jpnn.com, JAKARTA - Penetapan dan penahanan tersangka kasus pemalsuan dokumen Izin Usaha Pertambangan (IUP) oleh Polda Sulawesi Tengah (Sulteng) diharapkan menjadi pertimbangan Makhamah Agung (MA) yang menangani sengketa tumpang tindih sejak 2016.
Kuasa hukum PT Artha Bumi Mining Happy Hayati menyampaikan saat ini Polda Sulteng telah melakukan penahanan terhadap FMI alias F yang sebelumnya berstatus tersangka kasus pemalsuan dokumen Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT. Bintangdelapan Wahana di Kabupaten Morowali.
BACA JUGA: Pegi Diputus Bebas oleh Hakim Praperadilan, Mabes Polri Merespons Begini
Hal itu menurutnya terkonfirmasi berdasarkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) pada 5 Juli 2024. Dalam surat itu disebutkan bahwa FMI ditahan sejak 3 Juli 2024 sampai dengan 22 Juli 2024.
"Hal ini juga terkonfirmasi Kabidhumas Polda Sulteng melalui Kasubbid Penmas AKBP Sugeng Lestari di Palu pada Jumat (5/7) yang menerangkan bahwa benar Polda Sulteng telah melakukan penahanan terhadap tersangka kasus dugaan pemalsuan dokumen Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kabupaten Morowali," ujar Happy dalam keterangan yang diterima, Senin (8/7).
BACA JUGA: Ini Alasan KPU Tak Minta Maaf ke Publik Terkait Kasus Hasyim
Dia mengatakan penahanan FMI membuktikan keseriusan penyidik Polda dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Dia berharap keseriusan aparat kepolisian dapat berimbas pada pertimbangan hakim Mahkamah Agung dalam menangani sengketa tumpang tindih sejak 2016.
"Karena Mahkamah Agung (MA) merupakan pilar utama atas keadilan dan sebagai titik akhir sengketa tumpang tindih IUP PT. Artha Bumi Mining dengan PT. Bintang Delapan Wahana," lanjut Happy.
BACA JUGA: Ekonom Soroti Kredit Macet di LPEI
Happy menerangkan Yurisprudensi MA dalam kaidah hukum Putusan MA RI Nomor 3 PK/TUN/2021 menyatakan bahwa sikap Pejabat Tata Usaha Negara yang Konsisten melaksanakan perintah Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang telah Berkekuatan Hukum Tetap, merupakan sikap yang harus dihormati oleh Badan Peradilan Tata Usaha Negara.
“Dalam kondisi hukum yang demikian, Hakim Peradilan Tata Usaha Negara tidak diperbolehkan duduk di kursi pemerintahan guna menilai sikap konsistensi tersebut. Mengingat sikap tersebut lahir dari perintah badan peradilan tertinggi, yaitu Mahkamah Agung,” jelas Happy.
Lebih lanjut Happy mengatakan permasalahan tumpang tindih Wilayah IUP antara PT. Artha Bumi Mining dengan PT. Bintang Delapan Wahana terjadi sejak 2014, sejak terbitnya Surat Keputusan (SK) Bupati Morowali Nomor: 540.3/SK.001/DESDM/I/2014 tanggal 7 Januari 2014 Tentang Persetujuan Penyesuaian Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP-OP) kepada PT Bintang Delapan Wahana (BDW), yang diduga terbit berdasarkan surat palsu yakni Surat Dirjen Minerba Nomor 1489/30/DBM/2013.
Surat yang ditujukan kepada Bupati Morowali ini terkait Penyesuaian IUP-OP PT Bintang Delapan Wahana tertanggal 3 Oktober 2013.
Happy menjelaskan sebelumnya IUP PT. Bintang Delapan Wahana berada di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara. Hal ini dikuatkan dengan adanya SK Bupati Konawe Nomor 29 Tahun 2010 tanggal 5 Januari 2010 tentang Persetujuan IUP – OP kepada PT. Bintang Delapan Wahana.
"Lokasi IUP berada di di Kecamatan Routa, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Namun pada 2014, lokasi IUP berpindah ke wilayah Morowali, berdasarkan SK Nomor 1489/30/DBM/2013 dan kemudian dimuat dalam SK Bupati Morowali Nomor: 540.3/SK.001/DESDM/I/2014 tanggal 7 Januari 2014," papar Happy.
Terbitnya IUP PT. Bintang Delapan Wahana di wilayah Morowali, kata dia, sebagai kesalahan oleh Bupati Morowali. Ini terbukti dengan Bupati Morowali mencabut IUP tersebut melalui SK Bupati Morowali Nomor 188.4.45.KEP.0243/DESDM/2014 tanggal 18 November 2014. Menurut Happy, seharusnya dengan adanya pencabutan tersebut, permasalahan tumpang lokasi IUP selesai.
Akan tetapi pada 2015, Gubernur Sulteng mencabut SK Bupati Morowali melalui SK Gubernur Sulteng Nomor: 540/723/DESDM-GST/2015, tanggal 2 Desember 2015, dan menerbitkan Penciutan Wilayah IUP PT. Artha Bumi Mining dengan PT. Bintang Delapan Wahana pada Tahun 2016.
"Padahal terhadap IUP PT. Artha Bumi Mining adalah IUP sah dan terverifikasi saat rekonsiliasi IUP, sementara IUP PT. Bintang Delapan Wahana tidak pernah masuk dalam proses rekonsiliasi, dan tidak pernah diserahkan kepada Gubernur pada saat rekonsiliasi IUP," kata Happy. (tan/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kredit Macet di LPEI, Pengamat: Pengelolaan BUMN Seharusnya Satu Pintu
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga