SEKELOMPOK mahasiswa dari Universitas New South Wales (UNSW) beserta robot mereka, saat ini, tengah berada di Hefei, China, untuk bersaing dalam Kejuaraan Dunia RoboCup.
Tim mahasiswa tersebut akan mempertahankan gelar Juara Dunia 2014 di Liga Platform Standar.
BACA JUGA: Penganut Atheis Sampaikan Khotbah Ramadan di Parlemen NSW
Robot setinggi pinggang bermain di lapangan sepanjang 9 meter, jauh lebih kecil dari lapangan sepak bola biasa.
"Sepakbola di bawah-6 meter adalah perbandingan yang terbaik. Mereka punya dua mata, wajah, kaki, lengan, dada, seperti orang biasa, dan sedikit kikuk dengan cara jalan mereka,” kata pemimpin tim dan mahasiswa PhD, Sean Harris.
BACA JUGA: Walau Dikecam, Anggota Parlemen Australia Tetap Hadiri Kampanye Anti-Islam
Kejuaraan Dunia RoboCup: robot UNSW dalam sesi latihan. (Foto: UNSW, Grant Turner)
Setiap tim diberi robot yang sama tetapi desain perangkat lunaknya adalah hasil kreasi anggota tim sendiri.
BACA JUGA: Penyidik Asal Belanda Yakin Milisi Pro-Rusia Dalang Jatuhnya MH17
"Dalam kompetisi kami, itu adalah platform standar, jadi semua orang membeli robot yang sama dan lantas itu semua tentang kecerdasan buatan dan pemrograman serta kecerdasan yang Anda berikan pada robot," jelas Sean.
Tahun ini, penyelenggara telah mengubah aturan mereka sehingga permainan lebih mirip sebuah pertandingan sepak bola yang nyata, tetapi itu justru membuat kompetisi lebih sulit.
"Tiang gawang dulunya berwarna kuning dan tak ada benda lainnya di lapangan yang berwarna kuning, sehingga cukup mudah untuk mengenali tiang gawang di mana pun robot berada," kemuka Sean.
"Sekarang mereka berwarna putih sehingga mereka terlihat seperti yang lainnya di lapangan - semua robot berwarna putih dan semua garis juga putih - Itu adalah warna yang sangat umum dan sangat sulit bagi robot untuk melihat gawang," jelasnya.
Permainan ini sekarang menggunakan peluit di final, yang artinya robot harus mampu untuk mendengarkan suara peluit juga.
"Ada lebih banyak tantangan ekstra yang harus anda perbaiki sebelum Anda bahkan bisa kembali ke tingkat yang sama seperti tahun lalu, apalagi memperbaiki hal itu," ungkap Sean.
Robot seharusnya sama semua, tapi Sean mengatakan, sulit untuk tak melekat pada mesin hidup.
"Mereka semua memiliki kebiasaan mereka sendiri, kami menamai mereka secara berbeda. Tahun ini, robot diberi nama seperti dewa Norse, jadi kami punya Thor, Loki, Odin, hal-hal seperti itu dan mereka semua memiliki kepribadian," tuturnya.
Hal ini mungkin tampak seperti permainan, tapi dunia robot memang memiliki sisi serius, dan Sean mengatakan, teknologi yang mereka gunakan bisa diterapkan lebih luas.
"Jadi misalnya, selama beberapa tahun, kami juga bersaing dalam kompetisi tim penyelemat RoboCup, di mana kami harus membuat robot berada di sekitar lokasi bencana, membangun peta dan menemukan korban serta menyelamatkan mereka," utaranya.
Ia menerangkan, "Jadi kami bisa menggunakan teknologi yang kami buat, yang kami kembangkan untuk RoboCup sepak bola, di mana robot harus menemukan letak titiknya di lapangan, berkomunikasi dengan rekan-rekan setim dan mengoper bola, serta menggunakan teknologi itu untuk kemudian mengembangkan aplikasi lain seperti bagaimana mengkoordinasikan robot dalam sebuah adegan penyelamatan."
Tim Universitas New South Wales memenangkan kejuaraan tahun lalu ketika mereka mengalahkan Jerman. Sean mengatakan, sekarang timnya tampil baik.
"Kami cukup optimistis pada saat ini semuanya akan berjalan dengan baik," ungkapnya.(admin)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mantan Anggota Kelompok Rasis Minta Maaf kepada Umat Islam Australia