jpnn.com, RAMALLAH - Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengumumkan pejabat yang akan menjadi penggantinya jika jabatannya tiba-tiba vakum atau kosong.
Tokoh berusia 89 tahun itu menyebut Ketua Dewan Nasional Palestina (PNC) Rawhi Fattuh akan menjadi presiden ad interim.
BACA JUGA: Mahmoud Abbas Temui Xi Jinping, Tiongkok Terus Dukung Perjuangan Palestina
Sebenarnya masa jabatan Abbas sebagai Presiden Otoritas Nasional Palestina (PNA) telah berakhir pada 2009. Namun, tokoh Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) itu menolak lengser maupun menunjuk suksesornya.
Semula konstitusi di Negeri Para Nabi itu sudah mengatur tentang jabatan ketua Dewan Legislatif Palestina (PLC) menjabat presiden jika terjadi kekosongan kekuasaan.
BACA JUGA: Bertemu Mahmoud Abbas, SBY Tak Sebut Israel
Namun, Abbas membubarkan PLC yang didominasi legislator dari Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) pada 2018.
Sejak 2007, Hamas menguasai Jalur Gaza dan menggusur dominasi Harakat at-Tahrir al-Wathani al-Filasthini atau Gerakan Perlawanan Palistina (Fatah) pimpinan Abbas.
BACA JUGA: Mahmoud Abbas siagakan 500 serdadu di Hebron
Sejak itulah terjadi ketegangan politik antara Fatah -dikenal sebagai kelompok sekuler- dengan Hamas terus berlangsung.
Syahdan, Abbas menerbitkan dekrit tentang penjabat presiden jika terjadi kekosongan kekuasaan di PNA.
“Jika posisi ketua Otoritas Nasional kosong karena ketiadaan dewan legislatif, presiden PNC akan mengambil alih tugas…. sementara,” demikian bunyi dalam dekrit yang dikeluarkan pada Rabu (27/11) itu.
Dekrit tersebut juga menyebutkan tentang masa transisi dan pemilu yang harus digelar dalam kurun waktu 90 hari sejak masa jabatan presiden kosong.
Walakin, tenggat waktu itu bisa diperpanjang jika terjadi force majeure atau kondisi luar biasa.
PNC merupakan pilar legislatif PLO. Anggotanya ada 700 legislator dari wilayah Palestina dan mancanegara.
Adapun Hamas yang bukan bagian PLO tidak memiliki wakil di PNC. Para pejabat PNC tidak dipilih, tetapi ditunjuk.
Abbas menerbitkan dekrit itu pada hari yang sama dengan mulai berlakunya gencatan senjata antara Israel dengan Hezbollah di Lebanon.
Selama ini, Hezbollah yang beraliran Syiah menjadi sekutu Hamas yang bermazhab Suni dalam memerangi Israel.
Kini posisi Otoritas Palestina di bawah kepemimpinan Abbas kian lemah, bahkan tidak mampu membayar gaji para pegawainya.
Institusi yang terbentuk pada 1994 sebagai buah Perjanjian Oslo itu juga kian tak sanggup menghadapi ambisi Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mencaplok wilayah Tepi Barat yang menjadi hak Palestina.(ArabNews/jpnn.com)
Redaktur & Reporter : Friederich Batari