jpnn.com, DEPOK - Sebuah rilis dari Intelligent menemukan sebanyak 75% perusahaan yang disurvei memecat lulusan baru yang direktrut tahun ini.
Alasannya beragam, mulai kinerja yang tidak memuaskan, kurangnya inisiatif, profesionalisme, kemampuan memecahkan masalah hingga minim ketrampilan komunikasi yang baik. Laporan tersebut semakin memperkuat stigma negatif Gen Z dalam dunia kerja.
BACA JUGA: Master Bagasi Konsisten Penuhi Kebutuhan Diaspora di Lebih dari 100 Negara
Namun, fenomena tersebut berbanding terbalik dengan kondisi di startup cross border e-commerce pertama buatan bangsa Indonesia, Master Bagasi.
Sejak pertama kali dibentuk tahun 2021, semua tim yang terlibat di Master Bagasi adalah Gen Z.
BACA JUGA: Mudahkan Belanja Produk Indonesia dari 90 Negara, Master Bagasi Sudah Diunduh 20 Ribu Kali
“Dari awal pendirian, tim yang terlibat dalam operasional dan pengembangan Master Bagasi didominasi oleh Gen Z. Hingga sekarang, jumlah tim dari anak-anak muda usia 20an tahun itu, terus bertahan bahkan bertambah,” jelas Amir Hamzah, Founder & CEO Master Bagasi.
Menurut Hamzah, people adalah bagian penting dalam menjaga fundamentas bisnis Perusahaan. Hal itu, Hamzah rasakan sejak kali pertama berinteraksi bersama Gen Z membesarkan Master Bagasi yang akses marketnya sudah menembus lebih dari 100 negara tersebut.
BACA JUGA: Kirim Produk Makanan ke 90 Negara, Master Bagasi Ikut Sukseskan Gastrodiplomasi RI
Lulusan Fakultas Hukum Universitas Indonesia itu berujar, salah satu kuncinya ada pada penerapan core values “learn, build & deliver” perusahaan.
Core values itu menjadi semangat dan DNA seluruh tim dalam membangun entitas usaha yang saling menguntungkan dan berkelanjutan.
Kini, aplikasi Master Bagasi telah diunduh lebih dari 20 ribu kali dan memenuhi secara rutin kebutuhan belanja diaspora Indonesia.
“Learn artinya kita saling belajar dan mencari peluang untuk terus tumbuh bersama. Build artinya menerapkan ilmu-ilmu baru yang dipelajari dalam berbagai ide, produk dan solusi. Selanjutnya adalah deliver. Kami memastikan bahwa apa pun yang kami hasilkan memiliki dampak positif dan berguna bagi orang lain,” jelas Hamzah.
Penerapan core values itu diakui Hamzah sangat berdampak pada fundamental bisnis dan reputasi perusahaan yang telah dipercaya oleh market Diaspora Indonesia di dunia.
Kiprah Gen Z di Master Bagasi menjadi catatan tersendiri bahwa tidak semua Gen Z bereputasi negatif di dunia kerja.
“Semua tergantung bagaimana cara pemilik perusahaan mengelolanya saja. Saya termasuk tim awal dari Gen Z yang ikut membangun Master Bagasi,” jelas Co-Founder Master Bagasi, Enzelia Trigati Mulyarini.
Enzy melanjutkan tentang Peringatan Hari Sumpah Pemuda yang jatuh setiap tanggal 28 Oktober setiap tahunnya. Baginya, pelaku sejarah Sumpah Pemuda adalah anak-anak muda yang saat itu usia belasan dan dua puluhan tahun.
“Spirit mereka harus jadi inspirasi dan motivasi bagi kita anak-anak Gen Z untuk terlibat aktif di berbagai bidang yang kita tekuni, termasuk berkiprah dalam membangun ekosistem digital diaspora Indonesia,” lanjuta Enzy. (dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif