Marzuki: Tangkap Kalau Melawan!

Sabtu, 26 Januari 2013 – 04:47 WIB
JAKARTA -  DPR  RI bersuara keras  terkait upaya perlawanan  yang dilakukan  Aceng Fikri atas pemakzulan dirinya dari kursi Bupati Garut Jawa Barat. Ketua DPR RI Marzuki Alie  bahkan lantang berteriak jika Aceng Fikri melakukan upaya perlawanan dengan mengerahkan massa sebaiknya ditangkap saja. 

Menurut Marzuki, mengerahkan massa untuk menentang putusan MA, Mendagri, dan DPRD Garut  tidak boleh.  “Ini negara hukum. Itu cacat politik. Enggak boleh itu. Tangkap saja! Tidak ada ceritanya melawan negara dengan mengerahkan massa. Negara tidak bisa dilawan!" kata Marzuki.

Marzuki menilai, tidak selayaknya seorang pejabat negara mengerahkan massa untuk mempertahankan jabatannya. "Kalau Aceng ingin melawan putusan MA tersebut, harusnya dilakukan lewat jalur hukum. Silakan dia (Aceng) mengambil langkah-langkah hukum. Mau menuntut MA silakan, tapi kalau mengerahkan massa untuk mempertahankan jabatan, jelas itu pelanggaran hukum," tegas politisi Partai Demokrat ini.

Menurutnya,  walau masih ada perbedaan persepsi terkait pernikahan siri empat hari yang dilakukan Aceng dengan Fani Oktora, 18 tahun, namun keputusan yang keluar sudah sesuai undang-undang negara.

"Mereka berpikir dalam versi hukum agama itu dia sah. Nikahnya sah dan tidak ada aturan agama yang dilanggar. Mereka berpandangan hukum agama tidak bisa diadili oleh MA. Tidak benar itu,” katanya.

Sebab siapapun yang menjadi pejabat publik seharusnya tahu dan patuh kepada aturan-aturan negara. Hukum agama memang harus dihargai, tetapi hukum publik harus dipatuhi. Artinya, dari sisi agama sah-sah saja menikahi anak yang sudah layak dinikahi, tapi kalau dari sisi hukum negara sangat tidak patut. 

“Kita sebagai warga negara harus patuh terhadap hukum negara, dan itu perintah nabi. Jangan sampai kita melanggar hukum negara. Jadi saya mendukung putusan MA itu," pungkas Marzuki.

Sementara itu  peneliti dari Wahid Institute, Rumadi, yang menilai Aceng hanya menggunakan agama sebagai kedok. "Jadi jangan mau kiai-kiai di Garut dimanfaatkan untuk melindungi pejabat yang melakukan kekerasan dalam rumah tangga,” katanya.

Paradigma pemisahan agama dengan negara, menurut Rumadi, berimplikasi pada praktik pandangan dikotomis terhadap aturan pernikahan. “Jadi, jangan berpikir sekuler, yaitu memisahkan perkawinan sah menurut agama dan menurut negara. Itu harus menjadi satu dan tidak bisa dipisahkan,"  tutur Rumadi.

Wakil Ketua Komnas Perempuan Nur Herwati menyambut positif keputusan MA tersebut. Putusan MA itu diharapkan menjadi sebuah yurisprudensi yang baik dalam sistem pemerintahan. “Ini titik balik. Putusan MA ini diamini lebih dari 20 oranisasi perempuan,” katanya.

Dalam petisinya, organisasi yang tergabung dalam 'Forum Peduli Perempuan dan Anak atas Kasus Kejahatan yang Dilakukan Pejabat Publik dan Pengusaha' meminta DPRD segera melengserkan Aceng sesuai putusan MA.

“Bagi organisasi perempuan, putusan MA menjadi titik balik aparat penegak hukum agar tegas terhadap berbagai kekerasan perempuan dengan pelaku yang mempunyai latar belakang politik,” ujar Nur Herawati.

Seperti yang sudah diberitakan, Aceng mengancam akan mengerahkan massa untuk menggugat keputusan DPRD Garut, Mendagri, dan maupun MA yang menguatkan pemakzulannya tersebut. Bahkan, Aceng akan menggugat keputusan pemakzulan itu ke PT TUN.

"Apa yang menjadi keputusan DPRD Garut, dan apa yang menjadi keputusan MA tetap saya masih belum bisa terima. Karena saya dalam konteks melaksanakan syariat Islam," ujar Aceng berdalih dalam konferensi pers di Hotel Grand Royal Panghegar, Jalan Merdeka, Bandung, Kamis (24/1) malam. (ind)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jokowi Ladeni Penggemar di Istana Negara

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler