jpnn.com, BONTANG - Wakil Ketua MPR Mahyudin mengatakan pada zaman dulu bila orang mau naik haji ia harus naik kapal laut. Perjalanan ke Mekkah memerlukan waktu 40 hari.
“Lama perjalanan pulang pergi dan saat melakukan ibadah membuat para zamaah saat di antar oleh keluarga diiringi dengan tangisan,” ujar Mahyudin di hadapan anggota Majelis Ta'lim Husnul Khotimasaat saat melakukan Sosialisasi Empat Pilar di Kota Bontang, Kalimantan Timur, Senin (29/10/2018.
BACA JUGA: Agun: Semangat Sumpah Pemuda Untuk Menyukseskan Pemilu 2019
“Karena mereka akan berpisah dalam waktu yang lama,” kata Mahyudin.
Adanya kemajuan teknologi dengan terciptanya pesawat terbang membuat jarak tempuh antara Indonesia dan Arab Saudi bisa ditempuh dengan singkat. Apalagi ditambah dengan sistem ibadah haji khusus yang menjadikan ibadah ini lebih singkat tak lebih dari dua minggu.
BACA JUGA: Ketua MPR: Anwar Ibrahim Adalah Politikus yang Konsisten
Ringkasnya perjalanan disebut oleh Mahyudin sebagai dampak positif dari kemajuan teknologi. Dicontohkan lagi, dengan adanya alat komunikasi, telepon, membuat jarak menjadi bukan halangan. Sekarang siapa saja bisa berkomunikasi dengan yang lain di mana pun tempatnya dengan cepat. “Dulu yang bisa berkomunikasi jarak jauh hanya wali saja,” ungkapnya.
Meski ilmu pengetahuan dan teknologi membawa dampak positif dan kemajuan namun dari penggunaan teknologi ini juga mempunyai dampak negatif. Diungkapkan dalam survei di sebuah daerah terbukti 40 persen angka perceraian diakibatkan dari media sosial.
BACA JUGA: Pesawat Lion Air Jatuh, Ketua MPR: Indonesia Ikut Berduka
“Media sosial memunculkan hubungan yang lain,” paparnya.
Dampak buruk dari media sosial tak hanya itu, sekarang juga sering tersebar hoax alias berita bohong. Hoaks dibuat oleh orang-orang yang tak suka dengan keberhasilan orang lain, haters.
“Haters adalah orang yang susah melihat orang senang, senang melihat orang susah," tuturnya.
Dampak buruk kemajuan teknologi dan globalisasi, menurut Mahyudin merupakan salah satu tantangan kebangsaan. Untuk menangkal yang demikian, MPR melakukan Sosialisasi Empat Pilar.
Empat Pilar menurut pria asal Kalimantan itu merupakan alat pemersatu. Indonesia dikatakan memiliki beragam suku, agama, bahasa, dan perbedaan lainnya.
“Sama dengan Bontang, di kota ini berbagai suku dan agama ada,” ungkapnya.
Sebagai negara yang majemuk, Indonesia perlu bersyukur sebab kita memiliki Pancasila. Ia membandingkan dengan Arab Saudi yang suku dan bahasanya tidak banyak namun mereka selalu didera konflik. "Inilah berkah kedamaian di Indonesia yang patut disyukuri,” tuturnya.
Mahyudin mengatakan dulu ibu-ibu saat sekolah mendapat pelajaran PMP. Namun dalam era reformasi mata pelajaran itu dihapus dan selanjutnya diganti PPKN.
“Dulu pelajaran PMP penting, meski matematika dapat nilai 8 kalau PMP dapat 5, ia tidak naik kelas," ungkapnya. Selain PMP, pelajar dan element masyarakat lainnya juga dapat Penataran P4.
Setelah era reformasi, untuk lebih menggiatkan dan menanamkan kembali Pancasila, MPR melakukan sosialisasi. "Ini merupakan amanat UU MD3,” tegasnya.
Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika, perlu disosialisasikan sebab menurut Mahyudin untuk menjawab tantangan seperti di atas. Sosialisasi Empat Pilar ditujukan kepada seluruh masyarakat.(adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Zulkifli Hasan Ajak Mahasiswa Mengusai Ilmu dan Keterampilan
Redaktur : Tim Redaksi