JAKARTA – Ratusan perwakilan masyarakat Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur, menuntut Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), segera memeriksa dugaan pelanggaran kode etik komisioner KPUD PPU.
Alasannya, KPUD PPU meloloskan Yusran Aspar sebagai calon bupati. Kasasi MA sebelumnya memvonis Yusran hukuman penjara 1 tahun 6 bulan dan denda Rp 100 juta. Belakangan, Yursan memenangkan pemilihan kepala daerah (Pilkada) beberapa waktu lalu.
“Tuntutan kita tidak memersoalkan kalah menang, kompetisi itu biasa. Tapi ini masalah profesionalisme pemerintah dan penyelenggara Pemilu. Kok bisa mantan narapidana lolos menjadi calon bupati dan kebetulan dipilih masyarakat pula. Selama beliau bersih, silahkan. Tapi itu harus dibuktikan terlebih dahulu,” ujar koordinator perwakilan massa, Harimuddin Rasyid, di depan gedung Bawaslu, Jalan MH Thamrin Jakarta, Jumat (24/5).
Massa terlihat tiba di depan gedung DKPP sekitar Pukul 14.30 WIB. Mereka langsung membakar ban dan menyuarakan tuntutan agar pemerintah pusat benar-benar konsisten memberlakukan aturan. Karena jika tidak, pergolakan-pergolakan di sejumlah daerah seperti yang terjadi beberapa waktu lalu, tidak akan pernah bisa diatasi dengan baik.
Aksi mendapat pengawalan ketat puluhan aparat kepolisian. Akhirnya setelah berlangsung sekitar 30 menit, massa membubarkan diri setelah mengetahui pengaduan telah sampai ke DKPP. Dan pimpinan lembaga tersebut menurut Harimuddin menjadwalkan menerima mereka pada Senin (27/5) mendatang.
Selain ke DKPP, Harimuddin menyatakan aksi yang sama juga dilakukan di depan gedung KPU Pusat. Sayangkan mereka hanya diterima perwakilan sekretariat KPU, tanpa seorang komisioner pun.
“Padahal kita jauh-jauh dari daerah datang kemari, tapi tidak disambut dengan baik. Jawaban yang mereka sampaikan juga kenapa setelah proses pilkada selesai, baru kita menuntut. Ini kan aneh, padahal kedatangan kita ingin minta pelurusan undang-undang,” kata pria yang mengaku salah seorang penggagas lahirnya PPU menjadi kabupaten baru 10 tahun yang lalu ini.
Langkah lain, gugatan hasil Pilkada PPU sendiri menurut Harimuddin telah didaftarkan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Demikian juga kita telah mendatangi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), menuntut untuk benar-benar menerapkan aturan pemerintahan. Karena masyarakat Penajam tidak mau dipimpin mantan narapidana koruptor. Kalau seorang mantan napi dapat jadi pemimpin, kita ramai-ramai saja korupsi. Katanya beliau tidak bersalah setelah keluarnya Peninjauan Kembali (PK) dari Mahkamah Agung. Nah sekarang kita tuntut PK itu dibuktikan. Kalau tidak masyarakat yang rugi,” katanya.
Yusran Aspar merupakan mantan anggota DPR periode 2009-2014 Dapil Kaltim. Ia tersandung korupsi biaya pembebasan tanah kompleks perumahan PNS senilai Rp 6,3 miliar semasa menjabat Bupati PPU, periode 2003-2008. Namun di tingkat kasasi di MA, Yusran divonis bersalah dan harus menjalani hukuman 1 tahun 6 bulan penjara serta denda Rp 100 juta.
Vonis jatuh pada tahun 2009. Vonis itu menggugurkan putusan Pengadilan Negeri Tanahgrogot pada Januari 2008 yang membebaskan Yusran dari dakwaan korupsi. Namun kemudian pada tingkat Peninjauan Kembali (PK), disebut-sebut lewat putusan Nomor 26 PK/PID.SUS/2010, MA menyatakan Yusran tidak bersalah, sehingga nama baiknya direhabilitasi.(gir/jpnn)
Alasannya, KPUD PPU meloloskan Yusran Aspar sebagai calon bupati. Kasasi MA sebelumnya memvonis Yusran hukuman penjara 1 tahun 6 bulan dan denda Rp 100 juta. Belakangan, Yursan memenangkan pemilihan kepala daerah (Pilkada) beberapa waktu lalu.
“Tuntutan kita tidak memersoalkan kalah menang, kompetisi itu biasa. Tapi ini masalah profesionalisme pemerintah dan penyelenggara Pemilu. Kok bisa mantan narapidana lolos menjadi calon bupati dan kebetulan dipilih masyarakat pula. Selama beliau bersih, silahkan. Tapi itu harus dibuktikan terlebih dahulu,” ujar koordinator perwakilan massa, Harimuddin Rasyid, di depan gedung Bawaslu, Jalan MH Thamrin Jakarta, Jumat (24/5).
Massa terlihat tiba di depan gedung DKPP sekitar Pukul 14.30 WIB. Mereka langsung membakar ban dan menyuarakan tuntutan agar pemerintah pusat benar-benar konsisten memberlakukan aturan. Karena jika tidak, pergolakan-pergolakan di sejumlah daerah seperti yang terjadi beberapa waktu lalu, tidak akan pernah bisa diatasi dengan baik.
Aksi mendapat pengawalan ketat puluhan aparat kepolisian. Akhirnya setelah berlangsung sekitar 30 menit, massa membubarkan diri setelah mengetahui pengaduan telah sampai ke DKPP. Dan pimpinan lembaga tersebut menurut Harimuddin menjadwalkan menerima mereka pada Senin (27/5) mendatang.
Selain ke DKPP, Harimuddin menyatakan aksi yang sama juga dilakukan di depan gedung KPU Pusat. Sayangkan mereka hanya diterima perwakilan sekretariat KPU, tanpa seorang komisioner pun.
“Padahal kita jauh-jauh dari daerah datang kemari, tapi tidak disambut dengan baik. Jawaban yang mereka sampaikan juga kenapa setelah proses pilkada selesai, baru kita menuntut. Ini kan aneh, padahal kedatangan kita ingin minta pelurusan undang-undang,” kata pria yang mengaku salah seorang penggagas lahirnya PPU menjadi kabupaten baru 10 tahun yang lalu ini.
Langkah lain, gugatan hasil Pilkada PPU sendiri menurut Harimuddin telah didaftarkan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Demikian juga kita telah mendatangi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), menuntut untuk benar-benar menerapkan aturan pemerintahan. Karena masyarakat Penajam tidak mau dipimpin mantan narapidana koruptor. Kalau seorang mantan napi dapat jadi pemimpin, kita ramai-ramai saja korupsi. Katanya beliau tidak bersalah setelah keluarnya Peninjauan Kembali (PK) dari Mahkamah Agung. Nah sekarang kita tuntut PK itu dibuktikan. Kalau tidak masyarakat yang rugi,” katanya.
Yusran Aspar merupakan mantan anggota DPR periode 2009-2014 Dapil Kaltim. Ia tersandung korupsi biaya pembebasan tanah kompleks perumahan PNS senilai Rp 6,3 miliar semasa menjabat Bupati PPU, periode 2003-2008. Namun di tingkat kasasi di MA, Yusran divonis bersalah dan harus menjalani hukuman 1 tahun 6 bulan penjara serta denda Rp 100 juta.
Vonis jatuh pada tahun 2009. Vonis itu menggugurkan putusan Pengadilan Negeri Tanahgrogot pada Januari 2008 yang membebaskan Yusran dari dakwaan korupsi. Namun kemudian pada tingkat Peninjauan Kembali (PK), disebut-sebut lewat putusan Nomor 26 PK/PID.SUS/2010, MA menyatakan Yusran tidak bersalah, sehingga nama baiknya direhabilitasi.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 4 Pelabuhan Jadi Prioritas Ekspor-Impor
Redaktur : Tim Redaksi