Mahakam Dikuasai Tambang, Terumbu Karang Terancam

Kamis, 25 Oktober 2012 – 13:17 WIB
TENGGARONG - Sepanjan g Daerah Aliran Sungai (DAS) Mahakam di Kutai Kartanegara (Kukar), sebagian besar dikuasai konsesi pertambangan. Bahkan, data Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim menyebutkan, terdapat ratusan perusahaan tambang yang beroperasi di sepanjang Sungai Mahakam.

Dinamisator Jatam Kaltim Kahar Al Bahri menyebut, tak hanya ratusan perusahaan tambang yang wilayah operasinya berdekatan dengan sungai, pelabuhan batu bara (jetty) juga “menjamur” di sepanjang yang mengalir dari Kutai Barat (Kubar), Kukar, sampai Samarinda itu.

Terlebih, Pemprov Kaltim telah menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) tentang larangan hauling di jalan umum yang mulai berlaku September 2013, ini akan membuat aktivitas angkutan batu bara sebagian besar dialihkan ke sungai. Dengan demikian, aktivitas angkutan batu bara di perairan Mahakam juga bakal meningkat. Ini yang menyebabkan jetty di perairan Mahakam jumlahnya meningkat.

Menurut dia, pelabuhan batu bara ini tentu disertai penyediaan conveyor, untuk memindahkan “emas hitam” ke ponton. Aktivitas pertambangan pun kian dekat dengan sungai. “Kini jumlah jetty yang beroperasi di Sungai Mahakam saja mencapai ratusan,” bebernya.

Saat ini, dia juga meyakini, banyak jetty yang beroperasi di sepanjang sungai belum memiliki perizinan yang lengkap. Namun keberadaannya tak mendapatkan pengawasan yang ketat.

Menurutnya,  hampir sebagian besar perusahaan tambang yang wilayah operasinya berdekatan dengan Sungai Mahakam, itu membuang limbah ke sungai. Belum lagi dampak dari adanya pembukaan lahan pertambangan, yang bisa melarutkan tanah ke sungai. Ini pengaruhnya cukup besar terjadinya proses sedimentasi.

Ia menjelaskan, sebenarnya ada Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 04/2012 tentang Indikator Ramah Lingkungan untuk Usaha atau Kegiatan Penambangan Terbuka Batu Bara. Dalam aturan itu disebutkan, jarak minimal aktivitas penambangan dengan fasilitas umum (fasum) sekitar 500 meter. Tapi sayang, aturan ini sepertinya belum disosialisasikan di Kaltim. Jika Pemkab Kukar memberlakukan aturan ini, sejatinya perusahaan tambang harus beroperasi minimal 500 meter dari fasum.

Senada, penggiat lingkungan Niel Makinuddin membenarkan, jika penambangan batu bara yang lokasinya berdekatan dengan sepanjang DAS Mahakam, itu bisa memengaruhi proses terjadinya sedimentasi.

Ia menyebut, pendangkalan Mahakam itu merupakan konsekuensi logis dari adanya pembukaan lahan. Terlebih curah hujan di Kaltim saat ini cukup tinggi. Sehingga proses sedimentasi juga bakal berlangsung cepat. Limbah yang dihasilkan dari pembukaan tambang akan larut dibawa air menuju sungai.

Menurutnya, beranda Kaltim merupakan Selat Makassar yang dikenal dengan nama The World Coral Triangle (Segitiga Karang Dunia). Daerah itu terkenal kaya dengan keragaman terumbu karang dan ikan. Jika di hulu Mahakam terjadi pembukaan lahan, maka akan memengaruhi hilirnya. Termasuk sedimentasi akan berdampak hingga ke daerah Segitiga Karang Dunia.
Jika demikian, kata dia, maka dipastikan salah satu terumbu karang terbaik di dunia itu juga bakal rusak. Sebab sedimentasi di DAS Mahakam yang begitu tinggi, membuat karang “tenggelam” dari  proses pendangkalan itu.
 
Selain itu, kalau proses itu terjadi, dipastikan banyak ikan yang hidup di sekitar terumbu karang akan mati. Sebab rumah mereka hancur dan rantai makanan ikan yang berada di sekitar terumbu karang juga hilang. “Sedimentasi ini bisa memengaruhi oksigen pada sungai dan laut. Itu juga bisa memengaruhi kehidupan biota yang ada di dalamnya,” jelas dia.
Niel mengungkapkan, sedimentasi yang terjadi begitu cepat di perairan Mahakam, lantaran obral izin pertambangan yang begitu merajalela. Sehingga penambangan batu bara yang lokasinya berdekatan dengan Sungai Mahakam jumlahnya banyak. Itu pula yang membuat warna Sungai Mahakam terus mengeruh. “Coba lihat warna air Sungai Mahakam dari pesawat warnanya tampak keruh. Yang paling terlihat jelas di perairan Delta Mahakam,” bebernya.

Sebelumnya, Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbangda) Kukar menggelar seminar, pada Selasa (23/10) yang bertajuk “Kajian Potensi Bio Fisik dan Sosial Ekonomi Wilayah Perikanan di DAS Mahakam”. Dalam seminar itu terungkap dari total DAS Mahakam seluas 7,8 juta hektare, sejumlah besar masuk wilayah Kukar, yang mana biota air-nya mulai terancam. Pasalnya, DAS Mahakam mengalami sedimentasi yang cukup tinggi.

Peneliti  Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Mulawarman (Unmul) Mustakim mengatakan, DAS Mahakam itu sangat luas. Banyak potensi yang bisa digali di sana. Tapi kini banyak faktor yang mulai membuat potensi itu mulai terkikis. Produksi perikanan dan udang mulai menurun, semenjak DAS mulai mengalami sedimentasi.

Menurutnya, DAS yang masuk dalam wilayah Kukar, memiliki potensi yang besar dalam kegiatan produksi perikanan, baik tangkap maupun budidaya. “Kami sudah menyelesaikan penelitian ini. Diharapkan penelitian ini bisa menjadi rekomendasi bagi Pemkab Kukar,” katanya.

Dari aliran DAS di 12 kecamatan, hampir seluruhnya mengalami sedimentasi. Proses sedimentasi tertinggi berada di Tenggarong Seberang sebesar 5.158 ton per hari. Sedangkan terendah ditemukan di Sungai Meriam yakni 25,1 ton per hari.

Dari penelitian itu dikatakan, pendangkalan Sungai Mahakam disebabkan dari beberapa faktor. Mulai adanya erosi akibat pencemaran lingkungan karena aktivitas penambangan batu bara dan perkebunan sawit. Hingga adanya penangkapan ikan secara berlebihan. (rom/kri/far)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sudah Usul Rekrut 900 CPNS

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler