurkan pemerintah. Sepengetahuan Hasnul, kerjasama tersebut tidak didasarkan pada frekuensi namun kerjasama jaringan. Keterangan ini menguatkan keterangan beberapa saksi yang sebelumnya dihadirkan pada persidangan dalam perkara ini.
Hal senada juga disampaikan saksi Heroe Widjajanto. Menurutnya, tidak ditemukan adanya penggunaan bersama frekuensi milik Indosat. Dirinya menambahkan, jaringan yang digunakan oleh IM2 ini adalah jaringan yang sudah jelas harus memiliki infrastruktur, dalam hal ini BTS (base trasceiver station).
Heroe Widjajanto menegaskan bahwa dalam pengujian yang dilakukanya tidak ditemukan adanya infrastruktur milik IM2. Perusahaan IM2 justru menggunakan sepenuhnya jaringan dari perusahaan induknya, PT Indosat.
"Sewaktu saya menguji modem dengan SIM Indosat ini di Bandung, saya tidak menemukan adanya BTS milik IM2, tanpa BTS operator tidak bisa menduduki perangkat jaringan radio," ujarnya.
Lebih lanjut Heroe menjelaskan, koneksi layanan jasa internet broadband oleh IM2 menggunakan sepenuhnya jaringan yang disediakan oleh Indosat, baik jaringan 2G maupun 3G.
Menanggapi itu, kuasa hukum terdakwa, Luhut MP Pangaribuan menyatakan pihaknya semakin yakin bahwa dakwaan jaksa sebenarnya sudah hancur atas keterangan saksi-saksi persidangan.
Seperti diketahui, JPU Kejaksaan Agung mendakwa terjadi tindak pidana korupsi dalam kerjasama antara Indosat dengan anak usahanya, IM2. Dalam kasus ini, bekas Direktur Utama PT IM2 Indar Atmanto duduk sebagai terdakwa. Dalam surat dakwaan, Indar bersama-sama bekas Wakil Direktur Utama PT Indosat Kaizad B Heerjee dan dua bekas Direktur Utama PT Indosat, yakni Johnny Swandi Syam dan Harry Sasongko, disebut memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi secara melawan hukum. Menurut JPU, melalui kerjasama itu, IM2 menggunakan frekuensi radio tanpa penetapan Menteri Komunikasi dan Informatika.
JPU Kejagung berkeyakinan, langkah Indosat dan IM2 itu melanggar ketentuan yang berlaku karena yang pihak mengantongi izin jaringan dari negara adalah Indosat, bukan IM2. JPU Kejagung menyebut bahwa dalam kasus ini negara dirugikan Rp1,3 triliun yang perhitungannya didapat Kejagung dari hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
KPU Kejagung berpandangan, penyelenggara jasa penggunaan jaringan seluler 3G harus memiliki izin sendiri. Bukan seperti IM2 yang menggunakan jaringan Indosat, induk perusahaannya. Menurut JPU, IM2 menggunakan frekuensi 2,1 Ghz tanpa melalui proses lelang. Hal itu, bertentangan Pasal 2 ayat 2 Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 7 tahun 2006. Selain itu, berdasarkan Pasal 25 ayat 1 PP Nomor 53 tahun 2000, Indosat tidak dapat mengalihkan penyelenggaraan frekuensi radio 2,1 GHz kepada pihak lain tanpa izin menteri.(fuz/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Urus Partai, Politisi PKS Mundur dari DPR
Redaktur : Tim Redaksi