Juru bicara MA, Hakim Agung Djoko Sarwoko menuturkan, vonis MA tersebut bisa menjadi pelajaran bagi masyarakat umum untuk mempergunakan telepon selular dengan tepat. Putusan tersebut juga akan memberikan efek shock therapy bagi banyak pihak termasuk pelaku penipuan melalui pesan singkat. "Kami juga berharap pihak provider juga menertibkan pemakaian saluran seluler, khususnya penertiban penggunaan kartu perdana. Kalau tidak terdaftar, ya jangan dilayani,"jelas Djoko ketika dihubungi, Kamis (16/8).
Djoko mengungkapkan, saat ini, sangat mudah mendapatkan nomor perdana bahkan dengan harga murah. Dia membandingkan dengan di negara-negara seperti Australia dan Singapura, dimana pembelian kartu perdana mensyaratkan adanya passport. Kemudahan menggunakan kartu perdana seluler tersebut, lanjut dia, banyak disalahgunakan. Djoko pun pernah menjadi korbannya.
"Saya bolak balik menerima SMS dari orang tak dikenal yang nadanya menghina dan merendahkan. Mungkin bukan ditujukan kepada saya, tapi kepada hakim agung pada umumnya. Tapi, itu sudah merupakan sebuah kejahatan. Setelah saya coba tracking, tidak ketemu orangnya, karena nomornya tidak terdaftar,"tegasnya.
Karena itu, sebagai langkah pencegahan, kata dia, MA akan kerap mempublikasikan kasus-kasus yang menyangkut SMS bernada porno atau menghina. Tidak hanya itu, Djoko menekankan, MA bahkan akan meningkatkan hukuman bagi pelaku kejahatan teknologi tersebut. "Nanti akan kita tingkatkan terus hukumannya. Kasus yang ini memang baru pertama. Tapi ini nantinya akan menjadi landmark decision yang akan diikuti hakim-hakim lainnya. Tergantung kadar perbuatannya, semakin parah dampaknya, semakin berat juga hukumannya,"ujar Ketua Muda Pidana Khusus MA tersebut.
Sementara itu, terkait kasus Saiful, Djoko menuturkan kasus tersebut sudah merupakan sebuah kekerasan seksual (sexual harassment) bagi perempuan. Djoko mengatakan, di negara maju seperti Amerika, bentuk sexual harassment tidak harus berupa sentuhan. "Melontarkan kata-kata yang merangsang juga termasuk kekerasan seksual. Kalau itu disampaikan lewat ponsel nilainya sama dengan dilakukan dengan oral dalam hukum. Jelas bisa kena pidana,"urainya.
Sebelumnya, Djoko yang kebetulan menjadi ketua majelis kasasi kasus ini menjatuhkan vonis lima bulan penjara terhadap Saiful Dian Effendi (22) lantaran mengirim sms seronok atau cabul ke beberapa perempuan, salah satunya bernama Adelian Ayu Septiana. Di tingkat pengadilan tingkat pertama dan banding, Saiful hanya dihukum percobaan. "Tapi, lalu beberapa waktu lalu, MA menaikkan hukumannya menjadi 5 bulan penjara," kata dia.
Sebagai informasi, awalnya Pengadilan Negeri (PN) Madiun, Jawa Timur menghukum Saiful dengan hukuman percobaan selama 10 Bulan dengan janji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi. Jika dilakukan lagi, Saiful harus meringkuk 5 bulan penjara tanpa proses hukum. Namun, jaksa penuntut tidak terima. Jaksa pun mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya. Namun," majelis Hakim PT Surabaya tetap menjatuhkan hukuman yang sama seperti vonis yang dijatuhkan PN Madiun.
Masih tak terima, jaksa mengajukan kasasi yang kemudian majelis kasasi MA yang diketuai Djoko Sarwoko memvonis Saiful selama 5 bulan penjara dengan alasan perbuatan itu termasuk kejahatan kekerasan terhadap perempuan. Perbuatan itu juga dinilai meresahkan.
Kasus ini bermula saat Saiful mengirimkan SMS berisi perkataan cabul, jorok dan porno kepada beberapa perempuan pada awal 2011. Salah satunya Adelian Ayu Septiana. Isi SMS seronok itu membuat Adel merasa risih dan dilecehkan. Terlebih, SMS itu dikirim berkali-kali. Akhirnya, Adel pun melaporkan hal ini ke polisi. Saiful dijerat Pasal 27 ayat (1) jo Pasal 45 UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). (Ken)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tahun Depan Gaji PNS Naik Lagi
Redaktur : Tim Redaksi