jpnn.com, SUKOHARJO - Masjid Darussalam di Kedunggudel, Sukoharjo merupakan salah satu saksi sejarah perjuangan Pangeran Diponegoro.
Konon di Kedunggudel juga penyebaran Islam di Jawa bermula.
BACA JUGA: Ada Keris Kanjeng Kiai Nogo Siluman di Pameran Pusaka Pangeran Diponegoro
Keberadaan Masjid Darussalam membawa daya tarik sendiri. Banyak orang dari luar Sukoharjo datang untuk berziarah.
Menurut salah satu tokoh desa, Sehono, Kedunggudel dahulu merupakan daerah yang besar dan menjadi salah satu kota peradaban Islam.
BACA JUGA: Belanda Kembalikan Keris Pangeran Diponegoro ke Indonesia
Agama Islam di Kedunggudel masuk dibawa oleh para alim ulama kerajaan Demak pada 1478.
Pada saat Perang Diponegoro terjadi yakni pada tahun 1825-1830, masjid ini dijadikan tempat pertemuan antara Sinuhun Paku Buana VI dengan Pangeran Diponegoro untuk mengatur strategi.
BACA JUGA: 531 Warga Desa Mendadak jadi Jutawan, Ada yang Dapat Sampai Rp 1 Miliar
"Kala itu, pertemuan antara keduanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Namun, konspirasi tersebut akhirnya tercium oleh Belanda. Kedunggudel dibumihanguskan," kata Sehono, seperti dikutip dari Radar Solo.
Masjid Darussalam merupakan masjid tertua di Sukoharjo. Didirikan pada 1837 M, tepatnya pada tanggal 20 Agustus oleh Kiai Lombok.
Di dalam Masjid Darussalam terdapat sebuah sumur yang ditutupi oleh kaca bertuliskan "Sumur Kyai Pleret".
Konon, sumur tersebut dahulu digunakan untuk menyimpan harta untuk perang.
"Sumber sejarah mengenai Masjid Darsusslam sampai saat ini masih terbatas. Selama ini, sejarah yang didapatkan melalui cerita turun temurun," kata Sehono.
Selain berkaitan erat dengan penyebaran agama Islam, Kedunggudel juga dikenal sebagai desa penghasil jenang, wingko babat, dan batik. (mg/dam/bram/fer/jpr)
Video Terpopuler Hari ini:
Redaktur & Reporter : Adek