jpnn.com, JAKARTA - Perkembangan teknologi dan informasi memberikan dampak terhadap perubahan jenis dan pola kerja tenaga kerja.
Karena itu, paradigma pemerintah dalam melindungi tenaga kerja juga perlu diubah dalam menghadapi era Revolusi 4.0 yang tengah terjadi saat ini.
BACA JUGA: ASEAN, Jepang, Korea dan China Perkuat Kampanye Green Jobs
"Bukan hanya melindungi pada status pekerjaannya, tetapi pada kemampuan untuk bekerjanya. The best protection is skills protection," kata Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri saat menyampaikan orasi ilmiah pada wisuda Perguruan Tinggi InterStudi di Jakarta, Sabtu (8/12).
Menurut Hanif, kemampuan untuk dapat terus bekerja dapat tercapai melalui keterampilan beradaptasi dengan cepat.
BACA JUGA: Pemerintah Resmikan Layanan Terpadu bagi TKI di Banyuwangi
Sebab, model pekerjaan pada masa depan tidak lagi berdasar pada status pekerjaan tetap, tetapi tetap bekerja.
Berdasarkan survey ILO, sebanyak 58 persen jenis pekerjaan yang ada saat ini akan hilang pada masa depan.
BACA JUGA: Pemerintah Fasilitasi Pemulangan TKI Lumpuh di Taiwan
Sebaliknya, sebanyak 65 persen pekerjaan baru akan muncul pada masa depan belum dikenal saat ini.
"Pemerintah melakukan pemetaan untuk membantu input SDM kita, baik melalui pendidikan maupun pelatihan bisa sesuai dengan kebutuhan pasar kerja atau kesempatan yang tumbuh untuk berwirausaha," kata Hanif.
Hanif menilai kebutuhan akan keterampilan yang dapat berubah dan berdapatasi dengan cepat tersebut dapat diwujudkan melalui penguatan akses dan mutu pelatihan vokasi di BLK.
Hal itulah yang menjadi dasar Kementerian Ketenagakerjaan menerapkan kebijakan triple skilling.
Kebijakan ini salah satunya tentang skilling dalam bentuk pelatihan vokasi. Kebijakan ini ditujukan bagi masyarakat yang belum memiliki keterampilan. Dengan demikian, mereka dapat masuk ke pasar kerja atau berwirausaha.
Kedua, up skilling yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan.
"Kenapa perlu di-up grade? Agar keterampilan mereka tetap relevan dengan kebutuhan zaman," jelas Hanif.
Sementara itu, program re-skilling ditujukan bagi masyarakat yang ingin berlaih ke pekerjaan baru.
Ketiga, kebijakan tersebut dapat diakses melalui pelatihan di BLK.
"Nah, pemerintah terus menggenjot pendidikan dan pelatihan vokasi untuk membantu penciptaan SDM kita ini lebih baik," terang Hanif.
Sementara itu, Ketua Yayasan InterStudi, Nyoman Puspa Darmaja mengatakan, alumni InterStudi harus terus mengasah keterampilan.
Sebab, otomatisasi akan menyebabkan 75 juta hingga 350 juta pekerjaan hilang pada masa depan.
Dia juga memaparkan hasil riset McKinsey Global Institut. Sebanyak 800 juta pekerja akan kehilangan pekerjaan pada 2030.
"Kepada wisudawan/wisudawati, saya meminta untuk terus meningkatkan segala kemampuannnya agar tak tergilas perkembangan teknologi dan informasi," ujar Nyoman. (adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Menaker: Pelatihan Vokasi Itu Keren
Redaktur : Tim Redaksi