jpnn.com, JAKARTA - Industri perasuransian di Indonesia menghadapi berbagai tantangan dalam meningkatkan kualitas reputasi perusahaan asuransi, mulai dari penetrasi literasi, menjaga relasi dengan media, hingga menghadapi krisis.
Dalam kondisi ini, peran strategis Humas (Hubungan Masyarakat) atau Corporate Communication sangat krusial dalam membentuk citra positif industri asuransi serta meningkatkan pemahaman publik terhadap pentingnya asuransi.
BACA JUGA: Indonesia Re Group Raker Strategi Komunikasi Bersama Kementerian BUMN
Menjawab tantangan tersebut, Brand Talk Indonesia Re yang bertemakan Communication Strategy for a Powerful Image hadir sebagai forum diskusi interaktif yang bertujuan membekali para peserta profesional komunikasi di Perusahaan asuransi umum dan asuransi jiwa dengan strategi manajemen krisis yang efektif.
Hadir sebagai pembicara pada acara tersebutm di antaranya Desi Anwar, Senior Anchor dan Director di CNN Indonesia, serta Bhayu Sugarda, Associate Director ID COMM dan praktisi PR yang telah malang melintang selama puluhan tahun di industri kehumasan tanah air.
BACA JUGA: Kementerian BUMN & Indonesia Re Group Selenggarakan Rangkaian Perayaan Natal
Direktur Manajemen Risiko, Kepatuhan, SDM dan Corporate Secretary Indonesia Re Robbi Yanuar Walid menekankan pentingnya peran media dalam literasi reasuransi.
"Humas tidak hanya bertugas merespons krisis, tetapi juga harus proaktif dalam membangun edukasi publik dan membentuk persepsi positif. Melalui strategi komunikasi yang terarah, kita dapat memperkuat literasi reasuransi," katanya yang hadir membuka acara Communication Strategy for a Powerful Image.
BACA JUGA: Indonesia Re Ungkap Inisiatif dan Optimalitas Proses Bisnis di 2025
Dalam menghadapi tantangan kepercayaan publik, industri asuransi dituntut untuk mengadopsi strategi komunikasi yang lebih transparan, adaptif, dan efektif.
Salah satu aspek penting yang dibahas adalah pengelolaan komunikasi krisis, di mana peran humas menjadi krusial dalam memberikan klarifikasi yang cepat dan akurat, membangun dialog terbuka dengan publik, serta memanfaatkan saluran komunikasi yang tepat guna meminimalkan dampak terhadap reputasi perusahaan.
Selain itu, peningkatan literasi asuransi melalui edukasi publik juga menjadi sorotan utama.
Kampanye literasi yang inovatif dan berkelanjutan dapat mengubah persepsi masyarakat serta menumbuhkan kesadaran akan pentingnya perlindungan asuransi sebagai bagian dari perencanaan keuangan yang bijak.
Sebagai jurnalis senior, Desi Anwar mengupas perspektif media dalam komunikasi korporasi, termasuk tantangan yang dihadapi jurnalis dalam meliput berita terkait industri asuransi.
Dia menyoroti pentingnya akses informasi, transparansi, serta keterbukaan perusahaan dalam berinteraksi dengan media.
“Jurnalis lebih menyukai berita yang memiliki nilai human interest, informasi faktual, serta transparansi dari perusahaan. Perusahaan yang proaktif dan membangun hubungan baik dengan media akan lebih mudah mendapatkan pemberitaan yang positif,” ujar Desi Anwar.
Dalam sesi lainnya, Bhayu Sugarda membahas strategi penanganan krisis komunikasi di era digital.
Dia menekankan pentingnya respons cepat di media sosial sebelum isu berkembang menjadi pemberitaan luas di media konvensional.
“Krisis komunikasi harus ditangani sejak dini, terutama saat isu masih berkembang di media sosial. Respons yang cepat, tepat, dan empati terhadap pelanggan dapat mencegah eskalasi lebih lanjut,” jelas Bhayu.
Melalui BrandTalk Indonesia Re, para praktisi komunikasi diharapkan dapat lebih memahami strategi membangun reputasi perusahaan yang positif melalui komunikasi yang efektif, engagement dengan media, serta pemanfaatan teknologi digital. Dengan pendekatan komunikasi yang transparan dan edukatif, industri asuransi dapat kembali mendapatkan kepercayaan publik serta memperkuat perannya dalam memberikan perlindungan finansial bagi masyarakat. (rhs/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Zarof Ricar, Ibu Tiri, Uang Pergaulan, dan Eks Ketua PN Surabaya
Redaktur & Reporter : Rah Mahatma Sakti