Bulan September 2016, sejumlah perusahaan arsitektur asal Australia mendapatkan penghargaan internasional untuk desain-desain sekolah yang dirancangnya.
Y2 Architecture memenangkan kategori 'Project of Distinction' untuk rancangan di sekolah Marist College Bendigo yang berada di negara bagian Victoria. Sementara, Law Architects yang membuat rancangan sekolah Our Lady of The Assumption Catholic Primary School di North Strathfield mendapat penghargaan Lee J. Brockway Award. Perusahaan arsitek asal Australia lainnya, Clarke Hopkins Architects meraih penghargaan 'Special Citation' untuk rancangan dua sekolahnya di Kenya, Afrika Timur.
BACA JUGA: ELL: Perbedaan makna kata live dan live
Ada alasan mengapa perusahaan-perusahaan arsitektur asal Australia tersebut mendominasi penghargaan yang diberikan di International 2016 Exhibition of School Planning & Architectural Awards, di Amerika Serikat, Oktober lalu. Mereka telah dianggap membuat rancangan yang membuat kelas belajar menawarkan pengalaman yang tidak biasanya.
Y2 Architecture, lewat rancangannya di sekolah Marist College Bendigo dianggap telah merancang kelas-kelas yang tidak lagi menempatkan guru sebagai fokus utama sebagai pengajar. Melainkan mengedepankan kenyamanan murid-murid untuk bisa menemukan cara terbaik untuk belajar.
BACA JUGA: ELL: Perbedaan makna kata live dan live
"... Kita mencoba menciptakan tempat di mana pelajar masuk dan tidak merasa berada di sekolah," ujar Darren McGregor, Kepala Sekolah di Marist College Bendigo. Marist College di Bendigo memiliki ruangan fleksible dimana perabotan bisa dipindahkan sesuai kebutuhan.
Foto: Bill Conroy.
BACA JUGA: Bentuk Nyata Kerukunan Beragama di Australia
Tidak seperti kelas tradisional, dimana para pelajar duduk berjejer dari depan ke belakang, sekolah yang berada di kota kecil Bendigo ini memiliki konsep terbuka.
Dalam satu ruangan terdiri dari beberapa kelas. Mereka bisa memilih bisa duduk di atas kursi yang tinggi dengan meja panjang.
Ada pula tempat-tempat dimana mereka bisa memilih untuk duduk di sofa, di lantai, atau tempat-tempat nyaman yang menyerupai 'gua'.
"Karena kita ingin kondisi fleksibel, yang memungkinkan para pelajar untuk belajar dengan berbagai cara...," jelas Darren.
Fasilitas dari sekolah ini pun adalah pelataran sekolah dengan akses langsung ke perairan. Pelataran ini tidak hanya menjadi tempat bersosialisasi, tapi sekaligus belajar soal alam. Ada pula amphitheatre yang juga berada di luar bangunan namun memiliki atap.
Lantas apakah konsep sekolah dengan kelas terbuka ini lebih menguntungkan bagi para muridnya? Tonton videonya disini. Pelataran yang langsung memiliki akses ke kawasan perairan, sebagai tempat bersosialisasi dan belajar.
Foto: Y2 Architecture. Pengalaman para siswa
"Saya suka, tapi jujur saja sedikit berisik," kata Grace Binns dari Kelas 7. "Tapi pendidik memberitahu kita kalau terlalu berisik, dan kita akan lebih pelan," ujarnya.
Pendidik adalah sebutan di sekolah tersebut bagi para guru.
Grace termasuk siswa yang menyukai konsep kelas terbuka karena ia merasa tidak terisolasi, seperti halnya di kelas tradisional biasanya.
Tak hanya itu beberapa murid merasa ada kebebasan tersendiri dalam mencari ilmu dan jawaban yang mereka cari di sekolah.
"Ini berjalan cukup baik, karena kita memiliki banyak pendidik. Jadi jika penjelasan seorang pendidik tidak masuk akal, kita bisa tanya ke pendidik lainnya," kata Kieran Murphy, murid kelas 8.
Kepala Sekolah Darren menambahkan apa yang dilakukan oleh sekolahnya adalah sebagai bukti bahwa sekarang ini sekolah bukan lagi hanya sekolah. Tetapi menjadi komunitas belajar.
"Pelajar tidak lagi bergantung pada guru... mereka membutuhkan pendidik untuk mengajarkan cara belajar," ujarnya.
Ikuti kisah-kisah inspiratif lainnya dari Australia, melalui situs kami australiaplus.com/indonesian.
Lihat Artikelnya di Australia Plus
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kota Ini Bentuk Aliansi Basmi Kucing Liar dan Pemangsa