jpnn.com, JAKARTA - Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri merasa risau belakangan ini ada anggapan seorang yang memiliki pemahaman marhaen akan disebut sebagai komunis.
Dia mengatakan itu saat berpidato di puncak peringatan Bulan Bung Karno (BBK) di Stadion Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Jakarta, Sabtu (24/6).
BACA JUGA: Jelang Puncak Perayaan Bulan Bung Karno, Megawati Ungkap Pesan kepada Kader PDIP
Megawati awalnya mengatakan paham marhaen muncul ketika ayahnya sang Proklamator RI Soekarno atau Bung Karno bertemu sosok bernama Marhaen.
Megawati berkisah Bung Karno pernah bercakap dengan Marhaen yang berstatus petani dari Jawa Barat.
BACA JUGA: Megawati Titip Salam dan Berpesan Kepada Peserta Puncak Bulan Bung, Begini Katanya
Bung Karno dalam percakapan dengan Marhaen menyadari sosok tersebut memiliki kemandirian untuk bertani karena memiliki semua sumber daya dalam bercocok tanam.
"Ketika Bung Karno sedang kuliah di Bandung, beliau bertemu dengan Pak Marhaen. Beliau (Bung Karno, red) bertanya begini, bapak seorang petani, tanah ini punya siapa, punya abdi. Kalau tanaman padi ini punya siapa, punya abdi. Alat-alat cangkulnya dan sebagainya punya siapa, punya abdi. Kalau sudah dipanen, dijual, uangnya untuk siapa. Uangnya untuk abdi," kata Megawati mengenang percakapan Bung Karno dengan Marhaen.
BACA JUGA: Megawati Terharu Saat Bertemu Personel Bimbo
Dari percakapan itu, Bung Karno menurut Megawati berkontemplasi panjang. Terlebih melihat Marhaen memiliki lahan dan alat produksi, tetapi hidup dalam kesederhanaan.
"Maka, Bung Karno merasa bahwa perjuangan ini harus seperti apa yang dimiliki Pak Marhaen," ujar Megawati.
Megawati sempat risau tentang konsep marhaen yang kemudian oleh segelintir pihak kerap dikaitkan dengan ide-ide komunis.
Megawati lalu meminta mereka yang terpengaruh mengenai pandangan seperti itu terhadap Marhaen untuk belajar sejarah.
"Jadi, jangan dikatakan kalau saya bilang marhaen, lalu (dituduh) komunis," kata Presiden kelima RI itu. (ast/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
Redaktur : M. Adil Syarif
Reporter : Aristo Setiawan