Many Belts Many Roads

Oleh Dahlan Iskan

Rabu, 01 Agustus 2018 – 12:01 WIB
Dahlan Iskan.

jpnn.com - Tiba-tiba Washington berubah arah. Kebijakan America First-nya Donald Trump kesandung One Belt One Road-nya Xi Jinping.

Ini terjadi dua hari lalu. Tanggal 30 Juli 2018.

BACA JUGA: Kawin Cerai Ideologi Ekonomi

Amerika punya kebijakan baru: Many Belts Many Roads. Nama resminya: Indo-Pacific Economic Vision.

Itu benar-benar visi baru. Atau visi lama yang diperbaharui. Yang akan menggabungkan tiga peluru: pembangunan, pertahanan dan diplomasi. Menjadi satu senjata.

BACA JUGA: Titik Terang Itu Masih Titik Titik

Amerika akhirnya sangat khawatir. Dengan perluasan pengaruh Tiongkok. Yang kian gila-gilaan. Di Asia Pasifik. Dan di Afrika. Lewat kebijakan OBOR-nya.

Apa kata Xi Jinping? Soal many belts many roads itu?

BACA JUGA: Ma Changqing dengan Ratusan Ribu Pelayat

Positif. Katanya: Itu bagus. Bersaing dalam kebaikan. Daripada saling serang. Begitulah kurang lebihnya.

Ide Many Belts Many Roads itu sudah bergulir sejak beberapa bulan lalu. Saat pembahasan APBN di DPR. APBN Amerika 2018.

Di situ disebutkan dengan tegas: program OPIC harus diakhiri. Proyek-proyeknya harus dikurangi.

Itu tidak sejalan dengan program Presiden Trump: America First. Juga bertentangan dengan isi kampanyenya dulu: bantuan luar negeri harus dikurangi.

Sejak dulu Amerika punya dua lembaga: USAID dan OPIC. Untuk bantuan luar negeri. Yang pernah dibantu pun tidak membantu Amerika. Begitu logika Trump.

Tugasnya sama-sama memberikan bantuan: USAID yang menyalurkan sumbangan. OPIC yang menyalurkan kredit murah.

Tujuannya sama: untuk memperluas pengaruh Amerika. Jelasnya: untuk membendung meluasnya pengaruh Uni Soviet. Pengaruh Rusia. Pengaruh komunis. Musuh Amerika Nomor 1. Sebelum ada terorisme.

Tiongkok tidak masuk hitungan. Saat itu. Masih dikategorikan negara sangat miskin. Justru Tiongkoklah yang harus menerima bantuan. Seandainya Tiongkok tidak komunis.

Masih ada dua senjata lagi yang dimiliki Amerika: diplomasi dan invasi.

Tapi diplomasi saja tidak cukup. Untuk meminjam istilah politik di Indonesia: visi tanpa gizi tidak ada arti. Tanpa uang mana ada yang bisa menang?

Invasi juga tidak berhasil. Bahkan hanya menimbulkan citra negatif. Invasi ke Irak, misalnya, justru Amerika membantu Syiah. Sejak Saddam Hussein dijatuhkan, Syiahlah yang berkuasa: selalu menang pemilu di Irak.

Kini Amerika ingin menggabungkan semua itu: visi-gizi-amunisi. Caranya pun sudah ditemukan.

Tanggal 17 Juli lalu, DPR Amerika ketok palu: mengesahkan UU baru. Namanya: BUILD Act.

Itulah undang-undang yang jadi dasar hukum berdirinya USIDFC. Uuh sulitnya nama ini. Singkatan dari United States International Development and Financial Corporation.

Agar tidak lupa, saya ulangi lagi singkatannya: USIDFC. Sulit hafal kan?

Dalam sastra Arab (ilmu balaghah) kata yang sulit diucapkan seperti itu disebut tanafurulkalam. Harus dihindari.

USIDFC adalah lembaga baru. Hasil merger antara USAID dengan OPIC.

Mungkin tidak akan ada lagi bantuan murni. Yang selama ini disalurkan lewat USAID. Mungkin semua bantuan bentuknya menjadi kredit. Kredit lunak: bunga murah, jangka pengembalian panjang, tidak perlu bayar bunga dan cicilan di tahun-tahun pertama (grace period).

Semua itu masih rencana. Belum tahu pastinya. Presiden Trump pun masih harus mengangkat dulu siapa pimpinan USIDFC itu.

Jepang sudah lama punya lembaga seperti itu. Namanya: JBIC (baca: jebik). Bunga: cuma 2 persen. Masa pengembalian: 20 tahun. Grace periode: 2 tahun. Murah dan ringan.

Maka JBIC-lah yang sejak awal orde baru membantu Indonesia. Karena itu proyek-proyek di Indonesia pernah didominasi Jepang. Serba-Jepang. Mungkin seperti sekarang ini: serba-Tiongkok.

Sampai-sampai muncul Malari. Yang mencuatkan nama Hariman Siregar. Yang menolak kedatangan Perdana Menteri Tanaka. Yang rusuh itu. Di tahun 1974 itu.

Dengan perubahan sikap Amerika, Indonesia tentu diuntungkan: banyak pilihan. Ada JBIC, ada OBOR dan kini ada USIDFC.

Tidak saya sangka Amerika berubah sikap. Secepat ini.

Amerika memang kian terkucil. Belakangan ini. Dan itu tidak enak.

Biar pun kaya. Kaya terkucil ternyata tidak lebih enak dari MOMAK (mangan ora mangan kumpul, red).(***).

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Si Playboy Itu Bisa Jadi PM


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler