Perdana Menteri Australia, Scott Morrison menegaskan negaranya tidak akan tunduk pada ancaman yang dilontarkan Tiongkok terkait perdagangan, pariwisata dan pendidikan.

Ketegangan diplomatik kedua negara kian memanas setelah Australia mendesak digelarnya penyelidikan mengenai asal-usul penyebaran virus corona, yang mendapat kecaman keras dari Tiongkok.

BACA JUGA: Massa Black Lives Matter Desak Patung Figur Kolonial Australia Diturunkan

Organisasi World Health Assembly bulan lalu telah menyetujui penyelidikan independen atas pandemi COVID-19 setelah mendapat lobi dari Australia dan Uni Eropa.

Tiongkok berada di bawah tekanan internasional terkait penyelidikan asal-usul penyebaran virus corona, namun tampaknya telah mengambil langkah-langkah untuk "menghukum" Australia yang memulai usulan tersebut.

BACA JUGA: Kelompok Ekstrem Kanan Australia Sebarkan Isu Anti-Tiongkok

Pemerintah Australia kembali harus merespon ancaman Tiongkok pekan lalu, yang menyarankan mahasiswanya mempertimbangkan kembali untuk kuliah di Australia karena tidak aman akibat meningkatnya serangan rasis. Video: Video dua mahasiswa internasional di Melbourne mendapat serangan fisik dan verbal. (ABC News)

 

BACA JUGA: Australia Bahas Pembukaan Kembali Perbatasan Antarnegara Bagian

Tiongkok sebelumnya telah mengenakan tarif impor untuk gandum Australia, melarang impor daging sapi dari sejumlah rumah potong hewan, serta melarang turis ke Australia.

Menanggapi hal ini, PM Morrison pekan lalu menegaskan, pihaknya tidak akan tunduk atau terintimidasi oleh negara lain.

"Kita negara perdagangan terbuka, kawan. Tapi saya tak akan pernah mengorbankan nilai-nilai kita dalam menanggapi tekanan dari siapa pun," ujar PM Morrison kepada stasiun radio 2GB.

Ia menambahkan, terserah pada mahasiswa Tiongkok sendiri untuk memutuskan datang kuliah ke Australia atau tidak.

"Australia menawarkan produk pendidikan dan pariwisata terbaik di dunia," katanya.

"Kemampuan warga Tiongkok untuk memilih datang ke Australia selama ini merupakan keputusan mereka sendiri," kata PM Morrison.

Menanggapi alasan Tiongkok yang menuding Australia tak aman bagi turis dan mahasiswa asal Tiongkok, PM Morrison menyebut alasan itu sebagai "sampah". Photo: Suasana kampus UNSW. Sekitar 66 persen mahasiswa asing di sini berasal dari Tiongkok. (Facebook: UNSW)

 

"Itu penilaian konyol dan terbantahkan. Pernyataan itu bukan berasal dari pemimpin Tiongkok," ujarnya dalam wawancara terpisah dengan stasiun radio 3AW.

Menurut dia, kekhawatiran yang dilontarkan oleh pemerintah Tiongkok terkait keamanan warganya di Australia adalah urusan pemerintah Tiongkok sendiri.

"Kami tak melakukan kesalahan apa-apa, tidak bertindak yang menyaalahi nilai-nilai kami, atau melakukan sesuatu yang merusukan kemitraan kami dengan Tiongkok," ujarnya.

Juru bicara urusan pendidikan dari pihak oposisi Australia, Tanya Plibersek menyatakan Australia menawarkan sistem pendidikan tinggi terbaik di dunia dan pihaknya menunggu para mahasiswa Tiongkok kembali memulai kuliah mereka di sini.

Departemen Luar Negeri Australia secara terpisah menyatakan telah melayangkan protes resmi ke Departemen Luar Negeri Tiongkok di Beijing serta Kedutaan Besar mereka di Canberra terkait peringatan perjalanan bagi turis dan mahasiswa Tiongkok tersebut.

Tiongkok merupakan mitra dagang terbesar Australia dengan nilai perdagangan kedua negara mencapai AU$235 miliar per tahun. Tiongkok minta Australia atasi rasisme Photo: Jubir Deplu Tiongkok Hua Chunying meminta Australia untuk merenungi permasalahan rasisme yang dihadapinya. (Supplied: MOFA)

 

Menanggapi perkembangan hubungan kedua negara, juru bicara Deplu Tiongkok, Hua Chunying menuding Australia "takut dan tak mau" mengatasi masalah rasisme yang dihadapinya.

Ia mempertanyakan bagaimana bisa PM Morrison begitu percaya diri menawarkan pariwisata dan layanan pendidikan bagi mahasiswa asing bila terjadi banyak serangan rasis dan diskriminatif.

"Kami menyarankan agar Australia mengatasi masalahnya, coba merenung dan mengambil langkah nyata untuk melindungi keamanan, hak dan kepentingan warga Tiongkok di Australia," ujar Hua.

Hua dalam kesempatan itu mengesampingkan penelitian tim Harvard dan Boston University atas data satelit yang menunjukkan penyebaran virus corona dari rumah sakit di Wuhan terjadi lebih awal daripada yang dilaporkan Pemerintah Tiongkok.

Laporan penelitian yang belum melalui proses 'peer-review' ini menganalisis foto-foto tempat parkir rumah sakit di Wuhan serta trend yang ditunjukkan mesin pencari elektronik Baidu.

Tim peneliti yang dipimpin Elaine Nsoesie dari Boston University menemukan adanya "peningkatan tajam" sejak Agustus 2019 soal volume kegiatan di area parkir rumah sakit di Wuhan dan "mencapai puncaknya" pada Desember 2019. Seberapa cepat penularan virus corona di dunia? Infographic: Growth in known cases in key countries, on a logarithmic scale
Data ini menggunakan hitungan logaritme untuk melihat tingkat penularan virus corona. Baca penjelasan dari ABC untuk mengetahui maknanya dan bagaimana virus corona menular di seluruh dunia (dalam bahasa Inggris).

 

Hua menyebut penelitian ini "konyol" dan sangat lemah secara ilmiah.

"Ini bukti bahwa ada sebagian orang di AS yang dengan sengaja menyebarkan disinformasi tentang Tiongkok dan harus dikecam oleh masyarakat internasional," katanya.

Pemerintah Tiongkok bersikukuh jika kasus pertama COVID-19 ditemukan di Wuhan pada bulan Desember 2019 dan sekuensi genetika virus tersebut telah dikirim ke WHO pada awal Januari 2020.

Imperial College London, bekerjasama dengan WHO, menyatakan telah melacak jejak virus ini, dan memperkirakan mulai muncul di Tiongkok pada 5 Desember 2019.

Ikuti informasi terkini dari Australia di ABC Indonesia.

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mengapa Tak Boleh Ada Aplikasi Alkitab Bahasa Minang di Indonesia yang Beragam?

Berita Terkait