JAKARTA - Ketua DPR RI Marzuki Alie kembali mewacanakan agar partai politik diizinkan berbisnis. Tujuannya, agar kader parpol tidak korupsi untuk membiayai kegiatan politik partai.
Hal itu disampaikan Marzuki Kamis (31/1), menanggapi kasus korupsi yang melibatkan kader parpol, termasuk dugaan suap daging sapi impor yang menyeret Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaaq. Menurut Marzuki, UU Partai Politik justru membuka celah bagi parpol untuk mendorong kader-kadernya korupsi.
“Di UU Parpol itu partai politik memiliki kewajiban untuk memberikan pendidikan politik pada masyarakat, kaderisasi, mencetak pemimpin-pemimpin. Itu kewajiban yang berat, tapi tidak ada sumber dana yang bisa dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan itu. Jadinya berbagai cara pun ditempuh termasuk dengan korupsi," kata Marzuki.
Bekas Sekjen Partai Demokrat (PD) itu menambahkan, parpol juga tidak mungkin dibiayai negara karena hal itu jelas akan mendapat penolakan luas dari masyarakat. Selain itu, di Indonesia belum memungkinkan parpol dibiayai konstituen. Sebab, kemampuan ekonomi masyarakat di Indonesia belum mendukung.
Karenanya, ada baiknya parpol diberi kesempatan memiliki badan usaha. "Karena negara nggak mungkin kasih anggaran ke parpol. Makanya bisa saja partai politik diberikan keleluasaan untuk membentuk badan usaha," lanjutnya.
Ditambahkannya, badan usaha milik parpol itu juga tetap dibolehkan ikut menggarap proyek-proyek pemerintahan. Dengan catatan, semua proses dilakukan terbuka.
"Kegiatan badan usaha parpol itu juga dilaporkan terus. Dan perusahaan dijalankan oleh orang-orang profesional dan bukan politisi,” sebutnya.
Bukan kali ini saja Marzuki mengusulkan agar parpol diizinkan berbisnis. Juli 2012 lalu, Marzuki juga pernah mengusulkan hal serupa kasus Nazaruddin sedang panas-panasnya.(ara/jpnn)
Hal itu disampaikan Marzuki Kamis (31/1), menanggapi kasus korupsi yang melibatkan kader parpol, termasuk dugaan suap daging sapi impor yang menyeret Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaaq. Menurut Marzuki, UU Partai Politik justru membuka celah bagi parpol untuk mendorong kader-kadernya korupsi.
“Di UU Parpol itu partai politik memiliki kewajiban untuk memberikan pendidikan politik pada masyarakat, kaderisasi, mencetak pemimpin-pemimpin. Itu kewajiban yang berat, tapi tidak ada sumber dana yang bisa dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan itu. Jadinya berbagai cara pun ditempuh termasuk dengan korupsi," kata Marzuki.
Bekas Sekjen Partai Demokrat (PD) itu menambahkan, parpol juga tidak mungkin dibiayai negara karena hal itu jelas akan mendapat penolakan luas dari masyarakat. Selain itu, di Indonesia belum memungkinkan parpol dibiayai konstituen. Sebab, kemampuan ekonomi masyarakat di Indonesia belum mendukung.
Karenanya, ada baiknya parpol diberi kesempatan memiliki badan usaha. "Karena negara nggak mungkin kasih anggaran ke parpol. Makanya bisa saja partai politik diberikan keleluasaan untuk membentuk badan usaha," lanjutnya.
Ditambahkannya, badan usaha milik parpol itu juga tetap dibolehkan ikut menggarap proyek-proyek pemerintahan. Dengan catatan, semua proses dilakukan terbuka.
"Kegiatan badan usaha parpol itu juga dilaporkan terus. Dan perusahaan dijalankan oleh orang-orang profesional dan bukan politisi,” sebutnya.
Bukan kali ini saja Marzuki mengusulkan agar parpol diizinkan berbisnis. Juli 2012 lalu, Marzuki juga pernah mengusulkan hal serupa kasus Nazaruddin sedang panas-panasnya.(ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Muhaimin Janjikan Kebangkitan Warga Nahdliyin
Redaktur : Tim Redaksi