Saat ini perseroan melalui anak perusahaannya yakni PT Multistrada Agro Internasional (MAI) telah memiliki lahan konsesi IUPHHK-HTI seluas kurang lebih 33 ribu ha. Karena itu, perseroan telah menyiapkan biaya investasi awal senilai 26 persen dari hasil right issue Rp 400 miliar. ”Kami rasa soal investasi pendanaan masih cukup. Kalau nanti ada penambahan bisa saja dilakukan,” tukas Pieter.
Pieter melanjutkan rencana terjun ke hulu itu merupakan strategi perseroan mengintegrasikan bisnis model bisnis dari hilir. Maklum, manajemen memiliki dua bisnis yakni manufaktur ban dan perkebunan karet. Nah, dengan rencana tersebut agresifisitas perseroan meningkatkan produksi ban semakin terjamin menyusul ketersediaan pasokan ban dengan harga dan kualitas yang kompetitif dari anak perusahaan. ”Makanya, kami harus amankan pasokannya,” imbuh Pieter.
Memang harga karet saat ini terus berfluktuatif. Di mana sepanjang 2010-2011 sempat melaju dari USD 2,5 per kilogram menjadi USD 4,95 per kilogram dan mencapai puncaknya Februari 2011 yang mencapai hampir USD 6 per kilogram. Setelah itu harga karet terus mengalami fluktuasi dan turun hingga USD 3,19 per kilogram. Hal inilah yang membuat perseroan melakukan perlindungan risiko atas ketersediaan dan harga bahan baku utama karet. “Kami membidik tambahan kapasitas produksi ban menjadi 35 ribu ban per hari. Pada 2013 sudah memproduksi 10 juta ban mobil per tahun dan 5 juta ban motor per tahun. Kondisi ini harus diimbangi jaminan ketersediaan pasokan yang stabil dan jangkauan pemasaran yang kuat,” tambah Pieter.
Sepanjang kuartal tiga 2011, perseroan sukses membukukan penjualan Rp 2,08 triliun atau tumbuh 36,51 persen dibanding periode 2010. Pencapaian itu melampaui penjualan full year 2010 dikisaran Rp 2,01 triliun. Penjualan naik berimbang baik di pasar ekspor maupun pasar lokal. Penjualan ekspor tumbuh 37 persen menjadi Rp 1,54 triliun sementara penjualan di pasar lokal tumbuh 36 persen menjadi Rp 535 miliar.
Solidnya kinerja penjualan itu membuat laba kotor perseroan tumbuh 23,71 persen atau senilai Rp 385,22 miliar, dibanding periode 2010. Sedangkan, laba usaha tercatat senilai Rp 203,62 miliar tumbuh 16,64 persen dibanding edisi 2010 di level Rp 174,57 miliar, laba bersih MASA tumbuh solid 18,51 persen menjadi Rp 136,25 miliar. “Tahun 2012 MASA menargetkan pertumbuhan penjualan mencapai 30 persen, hal ini meneruskan pertumbuhan penjualan eksponensial yang terus dibukukan perseroan dalam 5 tahun terakhir,” tutup Pieter. (far)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Wika Fokus Hunian Vertikal
Redaktur : Tim Redaksi