M16 Prediksi Coattail Effect Tidak Mempan Terhadap Pemilih Pemula

Jumat, 04 Agustus 2023 – 03:03 WIB
Direktur Mi6 Bambang Mei Finarwanto. Foto: M16 for JPNN.com

jpnn.com, MATARAM - Lembaga Kajian Sosial dan Politik Mi6 memprediksi Coattail Effect Pilpres 2024 tidak akan berdampak signifikan menaikkan insentif elektoral di kalangan pemilih pemula.

Karena itu, setiap Bakal Calon Anggota Legislatif (Bacaleg) harus mulai menyiapkan strategi untuk mendapatkan dukungan signifikan pemilih milenial dari sekarang.

BACA JUGA: Prabowo Subianto Mendominasi Pemilih Gen Z-Milenial Hingga Baby Boomers

“Pemilih milenial itu memiliki independent mindset. Mereka punya pola pikir yang independen dan enggan diatur oleh arus utama," kata Direktur Mi6 Bambang Mei Finarwanto, dalam keterangan pada media, Kamis (3/8).

Pria yang kerab disapa Didu ini menilai, mereka lebih cenderung mencari informasi sendiri, menganalisis kandidat dan isu-isu yang relevan, dan membuat keputusan berdasarkan pemahaman pribadi mereka tentang masalah tersebut. 

BACA JUGA: Indikator Politik: Mayoritas Pemilih Jokowi Kini Mendukung Ganjar di Pilpres 2024

Mantan Eksekutif Daerah Walhi NTB dua periode ini, generasi milenial tumbuh dalam era teknologi digital dan internet yang memungkinkan akses mudah ke berbagai sumber informasi. 

Imbasnya, generasi milenial sering mengandalkan media sosial dan situs berita daring untuk mendapatkan wawasan lebih mendalam tentang calon-calon anggota legislatif dari berbagai partai.

BACA JUGA: Punya Segudang Prestasi, Erick Thohir Bakal Cawapres Paling Digandrungi Pemilih Muda

Itu sebabnya, kata Didu, para pemilih milenial cenderung lebih terpapar kepada ideologi dan program partai secara langsung, daripada hanya mengandalkan popularitas Capres yang saat ini tengah melejit berdasarkan sigi yang dilakukan sejumlah lembaga survei.

”Kadidat yang ingin mendapatkan insentif elektoral dari pemilih milenial yang signifikan, tidak bisa hanya mengandalkan cara persuasi yang konvensional dengan menyebar baliho atau stiker belaka," bebernya. 

Analis politik NTB ini pun memberi bocoran bahwa pemilih milenial sering lebih peduli pada isu-isu spesifik. Mereka juga umumnya memiliki pemikiran yang lebih terbuka dan inklusif. 

Isu-isu spesifik itu kata Didu misalnya yang terkait dengan lapangan pekerjaan, perubahan iklim, kesetaraan gender, maupun yang terkait dengan informasi dan teknologi, seperti game. 

”Jadi bukan berdasarkan survei calon presiden dari partai tertentu,” tandas Didu.

Selain itu kata Didu, berdasarkan pengalaman pesta demokrasi dari beberapa negara, pemilih milenial tinggal di sistem multi-partai atau multi koalisi. 

Karena itu, dalam konteks ini, Coattail Effect menjadi lebih sulit terjadi karena pemilih memiliki pilihan yang lebih luas dan lebih beragam. 

"Sehingga pemilih milenial lebih cenderung memilih partai atau kandidat dari partai berdasarkan program dan visi partai secara keseluruhan daripada hanya karena popularitas Capres," ungkapnya. 

Didu mengatakan, memang dalam Pilpres 2024, pemilih milenial akan menjadi pemilih yang dominan di seluruh Indonesia. Termasuk di NTB. 

Data KPU menyebutkan, di NTB jumlah pemilih milenial dan Gen Z pada Pemilu 2024 Mencapai 2,1 Juta. Jumlah tersebut setara dengan 54 Persen jumlah pemilih di Bumi Gora.

Karena itu, aktivis kawakan di NTB ini mengingatkan kepada Bacaleg, bahwa 2,1 juta pemilih milenial tersebut, tidak akan mudah dipersuasi untuk kepentingan insentif elektoral. 

Mereka butuh pendekatan dan treatment yang berbeda. Apalagi, saat ini, para pemilih milenial pun sangat sadar kalau mereka dijadikan target menambah insentif elektoral karena jumlah mereka yang sangat signifikan.

”Mereka cenderung mencari wajah baru, pemimpin yang lebih transparan, dan berorientasi pada solusi atas masalah sosial dan ekonomi,” pungkas Didu. (mcr38/jpnn) 


Redaktur : M. Adil Syarif
Reporter : Edi Suryansyah

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler