Mahfud: Tiga Hal yang Menjadi Sorotan Pembentukan Omnibus Law

Rabu, 26 Februari 2020 – 22:10 WIB
Presiden Joko Widodo dan Prof Mahfud MD di Istana Merdeka, Kamis (26/9). Foto: M Fathra N Islam/JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Menko Polhukam Mahfud MD mengidentifikasi tiga hal yang menjadi masalah dalam pembentukan Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Identifikasi itu didapat Mahfud setelah bertemu perwakilan buruh dari KSPI, FSP LEM SPSI, dan FSPI di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Rabu (26/2).

Menurut Mahfud, hal pertama yang mengakibatkan munculnya polemik di dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja, yakni adanya keberatan buruh.

BACA JUGA: Dukung Omnibus Law Bidang LHK, Komisi IV DPR Minta Pemerintah Tetap Berhati-hati

Menurut Mahfud, buruh keberatan dengan ketentuan tentang upah minimum kabupaten yang disatukan dengan provinsi dan ketentuan jam lembur

"Mereka tidak sependapat," kata Mahfud, Rabu.

BACA JUGA: Said Iqbal: RUU Cipta Kerja Tak Sesuai Harapan Jokowi

Mahfud menghargai pendapat buruh yang keberatan atas ketentuan di Omnibus Law. Dia menyebut keberatan buruh bisa disampaikan ke DPR karena draf Omnibus Law RUU Cipta Kerja sudah masuk Senayan.

"Nah, kalau tidak sependapat ini tidak apa-apa. Dibahas saja di sana. Nanti yang mana yang disetujui oleh DPR dan pemerintah, kan, bisa," tutur dia.

BACA JUGA: Penetapan Upah Minimun di RUU Cipta Kerja Dinilai Tak Fair

Mahfud melanjutkan, hal kedua yang menjadi masalah yakni berkaitan Pasal 170 di Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Menurut Mahfud, pemerintah menyadari terdapat salah ketika merancang Pasal 170.

"Pasal 170 yang menyatakan bahwa sebuah peraturan pemerintah bisa mengubah isi undang-undang. Itu dari sudut ilmu perundang-undangan salah. Oleh karena substansinya salah, mengetiknya juga jadi salah, karena yang diketik yang salah," tegas dia.

Selanjutnya, kata Mahfud, terdapat pihak yang tidak paham secara utuh tentang isi dari Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Untuk persoalan ini, pihak-pihak yang tidak paham itu dapat mengonfirmasi ke pembentuk RUU tersebut.

"Di situ kalau memang cuma tidak paham. Kalau tidak sependapat, ya, berdebat sampai pendapat mana yang dianggap bagus," kata dia. (mg10/jpnn)


Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler