Ambika MA Shan (61), terdakwa kasus pembunuhan tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Nusa Tenggara Timur (NTT), Adelina Lisao, diputus bebas oleh Pengadilan Malaysia pekan lalu. Meski hormati hukum negara tetangganya, Pemerintah Indonesia mempertanyakan vonis tersebut. Poin utama: Ambika Shan, majikan Adelina, dibebaskan penuh oleh Pengadilan Malaysia Pemerintah Indonesia terkejut akan putusan Pengadilan Malaysia tersebut namun hormati hukum di sana Putusan bebas Pengadilan Malaysia dinilai tidak adil

BACA JUGA: Chef Sri Lanka Jadi Korban Bom Setelah Selfie Bersama Keluarganya

Shan dibebaskan penuh oleh Pengadilan Tinggi Pulau Penang Malaysia dari dakwaan pembunuhan terhadap TKI asal Kupang, NTT, Adelina Lisao, Kamis (18/4/2019).

Dalam keterangan pers yang diterima ABC pada Senin (22/4/2019), Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri (Kemlu) menyampaikan keterkejutan mereka.

BACA JUGA: Bayi 2 Bulan Meninggal di Pesawat AirAsia Dari Kuala Lumpur Ke Perth

"Pemerintah Indonesia sangat terkejut dengan keputusan bebas murni terhadap majikan Adelina Lisao yang diputuskan Pengadilan Tinggi Pulau Penang pada tanggal 18 April 2019 lalu," sebut Kemlu dalam keterangan itu.

Kemlu merinci, dalam catatan Pemerintah Indonesia, saksi dan bukti yang ada dalam kasus Adelina sangatlah kuat.

BACA JUGA: Tujuh Orang Ditangkap Pasca Serangkaian Ledakan Bom Di 8 Lokasi Di Sri Lanka

"Namun hingga dijatuhkannya keputusan sejumlah saksi kunci belum dihadirkan dalam persidangan untuk didengarkan keterangannya."

Namun demikian, Pemerintah Indonesia tetap menghormati hukum yang berlaku di Malaysia dan berharap proses penyelidikan atas putusan itu, mengutip Jaksa Agung Malaysia, bisa segera membuahkan hasil.

"Kemlu dan KJRI Penang akan terus mengawal proses hukum kasus ini guna memastikan Adelina mendapatkan keadilan."

Direktur Eksekutif Migrant Care, Wahyu Susilo, menilai putusan pengadilan Malaysia itu mencederai rasa keadilan.

"Saya kira keputusan itu sangat tidak adil ya. Menjauhkan Adelina dan keluarganya, juga tentu buruh migran Indonesia, dari akses keadilan."

"Dan saya kira memang preseden seperti ini sering terjadi sehingga membutuhkan stamina yang kuat bagi para pencari keadilan, buat buruh migran untuk terus-menerus memperjuangkan itu," ujarnya kepada ABC (22/4/2019).

Menurut wahyu, publik Indonesia selama ini terlena pada aspek lain dari kasus Adelina.

"Kejadian Adelina sudah dipulangkan, sudah dimakamkan, banyak orang prihatin, tetapi kan proses hukum itu masih jalan," sebut Wahyu.

Selama ini, banyak buruh migran yang menjadi korban tewas majikan dipulangkan. Di sisi lain, mereka belum menjalani proses otopsi maupun visum.

Prosedur itu, kata Wahyu, sebenarnya bisa memperkuat argumentasi untuk menjerat sang pelaku.

"Pelajarannya adalah kalau ada korban, penganiayaan atau apapun, harus dirawat sampai sembuh misalnya kalau masih bisa diselamatkan."

"Kalau meninggal, itu juga harus segera dimintakan visum yang akurat," tukas Wahyu.

Sebanyak 120 TKI diperkirakan telah tewas di Malaysia sejak tahun 2016. Sebagian besar, termasuk Adelina, adalah korban perdagangan manusia.

Migrant care mencatat, ada 62 TKI dari NTT yang terbunuh di Malaysia di tahun 2017 saja. Dan malangnya, hanya satu yang ditemukan bekerja secara legal di negara tetangga itu. Sementara sisanya adalah korban perdagangan.

Kasus Adelina Lisao mencuat Februari tahun lalu setelah tetangga sang majikan merasa iba melihat kondisi Adelina, yang tidur setiap hari di sebelah anjing peliharaan.

Ikuti berita-berita lain di situs ABC Indonesia.

BACA ARTIKEL LAINNYA... Queensland Larang Papan Reklame Produk Junk Food Di Lokasi Milik Pemerintah

Berita Terkait