MA Kabulkan Permohonan PK Kasus Mafia Tanah Eks Diplomat Kemenlu

Senin, 27 Mei 2024 – 09:45 WIB
MA kabulkan permohonan PK kasus mafia tanah eks diplomat Kemenlu: Radar Semarang

jpnn.com, JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permintaan peninjauan kembali (PK) kasus mafia tanah yang menimpa mantan Diplomat Kementerian Luar Negeri (alm) Djohan Effendi, pada 2016.

PK atas Putusan Kasasi No 2721 K/Pdt/2021 itu sebelumnya diajukan oleh ahli waris, yakni Luthfi Adrian dan Siti Sarita, melalui kuasa hukum, pada 21 September 2022.

BACA JUGA: Menteri AHY Ungkap Puluhan Mafia Tanah Sudah Masuk Target Operasi, Tunggu Saja!

Objek perkara kasus ini, yaitu sebuah rumah di Jalan Kemang V No.12, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, milik Djohan Effendi, yang diambil alih oleh sindikat mafia tanah melalui jual beli bodong.

Kuasa hukuk korban, Arlon Sitinjak mengatakan, pada 3 Mei 2023, sah secara sah bahwa rumah tersebut adalah miliki korban.

BACA JUGA: Merasa Ditipu Mafia Tanah, Diplomat Indonesia Menuntut Keadilan

"Jadi, perkara ini sudah kami menangkan melalui putusan majelis di peninjauan kembali MA," kata Arlon Sitinjak, Minggu (26/5).

Kasus ini bermula saat rumah tersebut dikontrakkan kepada Husin Ali Muhammad pada 2016, seharga Rp 45 juta per bulan. Husin disebutkan sering mengadakan pengajian di rumah itu dan ikut mengundang korban.

BACA JUGA: Heikal Safar Berharap AHY Bisa Memberantas Mafia Tanah yang Merajalela

Selang beberapa waktu, pelaku meminjam dua sertifikat (SHM) korban dengan dalih ingin menurunkan daya listrik. Awalnya Djohan hanya memberikan berupa fotocopy-an saja, namun, Husin kembali berdalih jika PLN meminta menunjukkan SHM asli.

Untuk meyakinkan korban, pada 12 Juli 2016, pelaku membawa serta petugas PLN abal-abal yang dilakoni oleh Fauzi. Alhasil, korban pun meminjamkan kedua sertifikat asli, yang kemudian dipalsukan oleh pelaku.

"Begitu diserahkan, hanya beberapa menit dikembalikanlah ah sertifikat yang sudah dipalsukan sebelumnya oleh pelaku dan aslinya sudah mereka kuasai," ujar Arlon.

Mantan Kasat Narkoba Polres Metro Bekasi itu melanjutkan, pelaku yang memegang sertifikat asli, bersama dengan sosok Djohan Effendi abal-abal yang diperankan Halim (DPO), menjual rumah korban kepada Santoso Halim seharga Rp 15 miliar.

Lalu, pada 12 Agustus 2016 dibuatlah akta jual beli bodong itu seakan-akan terjadi transaksi yang sah di hadapan Notaris/PPAT Lusi Indriani. Dalam transaksi tersebut, Santoso mentransfer sebesar Rp 8 miliar.

"Yang membuat sangat janggal, uang pembelian bukan diserahkan kepada si penjual, yaitu Halim DPO atau Djohan Effendi figur, tetapi diserahkan kepada Husin," ungkap Arlon.

Djohan yang terkejut atas kejadian tersebut, lalu meminta pemblokiran SHM ke BPN. Namun, BPN membuka pemblokiran tanpa mengkroscek siapa sebenarnya Djohan Effendi yang asli.

Kasus ini kemudian dilaporkan korban secara perdata dan pidana ke Polres Jakarta Selatan, pada 6 Februari 2017.

Husin pun akhirnya ditangkap dan dihukum 4 tahun penjara karena terbukti melakukan pemalsuan akta autentik dan pemalsuan surat, baik di pengadilan tingkat pertama, banding hingga kasasi. (jlo/jpnn)


Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler