jpnn.com, JAKARTA - Mayoritas responden puas dengan kinerja Presiden Joko Widodo.
Meski demikian, mereka menolak penundaan Pemilu 2024.
BACA JUGA: Survei Soal Penundaan Pemilu 2024, Begini Sikap Mayoritas Responden
Hasil survei Y-Publica menunjukkan kepuasan publik terhadap kinerja pemerintahan Presiden Joko Widodo mencapai 75,8 persen.
"Temuan survei Y-Publica menunjukkan sebanyak 75,8 persen publik merasa puas, bahkan 5,3 persen di antaranya sangat puas," ujar Direktur Eksekutif Y-Publica Rudi Hartono melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis (10/3).
BACA JUGA: Soal Wacana Penundaan Pemilu 2024, Jimly Asshiddiqie Bilang Yakin
Dia mengatakan naiknya kepuasan publik atas kinerja Presiden Jokowi dipengaruhi beberapa kebijakan yang diambil, terutama penanganan Covid-19 dan pertumbuhan ekonomi.
Pada saat kasus Covid-19 harian bergerak turun, pemerintah mulai melonggarkan pembatasan sosial dan memperbarui aturan terkait mobilitas.
BACA JUGA: Indonesia Butuh Nama-Nama Baru untuk Capres di Pilpres 2024
Kebijakan terbaru, yakni persyaratan tes antigen dan PCR untuk perjalanan jarak jauh ditiadakan bagi masyarakat yang sudah mendapatkan vaksin lengkap dan dosis ketiga.
Kemudian termasuk pula kebijakan karantina bagi pelaku perjalanan dari luar negeri yang hanya satu hari.
Bahkan, khusus wisatawan yang masuk melalui bandara di Bali tidak perlu karantina.
Seiring dengan membaiknya situasi pandemi Covid-19, grafik pertumbuhan ekonomi juga bergerak dalam zona positif.
Pada kuartal IV 2021 tercatat ekonomi tumbuh sebesar 5,02 persen.
Setelah sebelumnya minus pada 2020, kini pertumbuhan mencapai 3,69 persen sepanjang 2021.
Kendati demikian, ujarnya, kepuasan publik sempat turun di angka 70,3 persen pada survei November 2021 setelah mencapai rekor 80,2 persen pada Mei 2021.
Meski kepuasan publik atas kinerja pemerintahan Jokowi tinggi, Rudi mengingatkan realitas di lapangan bisa tampak berbeda.
Sebagai contoh, kelangkaan minyak goreng yang menimbulkan antrean panjang para ibu rumah tangga di sejumlah daerah.
Demikian juga harga kedelai dan daging sapi yang naik.
"Pandemi masih menimbulkan masalah pada rantai pasok secara global, ditambah dengan faktor-faktor domestik lainnya yang berpengaruh pada rentannya ketahanan pangan di dalam negeri," kata Rudi.
Situasi perang di Ukraina juga berpotensi menambah gejolak kenaikan harga komoditas termasuk pangan dan energi.
Oleh karena itu, Rudi menilai pemerintah masih mempunyai banyak pekerjaan rumah untuk menjaga ketersediaan barang-barang dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat.
"Jika tidak ditangani dengan baik, bisa jadi kepuasan publik akan stagnan atau bahkan melorot," ujarnya.
Meski kepuasan publik sangat tinggi, mayoritas responden memilih pemilu tetap dilaksanakan sesuai jadwal, 14 Februari 2024.
Sebanyak 81,5 persen dari total responden menginginkan pemilu dilaksanakan sesuai jadwal.
Hanya 12,9 persen responden tidak keberatan dengan pengubahan jadwal Pemilu Serentak 2024, sisanya 5,6 persen menyatakan tidak tahu atau tidak menjawab.
Survei dilakukan 24 Februari hingga 4 Maret 2022 terhadap 1.200 orang, mewakili seluruh provinsi di Indonesia.
Data diambil melalui wawancara tatap muka dan responden dipilih secara multistage random sampling.
Margin of error sekitar 2,89 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.(Antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Ken Girsang