JAKARTA - Lonjakan konsumsi BBM subsidi sepanjang Maret lalu, membuat pemerintah terus mencari strategi untuk menghindari jebolnya kuota. Dari berbagai opsi, pemerintah akhirnya memilih untuk membatasi konsumsi BBM subsidi jenis Premium.
Dirjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Evita H. Legowo mengatakan, pengendalian harus dilakukan untuk meredam lonjakan konsumsi BBM subsidi. "Jadi, mulai Mei nanti akan efektif (aturan pembatasan)," ujarnya kemarin (11/4).
Menurut Evita, yang lebih memilih terminologi pengendalian daripada pembatasan, saat ini Peraturan Menteri ESDM terkait hal tersebut terus dimatangkan. Peraturan tersebut merupakan tindak lanjut dari Peraturan Presiden No 15 Tahun 2012. "Kami targetkan April ini sudah bisa selesai," katanya.
Sebagaimana diketahui, Peraturan Presiden No 15 Tahun 2012 menyebutkan, penggunaan jenis BBM tertentu atau BBM subsidi oleh pengguna, secara bertahap dilakukan pembatasan. Pentahapan pembatasan diatur oleh Menteri ESDM berdasarkan hasil rapat koordinasi yang dipimpin Menko Perekonomian.
Evita menyebut, langkah pengendalian akan difokuskan pada BBM subsidi jenis Premium. Sebab, jenis ini merupakan proporsi terbesar dari BBM subsidi. "Untuk wilayahnya, kita akan mulai di Jawa " Bali karena infrastrukturnya sudah siap, termasuk Pertamina," ucapnya.
Lalu, apa kriteria kendaraan pribadi pelat hitam yang terkena program pembatasan alias tidak boleh membeli BBM subsidi jenis Premium? Sayangnya, Evita belum bisa memberikan detil spesifikasi mobil pribadi yang masih boleh atau yang sudah tidak boleh membeli BBM subsidi. "Saat ini kami masih terus diskusi dengan stake holder (pemangku kepentingan) untuk merumuskan aturan terbaik," ujarnya.
Namun demikian, Evita mengakui jika salah satu paramater yang akan digunakan untuk menentukan boleh tidaknya mobil pribadi mengonsumsi Premium adalah kapasitas mesin atau cc. Apakah mobil dengan cc di atas 1.500 yang akan dilarang" "Detilnya nanti ya, ini masih dibahas. Yang jelas, salah satu acuannya berdasar cc," katanya.
Karena itu, Evita juga belum bisa memaparkan bagaimana skema detil pembatasan, apakah dengan cara menempelkan smart card atau dengan pembedaan warna tanda nomor pelat kendaraan, maupun bagaimana sistem pengawasan di SPBU. "Intinya, kita ingin mengarahkan BBM subsidi kepada yang lebih berhak," ucapnya.
Di Istana Merdeka, Menteri ESDM Jero Wacik mengatakan, peraturan mengenai pembatasan energi tersebut nantinya akan berbarengan dengan kebijakan gerakan penghematan secara nasional. "Iya, aturanya bakal keluar bersamaan, satu paket," kata Jero setelah menghadiri penyambutan PM Inggris David Cameron.
Rencananya, gerakan penghematan energi tersebut akan langsung disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "Sedang kami bahas (peraturannya), yang penting pelaksanaannya jelas," kata mantan Menbudpar tersebut.
Jero mengatakan, pihaknya akan memantau kondisi riil di lapangan untuk menerapkan kebijakan pembatasan BBM tersebut. Misalnya terkait dengan persediaan pertamax di daerah tertentu. "Jangan nanti mempersulit," katanya.
Sebelumnya, Wakil Menteri ESDM Widjajono Partowidagdo mengatakan, secara pribadi, dirinya ingin agar konsumsi BBM subsidi dikontrol secara ketat. "Karena itu, perlu ada aturan bahwa mobil di atas 1.500 cc wajib menggunakan Pertamax," ujarnya.
Tak hanya itu, sejalan dengan konsep pembatasan yang sebelumnya sempat digodog pemerintah, Widjajono juga menyampaikan bahwa seharusnya mobil pribadi dengan kapasitas mesin di bawah 1.500 cc dilarang menggunakan BBM subsidi. "Jadi, harus menggunakan Premix," katanya.
Premix merupakan jenis BBM dengan angka oktan atau RON 90 seharga Rp 7.200 per liter, jadi di atas Premium yang memiliki RON 88, tapi di bawah Pertamax yang memiliki RON 92. "Atau cara lainnya, mobil pribadi di bawah 1.500 cc harus membeli Pertamax dulu sebelum membeli Premium dalam jumlah yang sama di SPBU (stasiun pengisian bahan bakar umum)," ucapnya.
Artinya, jika pemilik mobil pribadi ingin membeli Premium sebanyak 10 liter, maka dia harus terlebih dahulu membeli Pertamax sebanyak 10 liter. Dengan demikian, BBM subsidi bisa lebih banyak disalurkan kepada masyarakat kurang mampu. "Karena itu, perlu juga dibuat aturan bahwa Premium hanya untuk angkutan umum dan sepeda motor," jelasnya.
Namun, ide Widjajono soal Premix tersebut dimentahkan oleh Evita. Menurut dia, keberadaan BBM jenis Premix yang memiliki angka oktan atau RON 90 sulit direalisasikan tahun ini. "Sebab, penerapannya akan rumit," ujarnya.
Evita menyebut, karena masih menggunakan komponen subsidi, maka harus dibahas terlebih dahulu dengan DPR. Selain itu, volumenya pun harus dikontrol ketat. "Jadi, ide Premix ini tidak masuk dalam opsi," katanya. (owi/fal)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemerintah akan Bedah 250 Ribu Rumah Warga Miskin
Redaktur : Tim Redaksi