jpnn.com, JAKARTA - Sidang perdana perkara mantan direktur utama PT Citra Lampia Mandiri (CLM) Helmut Hermawan segera digelar di Pengadilan Negeri Makassar. Namun, sidang tersebut bakal digelar secara online.
Namun pelaksanaan sidang online tersebut dikritisi Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman. Ia mengatakan pelaksanaan sidang online di masa pandemi yang sudah berakhir ini menjadi cacat hukum.
BACA JUGA: Gegara Polisi Gagal Paham, Helmut Hermawan Dikriminalkan
Ia beralasan bahwa peradilan menjadi cacat jika sidang masih dilakukan secara online, karena sudah tidak ada alasan kedaruratan pandemi Covid-19.
"Mestinya sudah dihapus sidang online. Kalau masih ada, berarti ya cacat hukum. Karena sudah tidak ada alasan darurat. Harusnya, kuasa hukum mengajukan keberatan ke majelis hakim," kata Boyamin kepada wartawan, Selasa (9/5).
BACA JUGA: Pengacara Ingatkan Helmut Selamatkan CLM yang Hampir Hancur di Tangan William
Beberapa pertimbangan yang seharusnya menjadi catatan yaitu, pertama bahwa sidang online conference ini bertentangan dengan UUD, KUHAP dan Kekuasaan Kehakiman.
"Itu jelas pada pokoknya menyatakan bahwa terdakwa wajib hadir secara fisik, jika kemudian terdakwa dihadirkan secara online sehingga itu bertentangan dengan UUD baik KUHAP maupun Kekuasaan Kehakiman," kata dia.
BACA JUGA: Polda Sulsel Tak Kunjung Penuhi Hak Medis Helmut, Jaksa Diharapkan Turun Tangan
Kedua yaitu sidang online ini berpotensi menghambat kebenaran materiil perkara yang harusnya bisa digali oleh seluruh pihak. Padahal jika terdakwa dihadirkan secara langsung, semua pihak bisa menggali secara komperhensif.
"Termasuk melihat gestur dalam pembuktian, misalkan gestur dari saksi. Karena ingin menggali materiil bukan formil seperti yang terjadi di sidang perdata gitu. Sehingga kalau jaraknya jauh, daring atau online, tentu sangat menghambat. Kesusahan jadinya, kemudian bisa jadi ada gangguan dengan jaringan dan peretasan," katanya.
Alasan ketiga yaitu terkait dengan Surat Edaran Mahkamah Agung (MA), bahwa sidang tatap muka bisa digelar bagi terdakwa yang tidak ditahan dan sidang online bagi terdakwa yang ditahan, sangat tidak masuk akal.
"Apakah menjamin kalau terdakwa tidak ditahan, sidang tatap langsung menjamin semua sehat? dan tidak ditahan dia bebas Covid-19? faktanya justru yang lebih terjadi bebas Covid-19 yang ditahan," ujarnya.
Sementara kuasa hukum Helmut Hermawan, Sholeh Amin mengatakan bahwa dengan dicabutnya status pandemi dan menjadi endemi, maka dasar sidang secara online dalam perkara pidana dengan alasan ada pandemi, tidak bisa lagi dijadikan dasar.
"Dengan persidangan secara langsung, para penegak hukum seperti majelis hakim, JPU dan advokat bisa berinteraksi secara langsung dengan terdakwa dan para saksi," kata dia.
Sehingga, lanjutnya, para penegak hukum bisa menggali untuk memperoleh kebenaran yang sesungguhnya.
"Karena dasar kedaruratan pandemi tidak ada lagi. Untuk itu, tujuan peradilan pidana untuk memperoleh 'social justice' dan 'legal juctice' bisa menjadi kenyataan dengan diselenggarakannya sidang secara langsung," ujarnya. (dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif