Luncurkan Serial Nyantrik, Kemendikbudristek Ajak Anak Muda Belajar dari Panggung Wayang

Selasa, 08 Agustus 2023 – 09:52 WIB
Ditjen Kebudayaan Kemendikbudristek meluncurkan film Nyantrik yang dihadiri Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, Wali kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu, Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid, Direktur Film, Musik dan Media Dirjen Kebudayaan Ahmad Mahendra. Foto dok. Kemendikbudristek

jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Direktorat Jenderal Kebudayaan meluncurkan film Nyantrik.

Kegiatan yang dilaksanakan di Gedung Kesenian Ki Narto Sabdo, Kota Semarang pada Senin (7/8) dihadiri Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Wali kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu, Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek Hilmar Farid, Direktur Film, Musik dan Media Dirjen Kebudayaan Ahmad Mahendra.

BACA JUGA: Lestarikan Budaya Nusantara, Nara Kupu Jogja Akan Gelar Pertunjukan Wayang Potehi

Penayangan film Nyantrik sebagai jembatan ketika yang Muda Belajar dari Panggung Wayang Orang Balai Media Kebudayaan.

Serial tersebut akan tayang di kanal budaya Indosiana.tv. Penampilan Nyantrik dimulai dengan episode Dewabrata atau Bisma mengusir Dewi Amba.  

BACA JUGA: Serial TV Love Cinema Hadirkan 8 Episode dengan 8 Kisah Cinta Berbeda

Dirjen Hilmar mengatakan film Nyantrik bagian dari kegiatan sosialisasi Indonesiana.

TV bertema “Budaya, Inspirasi, dan Eksplorasi” merupakan serial yang menggambarkan proses belajarnya sembilan aktor dan aktris Indonesia di empat sanggar wayang orang yang masih berdiri di Indonesia, yaitu Wayang Orang (WO) Bharata Jakarta, WO RRI Surakarta, WO Sriwedari Surakarta, dan WO Ngesti Pandowo Semarang. 

BACA JUGA: Anggun Muncul dalam Serial Cannes Confidential, Netizen Takjub

Dengan mengusung tema “Ketika yang Muda Belajar dari Panggung Wayang Orang”, Nyantrik menjadi program kolaborasi antara perwakilan generasi muda dengan para maestro wayang orang. 

Dirjen Hilmar mengatakan kata “nyantrik” berasal dari kata dalam bahasa Jawa kuno yang berarti berguru atau belajar. Selama proses pembuatan miniseri ini, prinsip-prinsip inti dari nyantrik ditekankan. 

"Sesuai dengan filosofi nyantrik, para "cantrik" (murid) dilatih bukan hanya untuk melihat dan meniru apa yang dipertunjukan oleh mentornya, tetapi juga untuk memahami secara mendalam esensi dari apa yang mereka pelajari,” jelas Hilmar Farid.

Dia melanjutkan program strategis Indonesiana.TV ini diharapkan dapat mengisi peran penting dalam pengembangan dan pemanfaatan kebudayaan. Sebagai platform media, Indonesiana.TV menjadi jembatan antara seni tradisi dan generasi masa kini.

Disutradarai oleh Lasja F. Susatyo, Nyantrik menampilkan aktris dan aktor muda, yaitu Kelly Tandiono, Samo Rafael, Clara Bernadeth, Karina Salim, Ravil Prasetya, Omara Esteghlal, Tatyana Akman, Cindy Nirmala, dan Daniel Adnan sebagai cantrik.

Mereka belajar dan mendalami seni peran lakon Mahabarata dari para maestro seperti Kenthus Ampiranto dari Wayang Orang Bharata Jakarta, Ali Marsudi dari Wayang Orang RRI Surakarta, Wasi Bantolo pengajar ISI Surakarta, Agus Prasetyo dari Wayang Orang Sriwedari Surakarta, dan Nanang Hape selaku dalang dan penulis skenario. 

Program Nyantrik mensintesis beberapa proses perkembangan wayang orang. Wayang orang sendiri disinyalir merupakan bentuk seni pertunjukan yang berusia sangat tua.

Beberapa catatan kuno seperti Prasasti Mantyasih (904 M) dan Prasasti Wimalasmara (930 M) telah menyebut pertunjukan ini dengan istilah Jawa Kuno, “hatapukan” atau “matapukan” dan “awayang wang”. 

Periode prasasti tersebut membuktikan bahwa kesenian ini sudah ada sejak zaman Mataram Kuno dan hanya dihadirkan bagi kalangan istana (keraton).

Setelah itu, wayang orang dimainkan pula di lingkungan kerajaan-kerajaan baru yang muncul di Jawa Timur, termasuk Majapahit.

Melalui perjalanan waktu, kemudian wayang orang dihidupkan kembali di era Mangkunegaran I (1760) dan Hamengkubuwono I (1750-an) dalam konteks pertunjukan ritual kenegaraan di dalam keraton ataupun untuk merayakan upacara-upacara penting. 

Namun, perubahan paling penting terjadi pada akhir abad ke-19. Seni pertunjukan ini keluar tembok keraton dan mulai dikemas menjadi pertunjukan komersial.

Zaman berubah, begitu pun produk-produk kebudayaan yang ditantang untuk bisa mengikuti harapan akan bentuk-bentuk baru pengalaman estetis. Seni tradisi terancam ketika dalam proporsi tertentu keberadaannya tidak mengalami pengembangan. 

"Miniseri Nyantrik dibuat sebagai jawaban atas kegelisahan melihat kenyataan begitu lebarnya jarak antara seni klasik tradisi dan generasi muda," terang Dirjen Hilmar.

Awal penciptaan Nyantrik ditujukan untuk menyampaikan muatan tradisi dalam bahasa hari ini.

Fragmen-fragmen dalam epos Mahabrata dan Ramayana yang sarat akan nasihat bijak dibungkus dengan kemasan yang menarik dan menghibur dengan perpaduan teknologi visual, namun masih dalam sentuhan seni klasik. (esy/jpnn)


Redaktur : Djainab Natalia Saroh
Reporter : Mesyia Muhammad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler