MA Akan Batalkan Pembebasan Koruptor

Jumat, 31 Agustus 2012 – 09:11 WIB
JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) ternyata paham benar mengenai perilaku hakim-hakim tindak pidana korupsi (tipikor) daerah yang mudah membebaskan atau meringankan hukuman tersangka korupsi. Karena itu, instansi pimpinan Hatta Ali tersebut akan mengevaluasi kinerja hakim. Sebab, banyak hakim daerah yang terkecoh perilaku koruptor.

Ketua Muda Pidana Khusus MA Djoko Sarwoko kepada Jawa Pos mengungkapkan, modus para koruptor adalah mengembalikan uang hasil korupsinya. Tujuannya satu. Yakni, supaya unsur kerugian negara hilang dari dakwaan. "Sangat banyak koruptor yang dibebaskan setelah mengembalikan uang hasil korupsinya," ujarnya.

Cara tersebut merupakan bentuk usaha lain para koruptor untuk bebas dari jerat hukum. Bisa jadi, cara itu digunakan karena tidak semua hakim tipikor bisa dirayu seperti Kartini dan Heru Kisbandono, hakim Pengadilan Tipikor Semarang dan Pontianak yang ditangkap KPK setelah menerima suap.

Djoko memang tidak menyebutkan angka pasti hakim yang terkecoh oleh perilaku terdakwa korupsi tersebut. Yang pasti, sesuai UU Tipikor Nomor 31/1999 yang diubah menjadi UU Nomor 20/2001, ditegaskan bahwa unsur kerugian negara tidak terlalu penting.

Artinya, terdakwa boleh saja mengembalikan uang hasil korupsinya. Tetapi, hal itu tidak serta-merta menghapus hukuman pidana mereka. Paling banter, pengembalian uang tersebut akan masuk dalam pertimbangan meringankan hukuman. "Putusan pengadilan tingkat pertama, kalau memvonis bebas, salah," tegasnya.

Menurut Djoko, bukan tanpa alasan koruptor mengembalikan uang hasil kejahatannya tersebut saat sidang berlangsung. Sebab, kalau uang dikembalikan saat pra penuntutan, mereka khawatir jaksa akan menolak dan memilih untuk menjadikan uang tersebut sebagai barang bukti tambahan. Bisa-bisa harapan untuk bebas akan kandas dan dihukum lebih berat.

Atas kesalahpahaman itulah, Djoko memastikan MA bakal membalik putusan bebas atau hukuman ringan yang diterima para koruptor. Tentu saja, itu akan dilakukan saat jaksa melakukan kasasi disertai memori yang kuat. "Kami sudah komit akan hal itu. Putusan bisa kami batalkan," tegasnya.

Kabiro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur menambahkan, pihaknya berkomitmen untuk berperan dalam pemberantasan korupsi. Karena itu, putusan-putusan kontroversial hakim daerah bakal dianulir kalau masuk kasasi. Dia lantas menyebutkan, saat ini sudah banyak putusan tingkat pertama atau tingkat tinggi yang dibatalkan.

Dia mencontohkan putusan bagi mantan Sesmenpora Wafid Muharram. Sebelumnya dia divonis tiga tahun penjara. Namun, di tingkat kasasi, hukumannya diperberat menjadi lima tahun. "Banyak yang kami hukum lebih tinggi. Penting supaya menimbulkan efek jera bagi para pelaku lainnya," ujarnya.

Ridwan juga menegaskan, komitmen MA tersebut ditujukan untuk memberikan shock therapy bagi pengadilan tipikor daerah supaya tidak main-main dengan kasus korupsi yang masuk extraordinary crime. Intinya, hakim daerah bisa saja bermain dengan putusannya. Tapi, saat masuk kasasi, bisa dipastikan putusan itu bakal dibatalkan. "Kalau memang tidak bebas, jangan dibebas-bebasin. Termasuk, mereka yang mengembalikan uang hasil korupsi," sindirnya.

Di tempat terpisah, Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat, ada 84 hakim tipikor di 14 pengadilan tipikor yang berpotensi bertindak menyimpang. Pengadilan tipikor itu, antara lain, Surabaya, Bandung, Samarinda, Medan, Semarang, Makassar, Bengkulu, Padang, Mataram, Manado, Kendari, Serang, dan Jogjakarta.

Menurut ICW, hakim tersebut bermasalah karena aspek integritas, kualitas, dan administratif yang tidak terbangun dengan baik. Hakim-hakim yang integritasnya rendah juga terlihat dari putusannya yang tidak wajar. Semua itu didapatkan ICW setelah beberapa bulan melakukan tracking terhadap para hakim.

"Sangat banyak aspeknya. Mulai belum menyerahkan laporan harta kekayaan pejabat negara (LHKPN), merangkap menjadi pengacara, dan berhubungan dengan pihak berperkara," ungkap anggota Badan Pekerja ICW Emerson Yuntho.

Dia juga memberikan tip untuk mengetahui apakah hakim yang sedang menangani kasus korupsi itu bermasalah atau tidak. Lazimnya, hakim yang tidak berintegritas atau berkualitas rendah cenderung pasif saat sidang. Namun, sikap itu langsung berbalik begitu berada di luar sidang.

"Hakim tipikor daerah yang masih menemui pihak berperkara bisa kongkalikong untuk memberikan vonis bebas atau ringan," ujarnya. Dia juga menulis di blog-nya, kurang dari dua tahun, sudah ada 40 terdakwa perkara korupsi yang dibebaskan pengadilan tipikor daerah.

Donald Faridz dari divisi hukum dan monitoring peradilan menambahkan, ICW saat ini sedang menyelesaikan riset tentang 71 terdakwa korupsi yang divonis bebas oleh pengadilan tipikor daerah. Dia berharap KY dan MA bisa membereskan hakim-hakim bermasalah tersebut.

"Hasil rekam jejak sudah kami serahkan. Semua kami sampaikan. Mulai indikasi suap hingga pelanggaran kode etiknya," katanya. (dim/c5/nw)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Polisi Tewas Ditembak

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler