Masjid Mujahidin di Perak Barat, Pendiri dan Pengurusnya Orang Bugis

Sabtu, 24 Juni 2017 – 09:11 WIB
Aktivitas buka bersama di Masjid Mujahidin pada bulan puasa. Meski takmir masjid didominasi warga Sulawesi, namun terbuka bagi jamaah dari golongan apapun. Foto Satria Nugraha/Radar Surabaya/JPNN.com

jpnn.com, SURABAYA - Ada yang unik dari Masjid Mujahidin. Bukan soal sejarah bangunannya. Namun dari sisi takmir atau pengurus masjid.

Hingga awal berdiri sampai saat ini, ketua takmir masjid di Jalan Perak Barat, Surabaya, Jawa Timur ini selalu dijabat oleh warga asli Sulawesi keturunan suku Bugis.

BACA JUGA: Masjid Mujahidin, Simbol Perjuangan Syuhada TNI Angkatan Laut

=================================
Bagus Putra Pamungkas - Radar Surabaya
=================================

Takmir Umum Masjid Mujahidin, Adnan Yusuf mengatakan bahwa hal tersebut bukanlah sebuah kebetulan.

Hal itu ternyata berkaitan erat dengan sejarah pembangunan masjid dimana masjid berusia 62 tahun ini dibangun oleh warga asli Sulawesi.

“Saat itu pembangunan masjid diprakarsai oleh purnawirawan TNI AL, Djakmar Yasman. Beliau merupakan warga asli Sulawesi, tepatnya warga Makassar,” ujarnya kepada Radar Surabaya.

Hal itulah yang membuat pengurus masjid selalu didominasi oleh warga keturunan Sulawesi secara turun temurun. Tak hanya ketua takmir, hampir seluruh pengurus masjid juga merupakan warga berdarah Sulawesi.

“Termasuk saya juga asli Sulawesi. Saya asli dari Bone,” ungkap Adnan Yusuf.

Ia mengaku, dirinya sudah mulai merantau ke Surabaya sejak tahun 1983 dan baru menjadi takmir sejak tahun 2003.

Ia menambahkan, saat ini posisi ketua takmir diisi oleh Sugiharta. Beliau juga merupakan warga asli Sulawesi.

Adnan mengaku, para takmir yang memiliki darah Sulawesi memang mayoritas tinggal di daerah Perak. Kebanyakan dari mereka merupakan pengusaha kapal.

“Kapal nelayan yang berlayar di daerah Perak sini untuk mencari ikan, kebanyakan milik warga Sulawesi. Selain itu, ada juga beberapa yang merupakan tengkulak hasil laut,” lanjutnya dengan logat Bone yang kental.

Adnan menuturkan, banyaknya warga Sulawesi yang bermukim di Surabaya bukan hal yang baru.

Sebab, selama ini warga Sulawesi memang memiliki jiwa merantau yang kuat. Jika sukses, mereka pasti akan menandai dengan membangun masjid di tanah perantauan.

“Contohnya ya, masjid Mujahidin ini,” jelasnya.

Namun meski diurus warga Sulawesi, Adnan mengatakan bahwa pihaknya sangat toleran. Tak ada jarak antara jemaah yang mayoritas dari suku Jawa dengan takmir yang didominasi warga Sulawesi.

Bahkan, pengurus takmir juga tak pernah menentukan golongan dari jamaah.

Menurutnya, semua jamaah yang ada di masjid Mujahidin tak ada perbedaan dan memiliki satu tujuan yang sama, yakni untuk beribadah kepada Allah SWT.

“Jadi masjid ini bukan untuk NU atau Muhammadiyah. Kami semua lebur jadi satu dalam masjid Mujahidin ini. Kami semua adalah umat muslim. Itu yang membuat masjid kami beda dengan yamg lainnya,” pungkas Adnan. (*/jay)


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler