jpnn.com, JAKARTA - Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat Muhammadiyah mendesak Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mencabut semua pernyataannya yang menjurus ketidaknetralan kepala negara.
Pernyataan demikian seperti tertuang dalam pernyataan terbaru Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah yang ditandatangani pimpinannya Trisno Raharjo, Sabtu (27/1).
"Presiden Joko Widodo untuk mencabut semua pernyataannya yang menjurus pada ketidaknetralan institusi kepresidenan, terlebih soal pernyataan bahwa Presiden boleh kampanye dan boleh berpihak," kata organisasi tersebut, Sabtu.
Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah juga meminta kepada Presiden untuk menjadi teladan yang baik dengan selalu taat hukum dan menjunjung tinggi etika dalam penyelenggaraan negara.
BACA JUGA: Fery Farhati Yakin Kekuatan Doa Akan Mengantarkan Anies-Muhaimin Jadi Presiden
"Presiden harus menghindarkan diri dari segala bentuk pernyataan dan tindakan yang berpotensi menjadi pemicu fragmentasi sosial, terlebih dalam penyelenggaraan pemilu yang tensinya makin meninggi," lanjut lembaga itu.
Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah juga meminta Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) untuk meningkatkan sensitivitas dalam memonitor dugaan penyalahgunaan fasilitas negara dalam mendukung salah satu kontestan pemilu.
"Menuntut kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk memperkuat peran pengawasan penyelenggaraan pemilu, utamanya terhadap dugaan penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pemenangan satu kontestan tertentu," kata lembaga dengan sekretaris Muhammad Alfian itu.
Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah juga meminta kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mencatat setiap perilaku penyelenggara negara dan penyelenggara pemilu yang terindikasi melakukan kecurangan.
"Mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk bersama-sama mengawasi penyelenggaraan pemilu, penyelenggara pemilu, dan utamanya penyelenggara negara," ujar lembaga yang sama.
Adapun, Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah membuat pernyataan terbaru setelah melihat klarifikasi Jokowi soal presiden boleh kampanye dan memihak.
Jokowi dalam klarifikasinya malah mengungkit Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) dengan mengutip ketentuan Pasal 299 dan Pasal 281.
Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah menangkap pesan Presiden Jokowi tidak malah mendukung pernyataan sebelum ya soal presiden boleh berkampanye dan memihak.
"Melihat pernyataan terakhir presiden, terkesan bahwa apa yang beliau sampaikan adalah sebuah kebenaran yang harus didukung atau setidaknya tidak ditolak," kata organisasi itu. (ast/jpnn)
Redaktur : Elvi Robiatul
Reporter : Aristo Setiawan