Jika Anda pergi ke kota Melbourne, belum lengkap rasanya kalau tidak mencicipi secangkir kopi. Bahkan dari sebuah survei yang dilakukan oleh situs perjalanan, Melbourne terpilih sebagai kota yang memiliki kopi terbaik dunia, mengalahkan Roma. Berikut ini tulisan Syahrani Rahim, pencinta kopi asal Jakarta.
Tak banyak kota yang mampu menyulap kopi menjadi komoditas utama (dan menarik!) denyut nadi sebuah kota.
BACA JUGA: Tour Down Under Akan Lewati Daerah Kebakaran Semak di Adelaide Hills
Bahkan, daerah-daerah/negara penghasil kopi pun, belum banyak yang mampu menjual komoditas ini.
Menjual disini dalam arti luas, sebagai daya tarik tersendiri bukan hanya komoditi. Kopi tak ubahnya adalah minuman pagi hari, Viagra mata, atau hanya sekedar minuman pahit yang suka menggabungkan.
BACA JUGA: Ganja Obat Efektif Kurangi 400 Kejang Sehari pada Pasien Epilepsi
Menggabungkan? Ya, : 4 in 1, 3 in 1, 2 in 1. Kopi + Gula atau Kopi + Gula + Krimer, bahkan plus Jahe sekalipun. Minuman penuh jalan pintas dan kenikmatan semu.
BACA JUGA: Generasi Muda Sekarang Makin Tidak Berminat Kemudikan Kendaraan
Mengamati budaya kopi Melbourne, tak lepas dari budaya Melbourne itu sendiri. Jika Anda pergi 900 km utara ke Sydney, Anda akan menemukan rasa dan budaya kopi yang berbeda.
Mengapa? Seperti saya bilang di atas, membaca budaya kopi sebuah kota, tak akan bisa lepas dari aspek sosiokultur masyarakat tersebut.
Melbourne tercatat sebagai “The Most Livable City in the World” (kota yang paling layak/nyaman ditinggali) selama 3 tahun berturut-turut. Dan Australia adalah salah satu Negara di dunia dengan predikat Negara dengan banyaknya peminum kopi.
Pagi ini saya berada di sebuah kedai kopi bernama Everyday Coffee. Sebuah kedai yang berdiri diatas sebuah kata sakral yang amat susah dilakukan: kolaborasi.
Kata Everyday pun didapat karena mereka berkomitmen akan mengoperasikan kedainya 365 hari dalam setahun, tanpa libur.
Idenya simpel: merotasi dan menyajikan kopi-kopi terbaik sekaligus kolaborasi dari penyangrai (roaster) terbaik di Melbourne. Yang menggawangi kedai ini adalah barista-barista kawakan yang pernah bekerja di kafe-kafe ternama di kota ini.
Sebut saja Mark Free, Aaron Maxwell, dan Joe Miranda adalah sekian nama yang cukup lama berkecimpung di berbagai kafe spesialti Melbourne. Desain Everyday Coffee bersih, simpel dan elegan. Sentuhan mebel kayu dan tembok putih lebih mendominasi.
Berjalan menyusuri kawasan Collingwood, sekitar 2 km ke arah barat anda akan menemukan Proud Mary Coffee.
Kedai masyhur yang acapkali disebut oleh orang yang pernah ke kota ini. Tak perlu membahas rumit tentang kedai ini karena sudah banyak diperbincangkan.
Intinya: semangat mereka adalah memotong “orang tengah” sebanyak mungkin dan langsung membeli kopi dari petani kopi langsung. Berbicara langsung dengan petani dan memberi feedback (juga bayaran) tanpa makelar.
Itu rahasia mereka, bahwa kopi yang baik harus berasal dari petani yang baik. Desain Proud Mary lebih rumit. Sentuhan marmer dan arsitektur kuno mendominasi. Tak lupa, music tekno, disco yang sangat hipster-esque.
Jalan sedikit ke kota Anda akan menemukan kedai-kedai spesialti diantara gang-gang kecil (alley ways) yang menjadi ciri khas Melbourne.
Telusurilah gang-gang kecil di kota Melbourne, maka Anda akan menemukan toko-toko unik, grafiti yang artistik, bangunan yang modern dan kuno, sepeda fixie, fashion, para hipster yang sibuk dengan rambut, sepatu dan kacamatanya, pengamen yang menyanyikan lagu Oasis, penjual mie khas Vietnam Pho, atau hanya kelontong toko Tiong Hoa yang menjual makanan bebek panggang murah meriah.
Tapi yang pasti, kopi terbaik di dunia, tanpa disadari, bisa Anda dapatkan di gang-gang ini. Spesial!
Dimana pastinya? Justru itu, saya tak ingin berbagi dimana. Kota Melbourne adalah masalah kaki, petualangan kaki, lebih tepatnya. Memberi tahu dimana letak mereka akan mengurangi kejutan-kejutan yang diberikan kota ini.
Saya hanya memberikan formula semangat kopi Melbourne di mata saya:Coffee + Art + Lifestyle + Hipsters + Books + Design + Bicycle + Beards + Magazine + Rustic Industrial Interior + Fashion x Collaboration = Melbourne.
Budaya kopi Melbourne tak akan pernah bisa ditiru oleh kota manapun. Karena budaya ini sangat erat bersentuhan dengan masyarakatnya, iklim, adat istiadatnya serta orang-orangnya.
Matt Perger (Runner Up WBC 2013 yang juga “anak emas” di kedai St Ali) pernah bergumam ketika ditanya Steve Leighton (Hasbean UK) apa sih yang membedakan kopi Melbourne dan kota-kota lain di seluruh dunia?
“Ada sebuah rasa (feel) yang spesial ketika berbicara kultur kopi disini. Hubungan yang erat bukan hanya antar kafe, staff, dan juga pemilik, tetapi juga pelanggan dan masyarakat yang bergaul bersama mendukung perkembangan kafe-kafe spesialti. Pemikiran mereka terbuka. Atmosfir seperti ini yang mungkin tak bisa didapatkan di kota-kota lain. Kafe ramai, penuh dan hangat.”
Kira-kira seperti itu inti komentar Perger. Ia benar-benar menggaris bawahi semangat konsumen/masyarakat yang tak lepas dari perkembangan kafe di kota itu. Inilah semangat kopi Melbourne.
Selamat datang di kota yang saya suka menyebutnya sebagai: Dunia Fantasi Kopi!
*Syahrani Rahim, adalah warga Jakarta dan Melbourne, pencinta kopi yang kini sibuk dengan warung kopinya, Coffee Life di Jakarta.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kaktus Resmi Masuk Daftar Tanaman Hama di Australia Barat