Melchias Markus Mekeng Tawarkan Tiga Kebijakan Penataan BBM

Kamis, 15 September 2022 – 11:56 WIB
Anggota Komisi XI DPR Melchias Markus Mekeng. Foto: Humas DPR RI

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR RI Melchias Markus Mekeng menawarkan tiga kebijakan penataan kebijakan bahan bakar minyak (BBM) ke depan.

Tiga kebijakan itu sebagai bagian dari pemecahan persoalan BBM subsidi yang sampai sekarang belum tuntas diselesaikan bangsa ini.

BACA JUGA: Anggaran Subsidi BBM Itu Receh, Ini Sebenarnya yang Bakar Dana Negara

“Pertama, perlu upaya luar biasa menata kebijakan pada aspek efisiensi biaya pengolahan, distribusi, pemeliharaan dan lain-lain yang dilakukan Pertamina. Sebagai BUMN yang terkait langsung dengan persoalan BBM, Pertamina harus mampu melakukan upaya luar biasa tersebut,” kata Mekeng di Jakarta, Kamis (15/9/2022).

Dia menanggapi kebijakan kenaikan BBM yang telah diumumkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tanggal 3 September lalu.

BACA JUGA: Mensos Risma Pastikan Penyaluran BLT BBM di Aceh Rampung Pekan Ini

Kedua, lanjut Mekeng, perlu penataan kebijakan dan sistem ketat, prudent dengan pendekatan teknologi informasi untuk menyelesaikan persoalan ketepatan dalam memberikan subsidi BBM kepada masyarakat atau kelompok yang berhak menerimanya.

Menurut Mekeng, hal ini harus segera dilakukan agar alasan klasik soal distribusi subsidi dan penyaluran subsidi BBM di Indonesia yang tidak tepat sasaran bisa segera diakhiri.

BACA JUGA: Paskalis: Apa yang Disampaikan Mekeng Wajar, Pak Airlangga Harus Terima

Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini mencatat sejak tahun 2010 sampai sekarang, masalah tentang penerima subsidi BBM yang tidak tepat sasaran selalu menjadi isu yang diangkat oleh politisi, pengamat kebijakan publik dan lain-lain.

Hingga kini, dalil klasik itu masih menjadi perbincangan seolah-olah bangsa yang besar ini tidak memiliki kemampuan untuk menyelesaikannya.

Tawaran ketiga adalah penerapan hedging pada harga BBM oleh pemerintah atau Pertamina. Hedging harga adalah transaksi derivative berupa transaksi sistem lindung nilai yang mengamankan harga BBM yang akan dibeli pemerintah atau pertamina dalam jangka waktu tertentu.

Hedging harga minyak mentah telah memiliki payung hukum melaui peraturan Bank Indonesia maupun Peraturan Menteri BUMN sejak tahun 2014.

Dengan menerapkan hedging harga minyak mentah, pemerintah tidak perlu menaikan harga BBM saat harga minyak dunia bergejolak.

“Kebijakan ketiga ini memang memiliki kelemahan ketika harga minyak mentah mengalami penurunan, namun jika melihat grafik perkembangan harga minyak mentah dunia, kecenderungan harga minyak mentah mengalami kenaikan lebih besar dari pada penurunannya,” ujar Mekeng.

Mantan Ketua Komisi XI DPR ini tidak kaget atas reaksi penolakan publik terkait kebijakan kenaikan harga BBM yang terjadi beberapa hari terakhir dan mungkin akan terus berlanjut ke depan. Reaksi itu harus ditanggapi serius oleh pemerintah.

Mekeng mengatakan tidak bisa diharapkan hanya dengan imbauan agar konsumsi masyarakat membeli BBM bersubsidi dikurangi dan melarang bagi yang tidak berhak.

“Cara seperti itu hanya akan terus berputar pada lingkaran setan masalah klasik yang tidak ada ujung penyelesaiannya,” ujar Mekeng.

Menurut mantan Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI ini, subsidi BBM merupakan salah satu cara pemerintah menjaga daya beli masyarakat akibat tingginya inflasi.

Kondisi ini sering disebut social safety net dan berlaku universal. Namun subsidi yang tepat sasaran sudah harus mulai dikerjakan agar membakar uang untuk hal yang tidak tepat dan tidak wajar, tidak akan terjadi lagi di masa mendatang.

Dia melihat bangsa ini sudah puluhan tahun menghadapi masalah BBM dan BBM subsidi.

Hingga kini, belum menemukan sebuah kebijakan yang mampu meminimalisasi beban APBN maupun beban hidup masyarakat akibat dari kenaikan harga minyak dunia.

Dia mengungkap pengalamannya saat menjadi Ketua Badan Anggaran DPR RI tahun 2010/2012.

Saat itu, terjadi lonjakan kenaikan minyak dunia dari US$90 per barel menjadi US$120 per barel.

DPR tidak serta merta menyetujui usulan pemerintah saat itu untuk menaikan harga BBM subsidi. Melalui perdebatan yang sangat alot, akhirnya DPR mengambil keputusan dengan mekanisme voting yang memenangkan opsi yang ditawarkan oleh Fraksi Partai Golkar.

Dalam rapat paripurna, diputuskan bahwa harga BBM dapat dinaikan apabila harga rata-rata Indonesian Crude Price (ICP) naik 15 persen dalam jangka waktu 6 bulan.

Keputusan ini memaksa pemerintah bekerja keras. Dalam perkembangannya, persyaratan kenaikan tidak terpenuhi sehingga pemerintah tidak jadi menaikan harga BBM, dan APBN tetap sehat hingga hari ini.

“Kebijakan yang prudent seperti itu bisa terus diterapkan dalam penyelesaian BBM bersubsidi saat ini. Kebijakan menaikan BBM hanya pilihan terakhir ketika tidak ada lagi alternatif kebijakan yang bisa dilakukan,” ujar Mekeng.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler