jpnn.com - JAKARTA - Sama-sama perguruan tinggi kedinasan, Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) punya kesamaan dengan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN). Nuansa semi-militer begitu kental di dua kampus itu.
Para mahasiswanya pun harus kompak mengayunkan kaki kanan-kiri saat berjalan bersama. Tradisi yunior patuh pada senior juga sama-sama dipelihara. Bedanya, IPDN berkampus pusat di Jatinangor, Jabar, yang relatif sejuk. Sedang kampus STIP berada di kawasan panas, dekat pantai Marunda, Jakarta Utara.
BACA JUGA: Penggantian Naskah Berbau Jokowi Bikin Biaya UN Bengkak
Perbedaan lain terletak pada pembiayaan dan pekerjaan begitu kelar kuliah. STIP, meski berlabel sebagai perguruan tinggi kedinasan di bawah kemenhub, para orang tua mahasiswanya harus tetap mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Sedang IPDN biaya perkuliahan ditanggung masing-masing pemda yang mengirimnya.
BACA JUGA: Muncul Nama Jokowi, Panita Ganti Seluruh Paket Soal UN
Ambil contoh untuk semester genap tahun ajaran 2013/2014 ini, taruna STIP harus mengeluarkan dana Rp6.715.000. Uang ini untuk biaya pendidikan (Rp1.565.000), makan dan mencuci (Rp4.800.000), tes narkoba (Rp200.000), dan asuransi (Rp150 ribu).
Biaya sebesar itu sama untuk tiga jurusan, yakni Nautika, Teknika, dan Ketatalaksanaan dan Kepelabuhan (KALK). Namun, baya itu belum termasuk ongkos ujian ulangan (Rp90 ribu/ mata kuliah), semester pendek (Rp600 ribu/mata kuliah), dan ujian kompetensi (Rp125 ribu/mata kuliah).
BACA JUGA: Ini Kemungkinan Skenario Kemendikbud Terkait Munculnya Nama Jokowi
Berbeda dengan alumni IPDN yang terikat dan pasti menjadi CPNS, alumni STIP bisa ikut tes CPNS dan TNI/Polri, serta bisa juga ke perusahaan-perusahaan swasta, terutama bidang pelayaran, perhotelan, termasuk industri bidang permesinan.
"Meski tidak gratis, namun yang pinter-pinter mendapat beasiswa. Begitu lulus, dijamin tidak ada yang nganggur. Belum lulus pun banyak tawaran yang masuk. Mayoritas kerja di perusahaan-perusahaan pelayaran swasta luar negeri, gajinya pakai dollar," ujar Jubir Kemenhub, JA Barata, kepada JPNN.
Karena itu, dia yakin, dengan kasus tewasnya Dimas Handoko, yang dihajar para seniornya, tidak akan menyurutkan minat masyarakat untuk menimba ilmu di STIP. Telebih, lanjutnya, aksi kekesaran yang menimpa Dimas dan enam rekannya asal Medan, terjadi di luar kampus.
"Kalau di kampus, kita sudah antisipasi, kita cegah jangan sampai ada aksi kekerasan senior ke yuniornya. Tapi kali ini terjadi di luar kampus. Kami sedih," ujar Barata.
Dikatakan, jarak barak tempat menginap taruna tingkat satu dengan tingkat atasnya, sudah dipisahkan jarak berupa lapangan. "Begitu ada senior yang lewat, akan ketahuan pengawas. Tempat makan juga sudah kita pisah, tempat kegiatan juga kita pisah. Kita sudah berupaya maksimal agar budaya lama tak ada lagi. Tapi malah terjadi di kos-kosan," kata Barata.
Karenanya, lanjut Barata, kejadian tragis yang pelaku dan korbannya semua asal Medan ini, akan dijadikan bahan pelajaran berharga. Senin (28/4), belasan ortu mahasiswa STIP yang berasal dari sekitar Jabodetabek, datang ke kampus minta jaminan anak-anaknya selamat. Rencananya, akan ada pertemuan lagi antara pihak kampus dengan seluruh ortu mahasiswa.
"Kita akan sampaikan ke para orangtua mahasiswa, tolong kalau ada keluhan anaknya, misalnya diperlakukan kasar seniornya, cepat-cepat lapor ke pihak kampus. Karena kalau berharap anaknya sendiri yang lapor ke kampus, rasanya masih sulit," ujar Barata. (sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gara-gara Nama Jokowi, UN SMP Berpotensi Mundur
Redaktur : Tim Redaksi