Masih Ada Warga Yang Belum Tahu Tanggal Pemilu

Senin, 07 Januari 2019 – 21:28 WIB
Pemilu 2019. Ilustrasi: radartegal.com

jpnn.com, SURABAYA - Ternyata belum semua warga Surabaya yang tahu kapan waktu penyelenggaraan pemilu. Fakta itu didapat dari hasil survei Departemen Statistika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) yang bekerja sama dengan Jawa Pos.

Padahal, pemilu serentak pada 17 April merupakan pesta demokrasi yang besar. Ada tiga agenda pemilihan.

BACA JUGA: PSI: KPU Lebih Kredibel daripada Sandiaga Uno

Selain presiden, masyarakat memilih calon legislatif (caleg) dan calon dewan perwakilan daerah (DPD) sekaligus. Itu kali pertama dalam sejarah.

Survei dilangsungkan di kecamatan-kecamatan di Surabaya. Yang disurvei 300 warga dari 16 kecamatan di Surabaya.

BACA JUGA: Hoaks Akan Terus Diulang-ulang agar Dianggap Kebenaran

Sebanyak 38 persen warga menyatakan tidak tahu kapan pemilu diadakan. Sisanya mengatakan mengetahui pemilu dihelat pada 17 April.Fakta lainnya, 32 persen warga menuturkan bahwa pemilu tidak disosialisasikan dengan baik.

Sebanyak 95 persen warga juga mengatakan tidak pernah mengecek status daftar pemilih tetap dirinya di website KPU.

BACA JUGA: Ikhtiar Caleg Rocker agar Jokowi dan PDIP Menang Lagi

Warga lebih banyak mendapatkan informasi dari media massa seperti koran, majalah, radio, dan televisi. Persentasenya 63 persen.

Direktur Konten Tim Pemenangan Pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin Jatim Adi Sutarwijono menuturkan bahwa sosialisasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) minim.

Dia tidak heran jika terdapat lebih dari sepertiga responden yang tidak tahu bahwa pada 17 April nanti ada pencoblosan.

''Alat peraga kampanye yang dipasang parpol sangat membantu sosialisasi. Tapi, kalau ditertibkan terus atas nama estetika, ya begini jadinya,'' ujarnya.

Aturan kampanye kali ini memang lebih ketat dari sebelumnya. Pemasangan alat peraga kampanye (APK) parpol dibatasi.

Per kelurahan cuma dapat jatah 5 baliho dan 10 spanduk. Sementara itu, reklame tetap tiap parpol cuma dapat jatah satu titik di seluruh penjuru kota.

Sebanyak 70 jalan protokol juga harus steril dari APK. Termasuk jalur pedestrian dan jalur hijau.

Awi menjelaskan, pembatasan itu sangat berpengaruh. Namun, dia tidak mempermasalahkannya karena telanjur diatur.

Meski begitu, dia kembali menekankan agar penertiban APK tidak dilakukan secara sembarangan saat pembatasan begitu ketat.

Awi menuturkan, seluruh caleg dan kader partai diminta turut menyosialisasikan pemilu.

Tidak hanya mempromosikan dirinya dan calon presiden. Tetapi juga tentang kapan pemilu diselenggarakan, pukul berapa, serta di TPS mana.

''Bakal mubazir kampanye jika tidak menerangkan pemilunya. Seperti meminta dipilih, tapi tidak memberi tahu kapan nyoblosnya,'' ucap wakil ketua Komisi A DPRD Surabaya tersebut.

Di sisi lain, Ketua Bidang Penggalangan Relawan Tim Pemenangan Prabowo-Sandiaga Jatim Hendro Tri Subiantoro mengeluhkan hal serupa.

Menurut dia, kemeriahan pemilu tidak terlihat gara-gara ketatnya aturan kampanye. ''Yang ramai cuma di medsos,'' ucapnya.

Dia juga menanyakan APK yang dibagikan KPU kepada setiap parpol. Selama tiga bulan masa kampanye, Gerindra Jatim tidak sampai mendapatkan 50 baliho.

''Tiga bulan berjalan, APK dari KPU yang turun sedikit sekali,'' jelas wakil ketua DPD Gerindra Jatim itu.

Dia juga merasa bahwa sosialisasi KPU di media massa sangat minim. Banyak juga warga yang tidak antusias dengan pemilu. Jika tidak disosialisasikan secara besar-besaran, tingkat kepesertaan pemilu nanti tidak maksimal.

Ketua KPU Surabaya Nur Syamsi mengungkapkan, suksesnya pemilu bergantung kinerja tiga pilar utama.

Selain KPU, ada peserta pemilu dan pemilih. Menurut dia, KPU sebagai pilar pertama sudah menjalankan fungsi sosialisasi dengan berbagai cara.

''H-3 kami juga lakukan program sapu jagat. Akan kami sebar surat pemberitahuan ke 2,1 juta pemilih di Surabaya,'' jelas alumnus Universitas Negeri Surabaya itu.

Pilar kedua adalah peserta pemilu. Yakni, pasangan capres, caleg, dan calon anggota DPD.

Menurut Syamsi, peserta pemilu seharusnya turut membantu sosialisasi mengenai pemilu serentak. Pilar ketiga, yakni pemilih, diharapkan turut serta dalam mengawasi jalannya pemilu.

Sementara itu, pakar politik Universitas Airlangga Hari Fitrianto mengatakan bahwa ada dua alasan orang tidak tahu tanggal pemilu.

Pertama, kurang atau tidak ada akses informasi. Kedua, tidak ingin tahu atau tidak ingin berpartisipasi dalam pemilu.

Terdapat dua penyebab terkait kurang atau tidak adanya akses informasi. Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan partai politik (parpol) kurang masif memberikan informasi dan sosialisasi pemilu. KPU seharusnya memberikan lebih banyak informasi.

''Pemberian informasi seharusnya tidak hanya melalui media konvensional seperti baliho, poster, dan media cetak. Tapi, lebih gencar pada media sosial,'' katanya. (sal/nas/c15/c20/git/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dana Kampanye Terbanyak, Perindo Pede 3 Besar Pemilu 2019


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler