Mayoritas Perokok Miskin, Pendidikan Rendah

Sabtu, 26 Mei 2012 – 07:18 WIB

JAKARTA - Pengesahan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pengendalian Tembakau, terus molor. Sementara konsumsi rokok masyarakat terus meningkat. Ironisnya, konsumen rokok tertinggi berasal dari kalangan menengah ke bawah. Berdasarkan data Riskesdas tahun 2007, perokok terbanyak berasal dari orang dewasa berpendapatan rendah dan tingkat pendidikan rendah.

"Merokok lebih banyak dilakukan orang yang miskin dan berpendidikan rendah. Mayoritas mereka tidak sekolah atau tidak tamat SD,"jelas Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes Ekowati Rahajeng dalam temu media di gedung Kemenkes, kemarin (25/5).

Data tersebut diperkuat dengan penelitian dari Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FE UI) yang menyebutkan bahwa banyak rumah tangga termiskin atau berpenghasilan rendah terjerat konsumsi rokok. Ada sekitar 57 persen atau enam dari 10 rumah tangga termiskin yang memiliki pengeluaran khusus untuk rokok. Bahkan, pengeluaran untuk rokok merupakan pengeluaran terbesar kedua setelah bahan pokok.

"Pengeluaran untuk rokok hanya lebih kecil dari beras (makanan pokok). Pengeluaran untuk rokok ini mengalahkan 23 jenis pengeluaran lainnya, seperti biaya kesehatan atau pendidikan," jelas peneliti Lembaga Demografi FE UI, Abdillah Ahsan, kemarin.

Abdillah menuturkan, pengeluaran untuk rokok nilainya melebihi keperluan pokok lainnya. Pada 2009, tercatat pengeluaran rokok rumah tangga termiskin jumlahnya bisa 11 kali lebih besar dibanding pengeluaran untuk daging, tujuh kali untuk pengeluaran buah-buahan, enam kali pengeluaran pendidikan, lima kali pengeluaran susu dan telur, serta lima kali pengeluaran kesehatan. "Bayangkan kalau mereka mau berhenti merokok, mereka sebenarnya bisa membeli daging, buah-buahan bahkan membiayai kesehatan,"ujarnya.

Abdillah melanjutkan, jika dihitung, jumlah pengeluaran rokok rumah tangga termiskin bisa mencapai jutaan rupiah, 10 tahun mendatang. Dia mencontohkan, konsumsi rokok per bulan 30 bungkus mencapai Rp 300 ribu, sementara konsumsi rokok per tahun bisa mencapai Rp 3.650 ribu, jika sebungkus rokok diperkirakan seharga Rp 10 ribu.

"Jadi konsumsi rokok per 10 tahun alias 3650 bungkus, biayanya mencapai Rp 36.500.000. Biaya itu setara dengan biaya naik haji, DP rumah, renovasi rumah, beli motor, DP Mobil, sampai modal usaha kecil.

Karena itu, Abdillah mengatakan sebaiknya mulai berhenti merokok dan mengalihkan biaya yang dikeluarkan untuk rokok untuk keperluan pokok yang lain.  "Banyak orang miskin yang menyatakan susah untuk bayar uang sekolah, untuk makan. Padahal mereka bisa membeli rokok. Artinya kan ada alokasi dana untuk itu. Cobalah berhenti merokok," imbuh dia. (Ken)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Awas, Obat Malaria Palsu Banjiri Asia Tenggara


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler