jpnn.com - Mendikbud Nadiem Makarim menerbitkan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pendidikan Dalam Masa Darurat Coronavirus Disease (Covid-19). Salah satu pokok penting dalam edaran ini adalah tentang belajar dari rumah.
SE ini mendapat respons positif guru-guru, baik di wilayah perkotaan maupun perdesaan.
BACA JUGA: 4 Poin Pernyataan Menkeu soal THR PNS dan Gaji ke-13
Bahkan di wilayah-wilayah 3T (terpencil, terluar, terisolir), guru-gurunya sangat kreatif untuk melaksanakan pembelajaran daring.
Seperti yang dilakukan Chandra Sri Ubayanti, guru matematika SMA Negeri 1 Fakfak, Papua Barat. Sebelum ada wabah corona, pembelajaran daring sangat jarang diterapkan.
BACA JUGA: Terungkap, Ini Keinginan PDP Corona yang Sempat Kabur
Sebab, tidak semua siswa memiliki handphone atau komputer. Kalaupun ada perangkat teknologi, hanya di beberapa kelas.
"Kebetulan saya mengajar delapan kelas. Enam kelas X, dua kelas XII. Metode pembelajaran saya terapkan secara daring. Jadi sebelum ada Covid-19 saya sudah melakukan pembelajaran daring meski hanya dua kali dalam satu semester," ungkap Sri kepada JPNN.com, Selasa (7/4).
BACA JUGA: Detik-detik Peristiwa Perampokan Toko Emas di Pasar Kemiri
Karena tidak semua memiliki perangkat teknologi, guru matematika ini membuat dalam tugas kelompok. Yang tidak punya handphone atau komputer bergabung dengan yang punya.
Model daring ini, sengaja diterapkan Sri agar siswanya tahu pembelajaran abad 21. Karena itu Sri hanya memberlakukan satu semester paling banyak dua tugas.
Dan, ternyata kerja Sri tidak sia-sia. Saat badai virus corona menghantam dunia internasional termasuk Indonesia dan mengharuskan pembelajaran daring, siswa-siswi SMA Negeri 1 Fakfak tidak lagi kagok.
Di tengah keterbatasan fasilitas, mereka bisa enjoy belajar daring karena guru-gurunya sudah membiasakan sejak dini.
Guru Sri menuturkan, saat kondisi belajar di rumah, ada macam-macam cara yang digunakan oleh para pendidik. Ada yang daring ala offline. "Jadi diabsen setiap hari layaknya kelas biasa," ucapnya.
Ada pula daring dengan menggunakan LMS, edmodo, moodle, google classroom, dan lainnya. Penggunaan WhatsApp atau Facebook juga digunakan untuk penugasan dengan diberi waktu tertentu.
"Nah, saya menggunakan fasilitas WhatsApp atau Facebook," cetusnya.
Menurut Sri, ada beberapa pertimbangan hingga dia memilih komunikasi dengan siswanya lewat WA atau FB.
Pertama, jika siswa dibebani harus daring seperti kelas biasa, 14 sampai 16 mata pelajaran (mapel) seminggu, kasihan anak didiknya harus menatap gawai dengan waktu yang cukup lama.
Kedua, sebagian siswanya berdomisili di kampung-kampung yang tidak terjangkau internet.
Ketiga, Sri tidak ingin memberatkan siswa dan orang tua yang harus membayar paket internet.
Keempat, dengan penugasan dalam jangka waktu tertentu (7 sampai 14 hari) dan komunikasi lewat WA, jika ada siswa yang ingin bertanya, bagi Sri sudah cukup untuk menunjukkan bahwa mereka belajar di rumah.
Dia menyebutkan, ada sisi positifnya pembelajaran daring. Di antaranya guru dan siswa punya waktu cukup untuk mengulang atau mendalami materi. Baik secara individu maupun kelompok.
Selain itu partisipasi dalam pembelajaran hampir dapat dilakukan oleh semua siswa tanpa harus malu untuk salah dalam berpendapat.
Siswa dan guru dapat berdiskusi dengan menggunakan banyak referensi yang langsung di link kan atau ditayangkan (video) misalnya. Hal yang sulit dilakukan di kelas biasa.
Walaupun nilai positifnya banyak, tetapi kendala fasilitas masih menonjol. Sri yang tinggal di kota dan menggunakan fasilitas WiFi di rumah, tidak mengalami kendala saat kegiatan belajar mengajar daring.
Namun, Sri memikirkan sebagian besar siswanya yang pulang kampung dan tidak bisa terjangkau internet.
Itu sebabnya sebagai jalan keluarnya, Sri membangun dua grup di WA dan FB. Lewat instrumen itulah, Sri dan para siswanya bisa saling berkomunikasi sambil bercanda-canda.
"Saya menugaskan mereka sebelum kami libur. Siswa yang pulkam tetap mengerjakan tugas hanya memang tidak bisa berkomunikasi untuk tugas sebagaimana teman-temannya yang bisa terjangkau internet," paparnya.
Kondisi ini tidak membuat Sri hilang akal. Untuk menjangkau siswa yang tidak bisa mengakses jaringan internet, dia bekerja sama dengan RRI. Kebetulan RRI Pro 2 FM Fakfak membuka siaran edukasi juga.
Jadi para guru termasuk Sri bisa memanfaatkan ini untuk pembelajaran. Apalagi masyarakat di Fakfak terutama di kampung-kampung masih bisa mengakses RRI.
"Saya harus gencar memberikan edukasi karena kondisi siswa saya, dalam pembelajaran biasa pun mereka harus dibimbing. Apa lagi di masa pembelajaran di rumah harus lebih intens lagi," ucap Sri yang juga anggota Ikatan Guru Indonesia (IGI) Fakfak.
Dia menambahkan, dengan adanya bantuan RRI, Sri lebih mudah mengajarkan siswanya. Memang mengajar daring di tengah keterbatasan fasilitas lebih sulit lantaran dalam pembelajaran normal saja selalu ada siswa yang tidak tuntas memahami materi.
Solusimya saat kondisi normal akan diberikan penanganan lebih intensif melalui pembelajaran remedial.
Namun, di saat pembelajaran daring, cara penanganan siswa jadi berbeda. Di situlah kemampuan guru diuji untuk lebih kreatif.
Bagi Sri, salah satu cara efektif dengan intens berkomunikasi lewat grup WA dan FB serta RRI. (esy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad