"Kalau memang yang tersaring hanya satu atau dua hakim saja tapi itu integritasnya benar-benar layak dan bagus ya no problem. Dari pada mengangkat banyak hakim tapi integritasnya buruk buat apa," kata Ketua Muda Pidana Khusus Mahkamah Agung Djoko Sarwoko kemarin (26/8).
Menurutnya, menyaring sedikit hakim yang berkualitas lebih menguntungkan daripada merekrut banyak hakim ad hoc yang tidak jelas. Sebab, dengan banyaknya merekrut hakim namun latar belakangnya tidak jelas malah bisa memicu masalah yang lebih berat. Pengawasan pun akan berjalan lebih berat.
Seperti diketahui dalam seleksi tertulis 17 Juli lalu, panitia seleksi mengumumkan ada 89 calon yang lolos. Jumlah tersebut terdiri atas 39 calon yang merupakan kandidat hakim ad hoc tipikor tingkat banding, sedangkan 50 orang merupakan calon hakim ad hoc tipikor tingkat pertama.
Untuk itu, Djoko meminta agar rekrutmen hakim ad hoc tahun ini dilangsungkan seketat mungkin. Terutama soal penelusuran rekam jejak calon hakim yang kini dipercayakan ke Indonesia Corruption Watch (ICW). "Mereka (ICW) harus bekerja tanpa ampun mencari yang terbaik," imbuhnya.
Bahkan, untuk memberikan kesempatan agar seleksi bisa berjalan baik, MA pun memperpanjang seleksi. Semula penelusuran rekam jejak hakim dilakukan pada 6 " 24 Agustus. Tapi kini telah diperpanjang hingga 17 September.
Saat disinggung berapa sebenarnya hakim ad hoc yang dibutuhkan dalam seleksi tahun ini, Djoko mengaku tidak mengetahui tapi kata dia, yang diutamakan adalah daerah-daerah yang kekurangan lantaran hakimnya dipecat karena terkait korupsim seperti di pengadilan Tipikor Semarang.
Namun jika memang nanti yang tersaring sedikit, maka Djoko meminta agar orang-orang terpilih tersebut tenaganya digunakan untuk memperkuat pengadilan tipikor Jakarta yang selama ini sudah bekerja dengan baik. Jadi tidak menutup kemungkinan kasus-kasus di daerah yang rawan terjadi kepentingan di daerahnya bisa dilangsungkan di Jakarta.
Hal itu memang pernah dilakukan KPK dalam menyidangkan kasus korupsi pembahasan APBD Kota Semarang dengan tersangka Wali Kota Semarang Soemarmo. Sidang yang sejatinya dilangsungkan di Pengadilan Tipikor Semarang, atas persetujuan MA dipindahkan ke Jakarta.
"Saat ini hakim ad hoc di Jakarta jumlahnya hanya sepuluh orang. Kalau meneurut saya idelnya harus ada 18 hakim ad hoc," imbuhnya. Menurutnya dengan memperkuat hakim ad hoc di Jakarta, itu akan memudahkan pengawasan. Bahkan Djoko pun bercita-cita ingin membangun pengadilan tipikor di setiap pengadilan negeri di Jakarta. Yakni di Pengadilan Tipikor Jaktim, Jakbar dan Jaksel. (kuh)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Brimob dan TNI Lacak Pelaku Kisruh Sampang
Redaktur : Tim Redaksi