jpnn.com, JAKARTA - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Mahfuz Sidik menilai pembelahan politik setelah Pilpres 2019 bisa mengganggu program pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-19.
Misalnya, kata dia, ketika pemerintah meluncurkan program vaksinasi untuk memberikan herd imunity di masyarakat.
BACA JUGA: Satgas Covid-19 Sebut Pasien Isoman Gratis Akses Layanan Telemedisin, Ini Syaratnya
"Situasi ini akan menciptakan bias kebijakan politik dan juga bias persepsi terhadap kebijakan-kebijakan politik di dalam penanganan pandemi Covid-19," kata Mahfuz dalam keterangan persnya, Kamis (15/7).
Alumnus Universitas Indonesia itu memaparkan persepsi publik Lembaga Survei Median mengenai penanganan pandemi Covid-19.
BACA JUGA: 189 Pasien Covid-19 sedang Isolasi Mandiri di Kepulauan Seribu
Dalam survei Median menyatakan bahwa hanya 51,1 persen masyarakat yang percaya dengan vaksin. Sisanya 48,9 persen tidak memercayai vaksin.
Selanjutnya, kata Mahfuz sembari mengutip survei Median, hanya 51,8 persen responden sadar risiko dan bahaya Covid-19. Namun, 48,2 persen tidak sadar dan takut risiko dan bahaya penyakit dari virus SARS-Cov-2 itu.
BACA JUGA: Kasus Covid-19 Makin Tak Terkendali, Riau Persiapkan PPKM Darurat
Menurut dia, temuan survei Median itu merefleksikan situasi pembelahan politik akibat Pilpres yang belum tuntas dan dibarengi disinformasi yang masih terus berlanjut selama pandemi.
"Hoaks tentang Covid-19 sering kali bercampur baur dengan berita-berita hoaks tentang polarisasi politik," katanya.
Mahfuz kemudian melanjutkan pemaparannya mengenai hasil survei Median.
Berdasarkan basis pilihan politik, kata dia, pendukung Joko Widodo lebih banyak yang provaksin yaitu mencapai 62,2 persen. Di sisi lain, pendukung Prabowo Subianto) yang percaya vaksin cuma 35,7 persen.
"Harus Pak Jokowi dan Pak Prabowo duduk bareng bicara ke publik bahwa vaksin itu kewajiban bagi kita semua," harap Mahfuz.
Mahfuz berharap pemerintah belajar dari negara lain di dalam menanggulangi pandemi Covid-19. Ada tiga hal yang perlu dilakukan yaitu meningkatkan kesadaran kolektif, membuat kebijakan terarah, dan membangun solidaritas nasional.
"Perlu ada pembenahan menyeluruh dalam berbagai aspek, bukan saja di pemerintahan, tetapi terlebih juga di masyarakat," beber pria kelahiran Jakarta itu. (ast/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan