M. Asmui Kammuri, Jatuh Bangun Mengelola Bisnis Minuman

Naik Pangkat dari Gerobak Menjadi Kafe

Minggu, 11 Maret 2012 – 00:11 WIB
M Asmui Kammuri, pemilik Javapuccino Coffee saat ditemui di rumahnya, di kawasan Pamulang, Tangerang Selatan, 23 Februari 2012. Foto: M. Dinarsa Kurniawan/JAWA POS

Berawal dari gerobak minuman sederhana, M. Asmui Kammuri kini sukses mengelola bisnis minuman. Melalui bendera Javapuccino, dia melebarkan sayap usahanya ke seluruh Indonesia.
 
  M. DINARSA KURNIAWAN, Jakarta
 
ASMUI kini tak lagi menghuni rumahnya di kawasan Pamulang, Tangerang Selatan. Dia memboyong keluarganya ke Bogor. Di rumah itulah dia mengendalikan seluruh kegiatan bisnis, mulai menyimpan bahan-bahan produksi hingga menerima para relasi bisnis.
 
Di ruang tamu, selain terdapat satu set sofa, ada gerobak Javapuccino, usaha minuman miliknya. "Produk utamanya adalah kopi dan teh yang diolah dari kopi arabika dan robusta Indonesia, serta teh dari Slawi, Jawa Tengah," kata Asmui tentang produk minuman yang dikelolanya.
 
Saat ini ada sekitar 450 outlet Javapuccino di seluruh Indonesia. Di antara jumlah itu, 49 unit adalah milik Asmui yang tersebar di Jakarta, Tangerang, Bogor, dan Semarang. Sisanya adalah milik para franchiser yang bekerja sama dengan dia.

Asmui memang tinggal menangguk keuntungan dari usahanya. Tapi, hal itu tidak datang dengan sendirinya. Lelaki kelahiran Semarang, 24 Oktober 1985, itu harus bekerja ekstrakeras sebelum bisnisnya berkembang seperti sekarang. Dia mengawali usahanya saat kuliah di Program Studi Akuntansi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, pada 2006.

Ketika itu dia bikin lembaga bimbingan belajar (LBB) yang diberi nama Smart College. Asmui mengumpulkan kawan-kawannya di kampus untuk disalurkan menjadi guru les privat.

Sebelumnya dia pernah menjadi tentor di LBB Bintang Pelajar. Hasil dari bisnis itu sesungguhnya lumayan. Namun, usahanya tersebut bubar setelah berjalan dua tahun. Penyebabnya adalah bisnis itu mengganggu kuliah. Karena menjalankan usahanya itu, dia sering tidak masuk kelas. Nilainya pun banyak yang turun.

Meski begitu, naluri bisnis Asmui tidak mati. Dia harus melakukan itu untuk membantu biaya kuliah. Orang tuanya adalah petani sehingga secara finansial tidak bisa diandalkan sepenuhnya untuk membiayai kuliah Asmui. Berbisnis juga harus dilakukan Asmui sebagai upaya melunasi utang-utangnya yang menggunung.

Kali ini dia menjajal usaha minuman. Alasannya, pengelolaannya mudah dan untung yang didapat besar. "Kalau makanan, lebih merepotkan. Apalagi, makanan juga lebih mudah basi. Kalau tidak laku, malah bisa merugikan," urainya.

Awalnya dia menamai minumannya itu Josstea. Namun, Asmui gagal mendapat hak paten. Yang berhasil adalah nama Javapuccino. Dalam meracik berbagai minuman yang akan dijual, dia mengambil kursus barista kepada seorang kawannya yang bekerja sebagai bartender.

Lalu, pada 2 Februari 2008, dia memberanikan diri membuka kios minuman kopi dan teh di Ciputat. Dia bermodal Rp 3 juta untuk membuat gerobak dan menyewa tempat.

Tak disangka, minuman yang dijualnya laris manis. Dia pun bisa tetap masuk kuliah dan menggaji sang teman yang membantu berjualan. Seperti usaha jalanan lainnya, dia harus menghadapi premanisme yang meminta jatah uang keamanan. Gerobak yang dititipkan di sebuah tempat penitipan kerap dijarah. Suatu ketika, kotak penyimpanan es yang hilang. Di lain waktu blender yang raib.

Namun, Asmui tidak menyerah. Pada 2008, dia menyediakan ice blend coffee dan aneka teh. Setahun kemudian bertambah dengan bubble drink dan smoothies. Sebelum setahun berdagang, dia berhasil menyewa tempat di kantin UIN.

Kampus dan sekolah menjadi tempat utama Asmui membuka dagangan. Saat ini, selain di UIN, outlet Javapuccino berada di Universitas Indonesia, Universitas Trisakti, Universitas Tarumanegara, Universitas Padjadjaran, Universitas Sumatera Utara, dan sejumlah kampus lainnya.

Pengembangan ke sejumlah instansi pendidikan itu berhasil dilakukan setelah pada 2009 dia membuka kesempatan bagi pihak-pihak yang tertarik menjalankan bisnis itu dengan cara franchise. Selain di kampus-kampus, outlet Javapuccino dijumpai di sejumlah supermarket dan pusat perbelanjaan. Dia kemudian mendirikan PT Javapuccino Coffee untuk mewadahi usahanya itu.

Asmui menargetkan usahanya naik pangkat, dari gerobak menjadi kafe. Pilot project kafenya telah dibuka di UIN. Setelah ini, kafe-kafe serupa akan merambah ke gedung-gedung perkantoran.

"Hingga kini, belum banyak persaingan di gedung perkantoran. Biasanya di satu kantor hanya terdapat satu kafe," paparnya. "Sedangkan di Jakarta masih banyak gedung perkantoran yang belum punya kafe. Jadi, pasarnya masih sangat luas," sambung Asmui. 

Cerita sukses Javapuccino membuat Asmui menuai banyak penghargaan. Di antaranya, Wirausaha Muda Sukses Terbaik 2011 dari menteri koperasi dan UKM RI, Indonesia Franchise Award 2011 kategori Fastest Growing Franchise, dan Juara Nasional Wirausaha Muda Mandiri 2010.

Tak puas hanya berhenti di satu bidang usaha, Asmui memperluas bisnisnya di bidang sepatu. Dia mengusung merek Della Luce. Pasarnya adalah kalangan menengah ke atas. Sepatu-sepatu itu diproduksi di Bogor dan dipasarkan ke seluruh Indonesia dengan sistem reseller.

Untuk menjalankan usaha sepatu, Asmui menggandeng istrinya, Wiwi Winarti. Sepatu-sepatu yang diproduksi lebih banyak adalah ragam sepatu yang digunakan kaum hawa. Pertimbangannya adalah perempuan lebih konsumtif untuk urusan alas kaki. (*/c4/ca)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Geleng-Geleng Lihat Pameran Bicycle Paling Nyentrik di Amerika (3-Habis)


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler