jpnn.com, JAMBI - Gowes Pesona Nusantara (GPN) di Kabupaten Batanghari membuat masyarakat di sana gembira luar biasa. Hal itu ditambah dengan sakralnya penyerahan tanah air.
Prosesi itu adalah bagian dari pelaksanaan touring gowes pesona nusantara yang memang sengaja ingin menyatukan tanah-air dari 34 provinsi di Indonesia, dari kota-kota sakral dan bersejarah.
BACA JUGA: Menpora Lepas Tim Touring GPN 2017 ke Bengkulu
Ada sebuah prosesi khusus terhadap penyerahan tanah dan air dari wilayah itu. Dimana tanah yang akan disatukan dengan wilayah lain di Magelang, Jawa Tengah, September nanti, merupakan sebuah warisan dari koloni Belanda.
Meski Indonesia telah merdeka pada 17 Agustus 1945, rupanya tak menjamin kemerdekaan seutuhnya. Agresi militer kedua di tanah Sumatera pun membuat Belanda kembali menginjakkan kaki di bumi pertiwi, 1949.
BACA JUGA: Salut, Ribuan Peserta Ikuti Gowes Pesona Nusantara di Sawalunto
Di tahun itu, Belanda menguasai Muara Tembesi sebagai pusat pemerintahannya. Namun dengan adanya upaya diplomatik yang dilakukan pemimpin negara saat itu membuahkan hasil positif. Akhirnya wilayah itu dikembalikan ke Indonesia
Dikembalikannya Muara Tembesi yang masih dalam wilayah Kabupaten Batanghari kepada Indonesia oleh Belanda dilangsungkan melalui sebuah upacara simbolik.
BACA JUGA: Gowes Pesona Nusantara pun Meluncur Sampai Ambon
Dimana saat itu pemerintah yang di wakili Wakil Presiden Mohammad Hatta menerima penyerahan kedaulatan itu. Hal tersebut dipaparkan Camat Muara Bulian yang turut mengikuti prosesi pengambilan tanah di Muara Tembesi.
"Tanah itu kita ambil di gedung penyerah kedaulatan. Dimana saat itu pemerintah Belanda secara simbolis menyerahkan tanah tersebut kepada Mochammad Hatta (wakil presiden RI pertama red)," kata Patoni, Sabtu (15/7)
"Itulah sejarah Batanghari. Bahwa tanah tadi merupakan tempat penyerahan kedaulatan Republik Indonesia dari Belanda untuk wilayah Jambi, di situ titiknya," jelasnya.
Sedangkan air, diambil dari pertigaan yang mempertemukan dua sungai di wilayah itu, yakni Batanghari dan Batang Tembesi. Setelah itu kedua elemen tersebut di arak dan disemayamkan satu malam di rumah adat.
"Prosesinya kita lakukan kemarin. Pengambilannya secara adat oleh para tetua adat. Jadi dari Muara Tembesi di arak ke Muara Bulian. Harapan kami, air yang setitik itu bisa jadi laut dan tanah yang segumpal bisa jadi gunung," ucap ketua pemangku adat, Zuhdi Kamudi. (dkk/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kota Terakhir di Tanah Papua Siap Gelar Gowes Pesona Nusantara
Redaktur & Reporter : Muhammad Amjad