JAKARTA - Kucuran dana dari kandidat ketua umum kepada para kader dalam Kongres Partai Demokrat di Bandung pada April 2010 lalu ternyata bukan hanya terjadi di kubu Anas Urbaningrum. Kandidat lain, Marzuki Alie, mengakui terus terang telah membagikan uang transportasi.
"Saya memang memberikan transpor sesuai dengan pengeluaran mereka, semacam reimburse. Kadang Rp 2 juta, kadang Rp 3 juta. Tempatnya (daerah asal mereka, Red) kan beda-beda," beber Marzuki di Jakarta, Senin (27/2).
Dalam kongres itu, Marzuki merupakan salah seorang kandidat ketua umum. Dua lainnya adalah Andi Mallarangeng dan Anas Urbaningrum. Lewat voting, Anas terpilih sebagai ketua umum. Sejumlah kader di daerah yang dulu berada di kubu Anas pun mengaku menerima uang saat kongres tersebut.
Menurut Marzuki yang kini menjabat ketua DPR, pihaknya memberikan uang bukan untuk dewan pimpinan cabang (DPC) secara kelembagaan. Tetapi, itu adalah "ongkos" bagi ketua DPC Partai Demokrat yang datang memenuhi undangan Marzuki saat pemaparan visi-misi.
"Tidak mungkin kami mengundang mereka, terus mereka bayar sendiri. Prinsipnya tidak menyusahkan, tapi kebersamaan," kata Marzuki yang setelah kongres tersebut diangkat sebagai wakil ketua Dewan Pembina Partai Demokrat.
Marzuki menuturkan, ketika itu tidak semua ketua DPC menerima uang transpor. "Ada juga yang tidak mau karena mempunyai visi yang sama," ujarnya.
Pemberian uang transpor tersebut dilakukan tanpa menggunakan tim sukses. "Saya tidak pakai tim sukses, tapi langsung direktur perusahaan saya yang mengeluarkan. Insya Allah, uang itu halal," jelasnya. Perusahaan yang dimaksud adalah Global Perkasa Investindo (GPI).
Di luar itu, Marzuki memastikan dirinya tidak memberikan uang atau barang yang lain kepada peserta kongres. "Selebihnya tidak ada," ujarnya. Pemberian uang transpor itu, tegas Marzuki, bukan untuk memengaruhi pilihan peserta kongres.
"Kami bebas saja. HP mereka tetap yang mereka miliki, tidak ada ganti-ganti atau kami ambil untuk diganti nomornya," ungkap Marzuki.
Saat dibandingkan dengan pemberian uang Rp 100 juta dan Blackberry di internal kubu Anas yang belakangan dituding sebagai money politics, Marzuki menolak berkomentar. "Saya tidak mau komentar yang lain. Saya menjelaskan yang terkait saya saja," tegasnya.
Sebelumnya, sejumlah pendukung Anas saat kongres "bernyanyi" tentang uang dan Blackberry yang mereka terima. Mereka, antara lain, Diana Maringka, mantan ketua DPC Minahasa Tenggara, Sulawesi Utara, dan Ismiyati Saidi, mantan ketua DPC Boalemo, Gorontalo.
Pada prinsipnya, mereka membenarkan pernyataan Nazaruddin yang bertindak selaku bendahara panitia pemenangan Anas saat kongres itu. Yaitu, dia memberikan 400 unit BB seharga Rp 2,9 juta/unit serta uang tunai Rp 100 juta hingga Rp 150 juta kepada 296 DPC pendukung Anas.
Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Achmad Mubarok sewaktu dimintai tanggapan menyatakan semua informasi itu tidak relevan dikaitkan dengan money politics. "Ini barang lucu-lucuan saja. Muktamar atau kongres apa saja sekarang ini pakai Blackberry (untuk koordinasi dan konsolidasi tim)," kata Mubarok.
Dia menerangkan, semua kandidat ketua umum yang muncul dalam kongres Partai Demokrat memang diperbolehkan memberikan uang transportasi dan akomodasi untuk membantu rombongan Dewan Pimpinan Cabang (DPC) yang membawa banyak Pimpinan Anak Cabang (PAC) sebagai "suporter" selama berlangsungnya kongres.
"Semua kandidat juga mengasih. Malah kami sarankan silakan datang ke kandidat yang lain (untuk menghindari politik uang, Red). Jadi, mereka ini dapat sana sini. Tapi, cuma sebatas ongkos transportasi saja," tegasnya.
Pengamat politik Burhanuddin Muhtadi mengatakan, definisi politik uang masih terlalu kabur. Bahkan, terkadang "disamarkan" sebagai political cost. Untuk menghindari itu, Burhan menyarankan dibuat aturan tegas. Misalnya, biaya akomodasi dan transportasi peserta kongres sepenuhnya ditanggung panitia dengan mengambil dana dari kas partai.
"Jadi, kalau ada peserta yang menerima dana dari calon ketua umum, bisa langsung dibilang money politics," tegas peneliti Lembaga Survei Indonesia (LSI) itu. (pri/c3/tof)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kader Birokrat Berpeluang Dampingi Foke
Redaktur : Tim Redaksi