Di Lampung, vonis mati yang dijatuhkan Pengadilan Negeri (PN) Kalianda kepada terdakwa sopir truk Enrizal alias Buyung bin Sutan Maruh (45) pada Rabu (19/9) lalu, belakangan dianulir Pengadilan Tinggi Tanjungkarang dengan vonis seumur hidup.
Sedangkan di Surabaya, Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan putusan kontroversi karena mementahkan vonis mati yang sebelumnya dijatuhkan di tingkat kasasi. Dalam putusan peninjauan kembali (PK) dengan nomor perkara 39 K/Pid.Sus/2011, majelis hakim agung PK yang diketuai Imron Anwari dan Achmad Yamanie serta Nyak Pha selaku anggota menganulir hukuman mati bagi terdakwa kasus pemilik pabrik ekstasi Henky Gunawan.
Sementara, alasan MA mengabulkan permohonan PK dan alasan PT Tanjungkarang mengabulkan alasan banding itu karena vonis mati dianggap bertentangan dengan pasal 28 ayat 1 UUD 1945 dan pasal 4 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM).
Namun, pertimbangan majelis hakim PK dan banding ini tak mendapat dukungan penuh dari internal MA. Sebab, Ketua Muda Pidana Khusus MA Djoko Sarwoko menilai alasan majelis hakim PK menganulir hukuman mati karena bertentangan dengan pasal 28 ayat 1 UUD 1945 harusnya perlu diteliti lebih jauh.
Seharusnya, kata dia, pertimbangan untuk menganulir hukuman mati tidak sesuai jika harus membandingkannya dengan UUD 1945. Sebab, penerapan hukuman mati bagi pelaku tindak pidana tetap sah di Indonesia.
Pasalnya sebelum majelis hakim memberikan vonis mati, kata Djoko, tentunya melalui tahapan proses hukum dan berbagai pertimbangan. Sehingga apakah pantas dan wajar sesuai perbuatannya hingga yang bersangkutan harus diberikan hukuman mati.
Terlebih, untuk kasus narkoba, pastinya majelis hakim juga melihat dampak yang ditimbulkan. Saya juga pernah menjatuhkan hukuman mati. Sebenarnya vonis mati dianulir tidak boleh karena pidana mati di Indonesia tidak dilarang, ujar Djoko yang juga menjabat juru bicara MA kepada koran ini.
Dia menjelaskan, Indonesia sendiri merupakan satu dari 126 negara yang masih mempertahankan vonis hukuman mati bagi para pelaku kejahatan. Apalagi, hal itu diperkuat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dengan nomor perkara 15/PUU-X/2012 yang menolak adanya pencabutan hukuman mati.
Dalam pertimbangan putusan, MK menilai hukuman mati sebagai bentuk pembatasan hak asasi manusia telah dibenarkan secara konstitusional maupun berdasarkan Deklarasi Universal HAM.
Selain itu, presiden RI juga telah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Kebijakan dan Strategi Nasional di Bidang Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) Tahun 2011-2015. Vonis mati tetap berlaku dan itu merupakan hukum positif di Indonesia, kata Djoko.
Karena itu, dia memastikan bahwa putusan hakim agung yang menganulir hukuman mati belum akan menjadi yurisprudensi bagi pelaksanaan pengadilan di seluruh tanah air. Menurutnya, yurisprudensi baru berlaku setelah disepekati dalam rapat pleno hakim agung.
Seperti diketahui, majelis hakim PN Kalianda, Lampung Selatan, menjatuhkan vonis mati terhadap terdakwa Enrizal alias Buyung bin Sutan Maruh (45) pada 19 September lalu.
Terdakwa yang juga sopir truk ini terbukti secara sah dan meyakinkan terlibat dalam sindikat peredaran narkotika dengan barang bukti 3,5 ton ganja kering. Sedangkan rekannya, Juni Ardiwan bin Ali Basir (39), divonis penjara seumur hidup.
Vonis mati yang dijatuhkan PN Kalianda ini yang kedua diputus majelis hakim. Sebelumnya, PN Kalianda sudah memvonis mati terdakwa Leong Kim Ping alias Away, warga negara Malaysia, karena memiliki 45 kilogram sabu-sabu.
Pada persidangan kala itu, vonis yang dijatuhkan terhadap Enrizal lebih tinggi dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri Kalianda, yakni penjara seumur hidup.
Dasar majelis hakim dalam menjatuhkan vonis mati, Enrizal pernah lima kali mengirim ganja. Sedangkan Juni baru sekali menjadi perantara pengiriman ganja. Sidang yang terbuka untuk umum itu dengan majelis hakim yang diketuai Aryo Widiatmoko, S.H. dibantu anggotanya Afit Rufiadi, S.H. dan A.A. Oka P.B.G., S.H., M.H. serta didampingi penitera pengganti A. Latief, S.H. Terdakwa Enrizal telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam dalam pasal 114 ayat 2 jo pasal 132 ayat 1 UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. (kyd/c1/ary)
BACA ARTIKEL LAINNYA... TNI Pastikan KRI Klewang Tidak Disabotase
Redaktur : Tim Redaksi