Mantan Pengawai Bank yang Kini Jadi "Legenda" Hiburan Malam

Kamis, 24 Maret 2016 – 14:43 WIB
EKO Nugroho bersama timnya di Boshe. FOTO: bca for jpnn.com

jpnn.com - EKO Nugroho sudah merasakan asam garam dalam dunia bisnis hiburan malam. Berbagai rintangan dan cobaan pernah dihadapi. Dengan ketekunannanya itu Eko Nugroho kini bak menjadi ‘legenda’ dalam dunia hiburan. Ya, mantan pegawai Bank Indonesia itu adalah pemilik tempat hiburan malam bernama Boshe.

Ya, siapa yang tidak mengenal tempat hiburan malam yang bernama Boshe. Tempat hiburan malam ini bisa dikatakan sudah memiliki nama seantero Jogjakarta dan Bali. 

BACA JUGA: KPK Persempit Ruang Gerak Tersangka Korupsi Gedung IPDN

Bagaimana tidak? Boshe sudah menjadi tempat hiburan malam tidak ingin mengikuti arus dan tidak ingin menjiplak konsep dari tempat hiburan yang serupa.

Awal ketertarikan dirinya menggeluti bisnis ini, dimulai pada tahun 2005 saat mendirikan kafe bernama Radical di Jalan Gejayan, Yogyakarta. 

BACA JUGA: Kapolda Metro: Turunkan Tim Sniper

“Saya sudah lama untuk memutuskan pensiun dini, sekitar tahun 1999. Awal mulanya saya memiliki usaha perhiasan,” ujarnya. 

Bermula dari kafe yang memiliki karyawan sebanyak 20an orang inilah, dirinya belajar membentuk atmosfer dan suasana kehidupan dunia hiburan malam.

BACA JUGA: Adiknya Sering Digarap KPK, Begini Reaksi BW

“Dari sini, saya belajar bagaimana kehidupan dunia hiburan malam, bagaimana mencari untungnya, dan bagaimana kami menangani artis yang kami undang di Boshe Jogja yang kami dirikan tahun 2006. Istilahnya kami masih meraba-raba,” jelasnya. Karyawan awal yang dimiliki olehnya tidak ada sama sekali dasar dalam bisnis dunia hiburan malam.

Seiring perjalanan waktu, Boshe kemudian menarik minat investor. Manajemen Boshe Yogya lantas diadopsi oleh pengusaha asal Bali. Maka pada tahun 2008 lahirlah sebuah club di Bali  dengan concept seperti Boshe di Yogya dengan skema franchise. 

Namun, perjalanan bisnis Club tersebut  tidak berjalan mulus. Sang pemilik kemudian menjual club kepada pihak lain. Sehingga, Eko memilih memisahkan diri dari manajemen Club tersebut. Kemudian, pada 2010 manajemen Boshe di bawah kepemimpinannya membuka  club sendiri dengan nama Boshe VVIP Club di Bali. 

Menurutnya, dalam bisnis dunia hiburan sangatlah banyak tantangan dan rintangan yang harus dihadapi. Dunia malam memang identik dengan konotasi negatif dari masyarakat. 

Namun, tantangan tersebut bisa dilewatinya dengan mulus. Selain hal itu, pada saat membuat acara yang yang mengundang artis-artis baik dalam negeri maupun luar negeri, tidak serta merta bisa mendapat untung. Bahkan bisa mendapat kerugian.

Eko mengatakan, dalam bisnis hiburan malam, misalnya berinvestasi belum tentu akan mendapat keuntungan yang serupa. “Contohnya, kami mengundang salah artis yang bayarannya bisa Rp 150 juta, nah belum lagi biaya lain-lain. Bisa mencapai Rp 220 juta. Ga mungkin kan, dari pengunjung yang masuk dengan tarif Rp 100 ribu per orang akan menutup modal yang kami keluarkan. Setidaknya kami harus putar otak untuk hal ini,” tuturnya.

“Di Boshe Jogja, tiap minggu kami adakan pengajian karyawan. Sebelum buka, kami adakan pengajian yang dipimpin oleh seorang uztads terkenal. Bahkan, tiap hari minggu kami adakan kebaktian juga. Dan ini pertama kalinya dalam sejarah dunia hiburan malam,” ungkapnya. 

Dirinya berpendapat, untuk apa Boshe memiliki karyawan, dan mereka digaji kemudian gajinya disalahkangunakan untuk melakukan hal-hal yang berbau negatif. Boshe bahkan memiliki program untuk memberangkatkan haji karyawannya tiap tahun sebanyak dua orang.

“Secara langsung, hal itu akan justru menghancurkan klub itu sendiri. Lebih baik kan dinikmati bersama keluarga mereka,” ungkap Eko. Untuk Boshe Bali, pihak manajemen setahun sekali mengadakan razia narkoba dan merangkul Granat(Gerakan rakyat Anti Narkoba) di Jogja. Disini, Eko juga membuat terobosan dengan memiliki dokter pribadi yang rutin mengecek kesehatan karyawannya.

Dalam bisnis dunia malam, harus memiliki inovasi-inovasi yang lain dengan bisnis lainnya. “Kalau bisnis kayak Boshe ini tidak memiliki kreativitas, akan mati bisnis ini. Mati dalam arti, ya hanya monotonlah. Orang-orang akan jenuh dengan apa yang disajikan,” katanya. 

Dalam berinovasi, Boshe merangkul band-band indie yang memang tidak pernah diberikan kesempatan manggung secara bebas. Lanjut, di Boshe setiap Selasa malam diberikan ruang khusus bagi band yang ingin mengeksplorasi bakatnya secara gratis. 

“Memang mereka harus banyak diberikan ruang untuk berkreatifitas. Agar mereka bisa belajar dari segi mental agar maju. Enam sampai tujuh band, kami rangkul mereka,” jelasnya.

Modal ingin bekerja, adalah kunci sukses dari bisnis ini. Menurutnya, jika ada pebisnis yang menekuni bidang ini hanya sekadar hobi, bisnis ini akan mati dengan perlahan. “Ini yang bahaya, dari hobi mereka yang suka dugem, justru mereka akan mecari hiburan di tempat usahanya sendiri”, ujarnya. 

Untuk melihat bisnis hiburan malam sukses atau tidak, Eko menjelaskan cukup dilihat dari apakah ada sponsor yang menaungi hiburan malam tersebut, serta melihat sponsor yang memiliki jangka waktu lama dalam menjalin kerjasama.

Dalam hidupnya, seorang Eko Nugroho memiliki motto ‘Disaat orang lain tidur, kita bangun. Disaat orang lain sudah bangun, kita jalan. Disaat orang lain berjalan, kita berlari. Dan disaat orang lain berlari, kita sudah terbang. “Ya jadi, seharusnya bisa melangkah lebih di depan dari pada orang lain,” jelasnya.

Lanjutnya dalam menjalani bisnis, orang harus berani gagal, dan berani jatuh. Jika mereka mengalami hal itu dan sudah menyerah, mereka tidak akan pernah bisa maju dalam berbisnis. “Intinya, jangan setengah-setengah dalam berbisnis. Harus berani menerima resiko dan memiliki kreatifitas yang tinggi,” lanjut Eko. (bca/adv)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Politikus PDIP: Itu Asumsi Amerika, Biarkan Saja


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler