Margin Premium-Solar Naik

Jumat, 15 November 2013 – 03:03 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Pemerintah kembali menunjukkan keseriusan dalam mendukung perluasan ketersediaan BBM di Indonesia. Hal tersebut diperlihatkan oleh kebijakan kenaikan laba yang baru saja diketok. Dalam keputusan menteri energi dan sumber daya mineral (ESDM), pemerintah menepati janji saat menaikkan harga dua jenis BBM subsidi dengan memberikan patokan baru terkait harga jenis bahan bakar tertentu.

Dalam rilis yang disampaikan Kamis (14/11), Menteri ESDM Jero Wacik telah menandatangani kepmen baru mengenai harga patokan jenis bahan bakar tertentu untuk PT Pertamina Tahun Anggaran 2013 pada 11 November kemarin. Kepmen dengan nomor 3794 itu merivisi kepmen sebelumnya yakni nomor  2046 yang diputuskan tentang 18 April lalu.

BACA JUGA: Menkeu Perkirakan Defisit Neraca Bakal Turun

"Penetapan ini mempertimbangkan adanya kebijakan kenaikan harga jenis BBM tertentu yang mempengaruhi biaya badan usaha penyalur BBM subsidi. Selain itu, pemerintah juga harus meningkatkan penyaluran jenis bahan bakar subsidi. Karena itu, diperlukan penyesuaian harga patokan jenis BBM tertentu," ujarnya.

Dalam Kepmen ESDM baru, pihaknya memutuskan merubah beberapa angka pastokan. Secara garis besar, pastokan distribusi dari tiga jenis BBM subsidi tidak dirubah. BBM premium tetap diberikan 3,32 persen dari MOPS/Mean of Platts Singapore (acuan harga minyak Asia).

BACA JUGA: Ini Kiat Dahlan Iskan Atasi Listrik di Musim Hujan

Sedangkan minyak tanah pun masih di angka 2,49 persen diatas acuan. Terakhir, biaya distribusi BBM solar juga masih dipatok 2,17 persen dari MOPS.
Namun, margin untuk premium dan solar dinaikkan sebesar Rp 30 per liter. Margin laba untuk premium yang semula Rp 454 per liter kini diubah menjadi Rp 484 per liter. Sedangkan, margin laba minyak solar kini menjadi Rp 521 per liter dari pastokan sebelumnya senilai Rp 491 perlliter. Hanya, margin minyak tanah yang tetap di angka Rp 263 per liter.

Berdasarkan UU No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, pemerintah wajib menjamin ketersediaan dan kelancaran pendistribusian BBM. Sebab, BBM merupakan komoditas vital dan menguasai hajat hidup orang banyak di seluruh wilayah NKRI," tambahnya.

BACA JUGA: Proyek Tol Jakarta-Surabaya Demi Kepentingan 10 Tahun Ke depan

Selain menambahkan margin, pemerintah pun memutuskan untuk menerapkan isentif baru terkait produksi BBM. Dalam diktum ketiga A, pemerintah bakal memberikan tambahan Rp 20 per liter untuk jenis bensin premium dan solar yang berasal dari kilang dalam negeri. Hal itu tampaknya diputuskan untuk mendorong adanya pengembangan kilang dalam negeri, dan menekan impor produk akhir BBM. "Kepmen ini berlaku sejak tanggal ditetapkan berlaku surut sejak tanggal 22 Juni 2013‚" tambahnya.

Sebelumnya Jero Wacik memang merencanakan untuk memperbesar margin BBM bersubsidi. Angka yang diusulkan adalah Rp 50 dalam yang terdiri dari tambahan Rp 30 untuk lembaga penyalur dan Rp 20 untuk biaya operasi Pertamina.

"Ini adalah usul dari Hiswana Migas (Himpunan Wiraswatsa Nasional Minyak dan Gas Bumi). Saya rasa ini sudah waktunya. Sejak 2008 belum ada kenaikan. Dengan naiknya harga ICP menjadi USD 108 (per barel), sudah saatnya dinaikkan agar semua pihak tidak dirugikan dengan kenaikan harga BBM," ujarnya.

Namun, janji yang diungkap Juni lalu ternyata tak takkunjung terealisasi. Ketua Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) Eri Purnomohadi pun sempat mengeluhkan lambatnya proses pemberlakukan penambahan margin laba Rp 30 per liter menjadi Rp 230 per liter.

Padahal, margin tersebutlah yang bisa meredam dampak kenaikan harga BBM  di Indonesia. Eri mengaku kinerjanya terkendala karena harga BBM Salah satunya, dampak mengenai peningkatan pajak penjualan.

"Semisal kami harus membayar satu persen untuk setiap satu liter bensin yang kami jual. Berarti kami harus membayar pajak Rp 45 untuk setiap penjualan. Nah, dengan harga yang baru ini, kami tetap harus membayar satu persen. Itu artinya, Rp 65 per liter. Jelas itu mengurangi pendapatan karena margin kami saat ini tetap Rp 200 per liter," terangnya.

Selain itu, modal kerja yang diperlukan juga bertambah. Dia menjelaskan, pengusaha SPBU adalah terkendala terkait kesiapan dana untuk membeli pasokan bensin setiap harinya.

"Untuk 20 ton BBM, biasanya menghabiskan Rp 90 juta. Nah, dengan harga baru, untuk membeli 20 ton BBM, modal saya perlu ditambah Rp 40 juta menjadi Rp 130 juta. Itu hanya untuk 20 ton saja. Setiap hari, satu SPBU biasanya membeli 60 ton BBM. Tinggal dikalikan saja," tuturnya. (bil)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dahlan Iskan : Pengakhiran Kontrak NAA-Inalum Harus Mulus


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler