jpnn.com, JAKARTA - Massa yang tergabung dalam Masyarakat Penegak Demokrasi (MPD) mendukung Presiden Joko Widodo untuk menyetujui Revisi Undang-Undang KPK.
Mereka menunjukkan dukungan dengan cara menggelar aksi damai di depan Istana Negara, Rabu (11/9).
BACA JUGA: Revisi UU KPK, Nawawi Pamolango: Setuju Jika KPK Bisa Terbitkan SP3
Para peserta aksi damai mengenakan baju Hanoman, Gatot Kaca, Wiro Sableng, Gundala, dan Si Buta Dari Gua Hantu.
"Revisi ini menambah kewenangan dari KPK yaitu untuk melakukan eksekutorial atas penetapan pengadilan atau putusan hakim,” ujar Koordinator MPD Muhamad Zulfikar.
BACA JUGA: Ratusan Santri Berunjuk Rasa Mendukung Revisi UU KPK
Dia merujuk UU Nomor 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pasal 12 ayat 1 huruf a yaitu dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang: a) melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan.
Namun, terkait penyadapan juga ada juga aturan yang mengaturnya yaitu UU Nomor 36/1999 tentang Telekomunikasi dan Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Pasal 40 UU No.36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi menyebutkan bahwa segala jenis penyadapan jaringan telekomunikasi apapun bentuknya adalah kegiatan illegal, hal ini diperkuat.
Dalam pasal 56 UU No.36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi bahwa penyadapan dapat dikenai ancaman pidana adalah 15 tahun penjara.
Kemudian di dalam Pasal 31 Ayat (1) UU No.19 Tahun 2016 menyebutkan Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain.
"Ini menyatakan bahwa penyadapan adalah merusak hak-hak pribadi dan privasi warga negara Indonesia, terutama yang dilakukan oleh KPK,” ujar Zulfikar. (jos/jpnn)
Redaktur : Tim Redaksi