Melukis dengan Ampas Kopi, Ditawar Rp 30 Juta, Tak Dilepas

Sabtu, 29 Desember 2018 – 10:53 WIB
Imam Subandi dan karyanya. Foto: Nur Wachid/Radar Ponorogo

jpnn.com, PONOROGO - Kreativitas Imam Subandi patut mendapat acungan dua jempol. Sebagai pelukis, Imam tak hanya menuangkan goresannya dengan cat warna, tapi juga mengeksplorasi ampas kopi.

Nur Wachid, Ponorogo

BACA JUGA: Kopi Bisa Mencegah Bayi Kejang?

Joglo di belakang rumah Imam di Kelurahan Ronowijayan, Kecamatan Siman Ponorogo itu layak disebut galeri. Di dalamnya penuh dengan lukisan beragam ukuran. Mulai Mulai 60x40 sentimeter hingga 1x1,5 meter.

Lukisan itu terlihat begitu hidup dengan goresan yang menceritakan berbagai kisah pewayangan. Dari sekian lukisan berbagai ukuran itu, ada yang menarik perhatian. Lukisan 1x1,5 meter yang digeletakkan di lantai tengah. Warnanya hanya cokelat.

BACA JUGA: Alhamdulillah, Badan Karantina Berhasil Melobi Filipina

Goresannya bercerita tentang Baru Klinthing yang menjadi legenda Telaga Ngebel. Suatu ketika, lukisan yang goresannya hanya dengan ampas kopi itu pernah ditawar Rp 30 juta. Namun, tak dilepas. ‘’Saya sudah melukis sejak lama. Namun, ide membuat lukisan dari ampas kopi ini baru terbersit dua tahun lalu,’’ kata Imam.

Ampas, sejatinya endapan yang biasanya terbuang setelah kopi tandas. Tangan Imam Subandi berhasil membuktikan sisa endapan minuman itu bernilai seni dan berdaya jual tinggi. Sederhana saja, ide itu tercipta dari kebiasaannya ngopi di warung. Semula, ampas kopi di lepek dibuatnya menggambar alakadarnya sebagai pengisi waktu saat ngopi.

BACA JUGA: Ingin Kulit Halus, Coba 5 Resep Scrub Alami dari Kopi

Dari situlah dia mulai berpikir jika menggunakan media kanvas. Di awal, dia pun harus menelateni kesulitan memilah ampas kopi yang halus dan kasar. ‘’Harus mengenali karakter ampas kopi,’’ lanjutnya.

Dari hasil percobaan pertamanya, dia mendapatkan pelajaran penting. Selain harus memilih karakter ampas kopi, Imam juga bisa mengenali gelap-terang dari ampas kopi. Itu sangat memengaruhi hasil lukisan yang digarapnya. Ketika Imam salah menempatkan karakter pekat ampas kopi, lukisan gagal. Otomatis dia harus mengulangi kembali dari awal.

Ketidakpastian sifat warna ampas kopi itu menjadi tantangan tersendiri. Menjadi pembeda ketika melukis dengan cat seperti yang biasa dia kerjakan. Sejak itu, dia menjadi pelukis ampas kopi satu-satunya di Bumi Reyog. ‘’Satu lukisan ukuran 60x40 sentimeter butuh dua-tiga hari. Tergantung tingkat kerumitan. Kalau sketsa wajah bisa hitungan jam,’’ ungkap pria kelahiran 1975 itu.

Lukisan yang dia buat biasanya berkaitan dengan cerita pewayangan. Dia kerap menggoreskan legenda suatu daerah. Agar, masyarakat semakin menghargai sejarah yang merupakan warisan leluhur. Lukisan Baru Klinthing tembus puluhan juta karena ampas kopi tidak bakal luntur dari kanvas. ‘’Dicampur dahulu dengan racikan, jadi tidak bakal luntur,’’ sambungnya.

Karya fenomenalnya mengantarkan Imam mengikuti pameran lukisan di berbagai kota besar. Mulai Surabaya, Semarang, Madiun, hingga Jogjakarta. Mengukuhkan hobi melukis yang sejatinya mulai tumbuh sejak TK. Kendati baru menekuni 2002 lalu.

Selain melukis yang terlahir dari ide dan imajinasi, Imam juga menerima pesanan. Dia juga aktif membina pemuda dan warga setempat membatik. ‘’Kenapa pengerjaan bisa lama, karena memang mencari idenya itu yang cukup lama. Sesuai dengan mood,’’ ucap suami Eka Santiani itu. (fin)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Susun Kurikulum Kopi dan Kakao demi Tingkatkan Kompetensi


Redaktur & Reporter : Mufthia Ridwan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler