Masukan untuk Mas Nadiem dari UMJ dan Komisi X DPR

Selasa, 19 Mei 2020 – 13:50 WIB
Wakil Dekan I FIP UMJ, Ismah MSi dalam EduTalk. Foto: Mesya/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pandemi Covid-19 menuntut dunia pendidikan melakukan kegiatan belajar mengajar dilakukan dari rumah secara daring.

Ironisnya, tidak seluruh satuan pendidikan di Indonesia memiliki akses listrik, apalagi internet.

BACA JUGA: Titi Honorer K2 Sangat Berharap Peran Mas Nadiem Makarim

Akibatnya banyak peserta didik yang terhambat melakukan kegiatan belajar dari rumah.

Hal tersebut disampaikan anggota Komisi X DPR RI Ferdiansyah dalam EduTalk online bertema Efektivitas Pembelajaran Daring di Tengah Pandemi Covid-19 besutan Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Senin (18/5).

BACA JUGA: Mas Nadiem, Ini Pengaduan Terbaru Guru Honorer soal TPG

"Sekolah Dasar merupakan satuan pendidikan yang paling banyak di Indonesia. SD yang tidak memiliki akses listrik juga paling banyak," kata Ferdiansyah.

Dia menyebutkan, ada 6.604 dari 116.783 SD yang tidak memiliki fasilitas listrik.

BACA JUGA: Peringatan Serius dari Pengamat Intelijen, Semua Harus Waspada!

Sedangkan Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak 817 dan 86 Sekolah Menengah Atas (SMA) tidak memiliki akses listrik.

Secara keseluruhan terdapat 179.097 sekolah yang mempunyai akses listrik dan internet.

Sebanyak 33.227 sekolah mempunyai listrik tetapi tidak tersentuh internet. Sisanya, 7.552 sekolah tidak tersentuh listrik, apa lagi internet.

Ferdiansyah juga mengungkapkan fakta ada 68.729.037 siswa yang belajar di rumah. Siswa SD/Madrasah ibtidaiyah/sederajat paling banyak belajar di rumah.

Ada 28.587.688 murid yang belajar jarak jauh. SMP/Madrasah Tsanawiyah/sederajat sebanyak 13.086.424 siswa yang belajar di rumah.

"Masalahnya banyak siswa, orang tua, dan guru yang tidak siap dengan pembelajaran jarak jauh. Banyak yang masih tergagap-gagap dengan teknologi," ujarnya.

Setidaknya kata Ferdiansyah ada tiga tantangan pemanfaatan teknologi dalam pendidikan yaitu biaya paket internet, ketersediaan perangkat belajar, dan konektivitas internet serta listrik untuk daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar).

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim memang sudah mengeluarkan regulasi untuk mempermudah proses belajar di rumah seperti tayangan edukasi TVRI, RRI, kerja sama dengan swasta untuk platform, subsidi pulsa, dan lainnya.

Namun itu tidak cukup kalau budaya teknologi di masyarakat belum terbentuk.

"Mas Nadiem harus meng-install ulang sistem pendidikan di Indonesia. Mau tidak mau siswa, guru, dan orang tua harus akrab dengan teknologi," tandasnya.

Pada kesempatan tersebut Wakil Dekan I FIP UMJ, Ismah MSi menyoroti dampak pandemi Covid-19 di sektor pendidikan.

Dampak positifnya adalah dosen dan mahasiswa menguasai teknologi untuk menunjang pembelajaran online, model pembelajaran lebih variasi yang belum pernah dilakukan dosen.

"Pembelajaran di rumah bisa membuat orang tua lebih mudah dalam mengawasi perkembangan belajar anak secara langsung. Selain itu penggunaan handphone bisa dikontrol orang tua untuk kebutuhan belajar," terang Ismah.

Sedangkan dampak negatifnya adalah kendala sinyal, keterbatasan kuota internet. Selain itu yang terjadi bukanlah kuliah online tetapi tugas online. Waktu perkuliahan yang tidak sesuai dengan jadwal kuliah.

"Belajar di rumah juga menyebabkan pengumpulan tugas online membuka peluang untuk copy paste semakin tinggi," ucapnya.

Dampak negatif lainnya adalah mahasiswa menjadi tidak leluasa dalam pembelajaran karena tidak terjadi komunikasi dua arah antara mahasiswa dan dosen. (esy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler