jpnn.com - JAKARTA — Media massa mengalami polarisasi pada kelompok yang mendukung dan tidak mendukung pencalonan Jokowi sebagai capres yang diusung PDIP. Temuan ini disimpulkan Media Literacy Circle UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang melakukan analisis terhadap enam media cetak yang terbit di Jakarta.
Direktur Eksekutif Media Literacy Circle, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Iswandi Syahputra mengatakan polarisasi tersebut terlihat dari tone pemberitaan setiap media massa yang diteliti. "Ada media yang memframing Jokowi sebagai penantang kuat dengan tone pemberitaan Jokowi secara positif. Ada juga media yang memframing Jokowi bukan sebagai penantang kuat dengan tone pemberitaan Jokowi secara negatif. Selain itu ada pemberitaan media yang malu-malu, seakan ingin netral padahal cenderung mendukung Jokowi”, kata pria bergelar doktor kajian media UGM tersebut dalam keterangan persnya, Rabu (2/4).
Iswandi memberi contoh pada pemberintaan seputar kabar pesawat pribadi yang digunakan Jokowi dalam kampanye ke sejumlah daerah. “Coba perhatikan, saat Jokowi naik mobil Esemka hampir semua media meliputnya. Tapi saat Jokowi kabarnya naik pesawat pribadi, walau itu mungkin pesawat sewa tapi harganya jauh lebih mahal dari pesawat komersial biasa, beritanya tidak begitu ramai di media massa’, paparnya.
Lebih lanjut Iswandi menyatakan, polarisasi pemberitaan media mulai terasa saat Jokowi menyatakan maju sebagai calon Presiden setelah mendapat mandat dari Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. “Tanggal 14 Maret saat Jokowi menyatakan maju sebagai calon Presiden seperti menjadi pluit bagi polarisasi pemberitaan media tersebut”.
Mantan anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat tersebut menjelaskan, polarisasi media itu hal yang biasa terjadi dalam politik pemberitaan. “Selama media menyajikan fakta dan data objektif bukan opini yang subjektif saya kira tidak masalah. Publik juga tidak boleh terlalu lama dalam eforia Jokowi. Sebab sebelum Jokowi maju sebagai Capres, tidak ada media yang bersikap kritis. Situasinya mirip seperti pemilu 2004, saat itu SBY yang menjadi media darling. Sangat berbahaya jika semua media memuja dan memuji Jokowi. Memang harus ada media yang berani bersikap kritis pada Jokwoi. Jadi media tidak perlu malu mendukung atau tidak mendukung Jokowi sebagai capres dalam politik pemberitaannya. Polarisasi ini positif untuk publik”, pungkasnya.
Minggu lalu Media Literacy Circle UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta merelease hasil riset analisis isi pemberitaan media cetak nasional terhadap pencalonan Jokowi sebagai Presiden. Penelitian dilakukan pada tanggal 13-22 Maret 2014 atau dua hari sebelum hingga seminggu penetapan Jokowi sebagai capres PDIP. Isi pemberitaan media cetak nasional yang dianalisis adalah Kompas, Koran Tempo, Republika, Koran Sindo, Media Indonesia dan Jawa Pos. Riset analisis isi media tersebut dimaksudkan untuk menemukan peta pemberitaan media terhadap pencalonan Jokowi sebagai capres. (jpnn)
BACA JUGA: Kader PKS Tunggu Jawaban PDIP soal Langkah Mega Obral Aset Negara
BACA JUGA: 2 Anak Buah Wawan Diperiksa KPK
BACA JUGA: Dahlan Beberkan Sosok Almarhum Ibunya
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Bakal Antarkan Tahanan Kasus Korupsi ke TPS
Redaktur : Tim Redaksi