jpnn.com - Anak adalah kebanggaan orangtua. Ketika anak yang dibanggakan justru lahir dengan kondisi keterbelakangan mental, seperti Donlesi, 10, maka sang ayah sebut saja Donjuan, 40, tak mau mengakuinya sebagai anak.
Umi Hany Akasah - Radar Surabaya
BACA JUGA: Dishub Diingatkan Tak Rugikan Pemilik Armada
Donjuan dan Karin, 37, sudah lima tahun menunggu kehadiran anak pertamanya. Namun ketika anak mereka benar-benar lahir, kehidupan keluarga kecil ini tak ada bahagia-bahagianya.
Donjuan tak mau mengakui bahkan memegang Donlesi. Karin tentu tak terima dengan sikap Donjuan itu. Akhirnya, pertengkaran pun kerap terjadi setiap Donjuan pulang dari kerja.
BACA JUGA: Ide Baru, Mau Naik Angkot Tinggal Gesek Kartu
“Kualat, kualat peno, Pa. Mene sopo kate ngrawat peno nek wes tuek,” ungkap Karin kesal di sela-sela sidang talak cerai di Pengadilan Agama (PA) Jalan Ketintang Madya.
Karin terlihat tidak terima dengan sikap Donjuan. Sejak Donlesi lahir, Donjuan enggan pulang ke rumah.
BACA JUGA: KPK Obok-obok Kantor Gubernur Sulawesi Tenggara
Selalu saja ada alasan bagi Donjuan untuk menolak pulang ke rumah. Dari yang sibuk mengerjakan urusan kantor sampai tugas ke luar kota.
“Saya pernah telepon ke kantor, ternyata suami katanya sudah pulang karena tidak ada lagi pekerjaan di kantor,” kata Karin.
Karena ketidakjujuran itu, Karin dan Donjuan acap kali bertengkar. Puncaknya terjadi ketika Donjuan mengaku kesal memiliki keturunan yang bodoh karena memiliki keterbelakangan mental.
Donjuan malu dengan saudara dan teman-temannya di kantor atas kondisi Donlesi yang cara berjalannya pun pincang.
Donlesi yang bicaranya terbatabata dan sering bersikap aneh seperti tertawa sendiri, juga jadi bahan olokan tetangganya di rumah.
“Suami tidak bisa menerima keadaan anak kami seperti itu. Suami malah mengancam akan menceraikan saya yang terlalu sering membela anak kami,” kata Karin sambil terus menangis.
Karin mengaku sudah cukup sabar menerima kondisi anak yang ditunggu-tunggu dan diimpikannya ternyata kondisinya tak sesuai harapan.
Sekarang dengan penolakan dari sang suami kepada anaknya, ia mengaku tak sanggup lagi menahan cobaan.
Meski demikian, Karin mengaku akan lebih memilih Donlesi dibandingkan Donjuan.
“Suami bisa saja menikah lagi. Dia banyak temannya. Kalau anak saya, dia tak punya siapa-siapa lagi yang sayang sama dia. Hanya aku, ibunya, yang sayang dan menghargai dia dengan kondisinya yang seperti itu,” ucap Karin sambil terus sesenggukan.
Kepada majelis hakim Pengadilan Agama, Donjuan yang bekerja sebagai staf marketing mengaku tak sanggup melihat anak semata wayangnya mengalami keterbelakangan mental.
Apalagi, menurut dia, kondisinya sangat mengganggu pergaulannya dengan lingkungan kerja dan keluarganya.
“Stres saya lihat anak kayak gitu,” kata warga Manukan Barat itu.
Tak hanya malu, yang paling dia takuti adalah sikap ketergantungan Donlesi. Selama ini, ibunya, Karin, selalu mendampingi Donlesi ke manapun pergi.
“Nanti kalau tua, dia mau ikut sama siapa? Saya tidak mau tua harus mengurus anak seperti dia,” kata Donjuan seraya ngeloyor pergi meninggalkan Radar Surabaya. (*/jay)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Geledah Sejumlah Lokasi di Sultra
Redaktur : Tim Redaksi